Menelusuk Mencari Pinus, Emas Hijau Desa Tontayuo, Warga Sendiri Masih Asing!

Menelusuk Mencari Pinus, Emas Hijau Desa Tontayuo, Warga Sendiri Masih Asing!
info gambar utama

Sudah kurang lebih 2 minggu mahasiswa KKN-PPM UGM berada di Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo. Mendengar nama ‘Batudaa Pantai’, pasti langsung terngiang dalam benak kawasan pesisir dengan desa-desa nelayan yang menawarkan berbagai komoditas ikan. Hal itu memang benar adanya, tetapi kata ‘Batudaa’ yang berarti batu besar juga merujuk pada dataran tinggi yang langsung bertemu dengan pesisir. Alhasil, masyarakat Batudaa Pantai punya 2 pilihan: mencari nafkah di laut atau di gunung.

Cabai, cengkeh, dan kelapa menjadi hasil perkebunan yang umum dijumpai di Batudaa Pantai. Namun, di Desa Tontayuo, salah satu desa di kecamatan ini, ada potensi ekstra berupa getah pinus. Kepala Desa Tontayuo, Bapak Dikson, menuturkan bahwa keberadaan hutan pinus di desanya adalah hasil penanaman pada 1982 oleh pemerintah dengan tujuan menjadikannya sebagai kawasan lindung. Hutan pinus tersebut kini sudah mendapat izin pemanfaatan.

Mahasiswa KKN UGM Unit JT-045 Turut Merayakan Panen Raya Kentang Dieng Kulon, Banjarnegara

Sayangnya, masyarakat desa hampir tidak ada andil dalam pengelolaan potensi pinus ini. Alih-alih mengelola, masyarakat bahkan tidak tahu untuk apa getah pinus itu sebenarnya. Pengerjaan sadap getah sepenuhnya dilakukan oleh tenaga kerja dari Jawa.

Penasaran dengan keberadaan pinus di Tontayuo, mahasiswa KKN-PPM UGM ditemani dengan mahasiswa UNG (Universitas Negeri Gorontalo) yang juga sedang mengikuti KKN di lokasi yang sama dan sejumlah warga lokal pun melakukan pengecekan langsung di lokasi. Butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan menggunakan motor dan berjalan kaki menyusuri hutan. Akses jalan tani yang baru sebagian diperbaiki pun menambah sulitnya akses.

Lahan pinus di Desa Tontayuo mencapai 10 hektar, tetapi persebaran tanamannya tidak merata dan sudah menyatu dengan hutan alam | Sumber: Ufaira Rafifa Huda
info gambar

Sesampainya di lokasi, mahasiswa KKN bertemu dengan Bapak Rohman (disapa akrab Mas Rohman) selaku satu-satunya pekerja sadap pinus yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Selama bekerja, Mas Rohman tinggal sendiri di gubuk yang lokasinya bersebelahan dengan lahan pinus yang digarapnya sembari hidup dengan apa yang disediakan alam Tontayuo dan juga pemberian dari masyarakat. Mas Rohman sendiri pun baru 4 bulan menekuni pekerjaan ini. Awalnya ia datang tidak sendiri, namun sudah sekitar 4 orang kawan kerjanya datang dan pergi karena tak betah jauh dari kampung halaman.

Mengenal Ragam Kebudayaan dan Wisata Lokal di Desa Laksana Bersama Tim KKN-PPM UGM 2023

Menurut penuturan Mas Rohman, lahan pinus di Desa Tontayuo mencapai 10 hektar, tetapi persebaran tanamannya tidak merata dan sudah menyatu dengan tanaman rimba. Produksi getahnya pun hanya 1,5 ton/bulan. Berdasarkan pengalamannya bekerja di hutan tanaman, potensi sesungguhnya dari hutan pinus Tontayuo bisa mencapai 2-3 ton/bulan.

Produksi saat ini yang belum maksimal diduga dikarenakan pekerja sebelumnya yang memanen getah secara berlebihan, terlihat dari koakan sadap terdahulu yang terlalu lebar. Menurut Mas Rohman, hasil sadap pinus kemudian dibawa ke kota Gorontalo untuk kemudian dikirim ke industri di Palu, Makassar, dan Manado. Mas Rohman biasa mendapat jatah penjualan Rp 6.000,00/kg.

Adanya perpaduan tanaman kehutanan dan pangan akan membuat masyarakat lebih awas dengan kelangsungan hutan pinus | Sumber: Ufaira Rafifa Huda
info gambar

Meski menjadi ladang nafkahnya, Mas Rohman pun rupanya punya keprihatinan yang sama dengan mahasiswa KKN, yaitu hasil bumi Tontayuo yang tidak dikelola oleh masyarakatnya sendiri. Dari hasil pengamatan mahasiswa KKN di lapangan, lahan hutan pinus masih dapat dipadukan dengan tanaman pangan seperti bawang, cabai, dan tomat. Jenis-jenis ini ditanam di area yang kerapatan hutan pinusnya tidak tinggi atau di area lereng sekitar yang masih memungkinkan untuk ditanam. Sistem ini disebut dengan agroforestri.

Adanya perpaduan tanaman kehutanan dan pangan akan membuat masyarakat lebih awas dengan kelangsungan hutan pinus. Masyarakat juga perlu diberi pelatihan agar kelak bisa mengurus dan memanen hutan pinus tanpa membahayakan produktivitasnya di masa mendatang.

Mahasiswa KKN UGM Unit JT-045 Turut Merayakan Panen Raya Kentang Dieng Kulon, Banjarnegara

Penulis: Geraldy Kianta, Fakultas Kehutanan UGM

Fotografer: Ufaira Rafifa Huda, Fakultas Pertanian UGM

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini