Mengenal Sandwich Generation, Beban Berat bagi Generasi Muda

Mengenal Sandwich Generation, Beban Berat bagi Generasi Muda
info gambar utama

Apakah Kawan seorang sandwich generation? Tentunya istilah ini sering disematkan bagi generasi muda yang menghidupi dua generasi atau lebih. Beban yang dipikul mereka kemungkinan sangat berat. Meskipun begitu, mereka tidak mengeluh atas keadaannya dan lebih pilih menyembunyikan rasa lelahnya itu di hadapan banyak orang.

Lalu, apa sebenarnya sandwich generation? Berikut beberapa informasinya.

Definisi Sandwich Generation

Generasi sandwich adalah istilah yang menggambarkan fenomena seseorang harus menghidupi tiga generasi atau lebih. Tiga generasi yang dimaksud adalah orang tua, diri sendiri, istri, anaknya, bahkan kakek dan neneknya. Diketahui, istilah ini pertama kali dipelopori oleh Profesor Dorothy A. Miller pada 1981 dalam bukunya Social Work.

Beliau menggambarkan fenomena ini bagaikan sandwich. Lapisan atas pada sandwich digambarkan sebagai orang tua. Sedangkan, istri dan anak berada di lapisan paling bawah. Sementara itu, lapisan paling tenggah menggambarkan seseorang yang harus menghidupi diri sendiri. Ia terhimpit diantara lapisan atas dan bawah.

Menurut Badan Pusat Statistik yang dilansir dari prudentialsyariah.co.id (2017), Indonesia memiliki 77,82 persen keluarga yang masih didukung finansialnya oleh anggota keluarga. Tentunya tingkat ketergantungan masih tinggi di Indonesia. Bahkan, 50 persen lansia masih tinggal bersama anak, menantu, hingga cucunya dalam satu rumah yang sama.

Baca juga: Sandwich Generation vs Strawberry Generation di Indonesia

Bayangkan, betapa ramainya keluarga tersebut tinggal di dalam satu atap. Tentunya, Kawan sebagai generasi muda merasa khawatir dan insecure ketika mendengar statistik ini. Lalu, apa penyebab bagi seseorang yang terhimpit pada 'lapisan sandwich' ini?

Penyebab Menjadi Generasi Sandwich

Generasi Sandwich
Akibat seseorang masuk ke generasi sandwich adalah burnout dan stres. | Sumber: Pexels.com (Cottonbro Studio)

Pada umumnya, sandwich generation terlahir dari orang tua yang tidak produktif. Produktivitas orang tua semakin menurun karena faktor keturunan ataupun penyakit. Beberapa penyebab lainnya, yakni:

1. Kurangnya Pengetahuan Soal Finansial

Banyak motivator yang mengatakan kalau finansial itu sangat penting. Bahkan, perlu direncanakan sejak usia muda. Meskipun begitu, kebanyakan orang tua mungkin tidak mengetahui literasi keuangan ini. Mereka masih enggan untuk menabung di masa pensiun atau masih mengandalkan gaji tetap.

Mereka masih fokus untuk menabung dalam jangka pendek. Ditambah, gaya hidup orang tua semasa muda yang suka boros atau berfoya-foya. Hal itu bisa menjadi penyebab dari lahirnya generasi sandwich.

Baca juga: Pentingnya Financial Planning untuk Generasi Millennial

2. Adanya Kebiasaan Timbal Balik Orang Tua

Memang baik kita memberikan rezeki, seperti gaji kepada orang tua. Hal itulah yang membuat orang tua menggantungkan hidupnya pada anak. Sebab, orang tua tidak bekerja lagi dan posisinya harus digantikan oleh anak, khususnya anak pertama.

Nah, anak pertama merasa bahwa orang tua memiliki pengorbanan besar yang menjadi kewajibannya untuk membayar kembali. Mungkin, cara ini tidak terlalu berat jika anak tersebut belum menikah. Lalu, bagaimana jika anak itu menikah? Wah, sulit untuk dibayangkan betapa sulitnya.

3. Warisan dari Generasi Sebelumnya

Apa maksudnya? Jadi, generasi sebelumnya mungkin pernah menjadi generasi sandwich. Mereka banting tulang mencari nafkah untuk menghidupi istri, anak, dan orang tuanya. Hal itulah yang membuat mereka sulit untuk menabung. Skema itu terus berlanjut kepada anaknya karena orang tua sulit memiliki tabungan yang cukup untuk menghidupi dirinya ketika lansia.

Cara Mengurangi Generasi Sandwich

Cara ini memang sulit-sulit gampang karena mungkin orang tua akan menentangnya. Meskipun begitu, Kawan bisa menggunakan cara ini untuk keluar dari generasi sandwich.

1. Bersikap Hemat

Kebiasaan kecil melahirkan kesuksesan besar. Hal itulah yang sering dilontarkan oleh motivator-motivator dunia. Cobalah untuk membuat kebiasaan kecil dalam mengelola keuangan, seperti mencatat pemasukan dan pengeluaran.

Baca juga: Simalakama Generasi Sandwich, Pilih Master atau Bantu Keluarga

Cara itu terbilang efektif karena bisa mengontrol keuangan yang Kawan miliki. Dengan melihat hasil laporan keuangan, Kawan mungkin akan menghidari barang-barang yang tidak penting atau dibutuhkan.

2. Alokasi Keuangan dengan Bijak

Setelah bersikap hemat, Kawan harus pandai dalam mengalokasikan keuangan. Yap, ada banyak rumus pengelolaan keuangan di internet, seperti 50/30/20 atau 40/30/20. Kawan bisa menyisihkan 50% pemasukan untuk kebutuhan diri sendiri, 30% untuk cicilan bila ada, 20% untuk tabungan, 10% untuk didonasikan kepada orang tua.

Kawan juga bisa memulai perencanaan keuangan secara jangka pendek dan jangka panjang. Misalnya, dalam waktu 1 tahun, Kawan menargetkan tabungan Kawan sekitar 50 juta. Nantinya, 50 juta tersebut bisa Kawan alokasikan kembali melalui rumus di atas untuk orang tua, anak, dan diri sendiri. Lalu, dalam waktu 3-5 tahun, Kawan menargetkan tabungan Kawan sekitar 100-150 juta, Kawan bisa alokasikan kembali untuk pernikahan, rumah, atau kendaraan pribadi.

3. Bangun Side Job

Pekerjaan sampingan bisa membantu Kawan dalam mencapai target keuangan. Sebab, generasi sandwich yang bertahan lama masih mengandalkan satu sumber penghasilan. Padahal, ada banyak sumber penghasilan yang bisa Kawan cari di internet, seperti freelancer, internship, atau remote job.

Mungkin, cara ini akan memakan waktu Kawan lebih banyak. Namun, demi menghidupi diri sendiri dan mempersiapkan finansial yang matang, Kawan harus mau melakukannya.

4. Menggunakan Jasa Perawat

Jika Kawan sulit untuk merawat orang tua karena merantau, Kawan bisa menggunakan jasa perawat. Mungkin, hal ini terasa sulit bagi anak karena menitipkan orang tua kepada orang lain. Namun, Kawan juga perlu mempertimbangkan hal ini demi masa depan Kawan. Pastikan Kawan berbicara terlebih dahulu bersama orang tua, ya.

5. Curahkan Hati pada Keluarga

Kawan mungkin sulit mengungkapkan isi hati kepada orang tua karena Kawan tahu beban orang tua dulunya juga berat. Diketahui, untuk mempertahankan hubungan keluarga, Kawan perlu menjaga pola komunikasi yang asertif dan baik. Ditambah, dengan mencurahkan isi hati, Kawan akan merasa lega dan mendapat solusi dari anggota keluarga lainnya.

Itulah beberapa informasi tentang sandwich generation. Perjuangan hari ini bisa menjadi berkah di kemudian hari. Maka dari itu, tetaplah bersyukur dengan orang tua yang masih ada di sampingmu dan keluarga yang mendukung perjuangan Kawan. Semangat!

Referensi: psychology.binus.ac.id | prudentialsyariah.co.id | gramedia.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
GI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini