Riwayat Sinagoge Yahudi yang Terhapus dalam Memori Orang Surabaya

Riwayat Sinagoge Yahudi yang Terhapus dalam Memori Orang Surabaya
info gambar utama

Surabaya pernah kota yang sangat menyenangkan untuk kaum imigran Yahudi saat zaman kolonial Belanda. Mereka hidup makmur dan aman dengan berbagai profesi, ada tentara, pegawai pemerintah hingga saudagar.

Ketika itu, komunitas Yahudi di Surabaya diklaim mencapai 500 orang. Mereka bahkan mendirikan sebuah tempat peribadatan atau sinagoge. Namun jejak sinagoge itu kini telah lenyap nyaris tak tersisa.

Kue Yahudi, Kuliner Khas Ambon yang Paling Dicari Saat Ramadan

Ketua Sjarikat Poesaka Soerabaja, Freddy H Istanto mengatakan sinagoge itu berada di Jalan Kayoon, Surabaya. Tempat ibadah umat Yahudi ini dibangun oleh Joseph Ezra Izzak Nassiem pada 1948.

“Karena jumlah umat semakin banyak, perkumpulan akhirnya membeli sebidang tanah milik Nyonya Ada Henriette Burch Kruseman, di Jalan Kayoon 4-6 Surabaya, tempat di mana sinagoge Beit Hashem pernah berdiri,” kata Jeffrey Hadler, peneliti Studi Asia Tenggara dari Universitas Berkeley, Amerika Serikat.

Arsitektur sinagoge

Ilustrasi bintang David/Shutterstock
info gambar

Freddy menyebut sinagoge itu dari arsitektur rumahnya hanya terlihat pada daun pintu yang besar dan dipenuhi simbol bintang Daud. Bangunan kuno itu berlanggam Indische Imperial gaya arsitektur akhir abad 18.

Dia lantas melanjutkan bahwa tegel teraso bermotif bunga, ada juga kursi-kursi rotan, altar jati berukir, hiasan dinding bertuliskan bahasa Ibrani dan juga alat-alat musik untuk perayaan Yahudi dari logam.

“Saksi peradaban itu yang pernah lahir dan pernah besar di negeri ini, tapi ya itu sekarang entah ke mana semuanya,” ujarnya.

Para Pemeluk Agama Yahudi yang Hidup Berdampingan dengan Masyarakat Manado

Freddy menjelaskan arsitek rumah peninggalan Belanda biasanya menyesuaikan cuaca di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari jendela sinagoge yang dibuat tinggi memanjang ke atas. Hal ini bermaksud agar cahaya pagi dan angin yang masuk ke rumah lebih banyak.

“Artinya di Belanda memang cuacanya dingin, sedangkan di Indonesia cuacanya kan tropis lembab, kadang panas berlebih jadi desainnya memanfaatkan agar maksimal masuknya cahaya, serta perlunya penghawaan yang sejuk,” ujar Freddy memaparkan.

Dirobohkan

Ilustrasi Sinagoge/Shutterstock
info gambar

Tetapi kini sinagoge satu-satunya tersebut sudah rata dengan tanah. Area seluas 2.000 meter itu disebut akan dijadikan sejumlah bangunan baru, termasuk hotel. Freddy mengaku sangat menyayangkan hal tersebut.

Hal ini karena mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010, Pasal 104 dan 105 yang manan bangunan termasuk cagar budaya dilarang keras dibongkar, dan ada denda bagi siapapun yang berusaha membongkarnya.

Diketahui pembongkaran ini buntut dari aksi demonstrasi yang digelar di tengah konflik Palestina dan Israel yang kerap terjadi. Sebelum dirobohkan, tempat ibadah itu awalnya disegel walau sempat ada yang menempati.

Ideal untuk Menghilangkan Stres, Inilah 5 Hotel di Surabaya Terbaik Buat Staycation

“Saya sendiri mencoba menelusuri keturunan mereka (Yahudi) tidak ada yang tahu dan saya coba hubungi orang yang pernah tinggal di sinagoge, itu tidak mengangkat (telepon), kata Freddy.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini