Fenomena Politik Pelembagaan Korupsi: Ancaman Terhadap Keberlanjutan Pembangunan Indonesia

Fenomena Politik Pelembagaan Korupsi: Ancaman Terhadap Keberlanjutan Pembangunan Indonesia
info gambar utama

Salah satu cita-cita reformasi yang selalu dibanggakan sampai saat ini adalah bersemainya benih-benih demokrasi. Reformasi politik yang terjadi paska reformasi pada akhirnya membuka jalan otonomi daerah yang seluas-luasnya serta semakin luasnya partisipasi publik dalam setiap agenda pembangunan.

Selain itu, meningkatnya partisipasi publik dalam pembangunan seiring bertambahnya dua setengah dekade lebih pergantian kepemimpinan pemerintahan sepertinya semakin selaras dengan menguatnya politik kewargaan dalam ranah civil society.

Hal tersebut sejalan dengan artikel yang ditulis oleh Citra Indah Lestari dan Lintang Ratri Rahmiaji dengan judul “Covid-19 dan Kebingungan Masyarakat: Cermin Demokrasi Semu di Indonesia” yang menjelaskan dua argumentasi menarik soal fenomena politik demokrasi semu di Indonesia (Hidayat, 2020).

Tulisan tersebut memaparkan bahwa absennya informasi resmi pemerintah justru dapat dimanfaatkan oleh pihak lain untuk menyebarkan informasi yang keliru serta dalam kondisi darurat sekalipun justru prinsip demokrasi tidak mampu untuk menjadi katalis kolaborasi antara pemerintah dengan rakyatnya dalam bersama-sama menanggulangi dampak akibat pandemi Covid-19.

Kendati demikian, kondisi krisis sekaligus belum sempurnanya transisi demokrasi negeri ini memang masih ditandai pemilu yang transaksionis dengan karakter ‘vote minus voice’ sehingga menghasilkan pejabat publik yang koruptif serta maraknya praktik ‘shadow state’ dalam pemerintahan (Persada, 2020).

Bahkan, paska pagebluk Covid-19 menjadi saksi bahwa salah satu Menteri di Kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak terhindarkan dari kasus tindak pidana korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G beserta infrastruktur pendukungnya (Dzulfaroh, 2023).

Secara tidak langsung pagebluk Covid-19 memberikan ujian terhadap pejabat politik sekaligus publik untuk dapat menggunakan kewenangan ‘state authority’ yang dimiliki secara etis untuk kemaslahatan warga masyarakat. Mencermati dinamika pelembagaan korupsi yang tidak bisa dilepaskan dari kualitas demokrasi dan iklim politik yang ada, maka sudah semestinya reformasi politik harus segera dibenahi.

Etika Berkendara yang Hilang: Ketika Lampu Sein Dibiarkan Tetap Menyala
Gambar Hubungan antara Kepuasan Penegakan Hukum dengan Persepsi Korupsi
info gambar

Apabila persepsi korupsi yang muncul di publik terkait dengan kualitas hukum dan keamanan, maka hasilnya menunjukkan bahwa 66,46% merasa bahwa pada tingkatan korupsi yang tinggi puas terhadap aspek penegakan hukum, namun angkanya masih rendah dari pada masyarakat yang berpendapat bahwa tingkat korupsi lebih rendah (80%) (CSIS, 2022).

Namun, yang perlu dipahami adalah korupsi politik sebagai sebuah fenomena dimana para pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaannya untuk mempertahankan status, kekuasaan, dan atau keuntungan pribadi. Keberadaan korupsi politik tentu sangat mencederai sistem demokrasi di Indonesia yang pada akhirnya menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap para penyelenggara pemilu termasuk partai politik yang bertindak selaku kontestan politik (KPK, 2022). Maka, untuk mengatasi korupsi politik diperlukan political will para pemangku kepentingan serta pendidikan antikorupsi.

Korupsi politik yang meluas di negeri ini pasti memiliki dampak yang merusak pada sistem politik dan demokrasi secara keseluruhan di negara ini. Korupsi politik dalam masa pembangunan berimplikasi kepada peningkatan ketidakadilan dalam sistem politik dan hukum.

“ Kuliner sebagai Media Politik Indonesia dan Luar Negeri“

Selain itu, meningkatkan tingkat korupsi yang semakin melembaga di masyarakat baik dari sisi jumlah kasus yang terjadi maupun kerugian negara. Menjelang kontestasi pemilu 2024 tentu bisa saja menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap para kontestan dan penyelenggara pemilu.

Sehingga kualitas demokrasi di Indonesia justru tak akan pernah mengalami peningkatan kualitas yang menghasilkan sistem pelembagaan kehidupan politik yang berkemajuan. Justru dalam jangka panjang, korupsi politik akan mampu mengancam stabilitas politik serta keamanan nasional dan bahkan menghambat laju pembangunan kehidupan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Pemerintah sebagai pemegang kebijakan pasti telah melakukan segala upaya dalam memerangi korupsi politik yang telah melembaga di negara ini. Adapun tiga poin menurut (Sulistyo & Salasah) dalam tulisannya di Kompas.id, mengungkapkan bahwa: pembinaan sumber daya manusia, penataan regulasi, dan digitalisasi pemerintahan perlu untuk diupayakan secara lebih konsisten oleh pemerintah dalam memitigasi tindak pidana korupsi.

Kesimpulannya adalah fenomena korupsi yang melembaga disebabkan oleh beberapa faktor yang erat kaitannya dengan kualitas demokrasi, iklim politik, serta penegakan hukum dan keamanan. Selain itu, reformasi politik juga perlu dilakukan dengan dilandasi oleh mitigasi tindak pidana korupsi saat kondisi krisis maupun paska krisis melalui penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam arah transformasi kebijakan pembangunan di Indonesia.

Rendahnya Keterwakilan Perempuan Sebagai Capres dan Cawapres di Indonesia

Referensi:

  • https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/02/01/reformasi-hukum-semakin-mendesak
  • https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220524-bentuk-bentuk-korupsi-politik-yang-perlu-diketahui
  • https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/20/153000665/kasus-korupsi-johnny-g-plate-dan-lemahnya-integritas-para-menteri#:~:text=KOMPAS.com
  • https://nasional.tempo.co/read/1406143/lp3es-kemunduran-demokrasi-indonesia-terjadi-semakin-cepat-saat-pandemi
  • https://mediaindonesia.com/opini/305874/covid-19-dan-tantangan-demokrasi-di-indonesia
  • https://csis.or.id/publication/rilis-survei-pemilih-muda-dan-pemilu-2024-dinamika-dan-preferensi-sosial-politik-pascapandemi/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini