Mengenal Fast Fashion, Tren Berpakaian Populer di Indonesia

Mengenal Fast Fashion, Tren Berpakaian Populer di Indonesia
info gambar utama

Sudahkah Kawan mengenal fast fashion? Fenomena industri pakaian ini menawarkan tren fesyen terkini dengan harga murah dan waktu produksi yang cepat. Merk-merk branded seperti H&M (Swedia), ZARA (Spanyol), dan UNIQLO (Jepang), sekejap masuk ke dalam pasar dalam negeri sebagai merek dengan prestise tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia.

Di era digital, sebagian besar masyarakat mudah terkoneksi dengan dunia virtual. Melalui platform media sosial, mereka dapat melihat tren outfit terkini, influencer fesyen, dan merek-merek pakaian yang populer.

Fast fashion dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan tren ini dan menawarkan produk-produk murah yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen secara instan.

Baca Juga: Hari Kesadaran Hiu, Jadikan Momentum untuk Selamatkan Si Penjaga Ekosistem Laut

Budaya Pakaian Sekali Pakai

Namun, di balik kenyamanan dan gaya trendy yang ditawarkan oleh fast fashion, terdapat dampak sosial dan lingkungan yang serius. Fast fashion mendorong budaya pemakaian sekali pakai yang cukup besar dilakukan oleh masyarakat global. Di tahun 2014, rata-rata orang memiliki 60% lebih banyak produk pakaian dibandingkan rata-rata konsumen pada tahun 2000.

Banyak produk diproduksi dengan kualitas rendah dan tidak tahan lama. Konsumen didorong untuk terus membeli pakaian baru untuk mengikuti tren, sehingga menghasilkan limbah tekstil yang sangat besar. Model fesyen ini tidak berkelanjutan dan berpotensi memberikan tekanan limbah pada lingkungan.

“Terdapat 33 juta ton tekstil yang diproduksi di Indonesia, 1 juta ton diantaranya menjadi limbah tekstil,” ungkap Annika Rakhmat, Co-Founder dari Our Reworked World, sebuah Non Governmental Organization (NGO) yang bergerak di bidang kampanye slow fashion.

Pada tahun 2018, tercatat hampir 280 ton total limbah beracun yang dibuang ke Sungai Citarum setiap hari, termasuk air limbah dan pabrik-pabrik tekstil.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2021 pun mengklaim bahwa Indonesia telah menghasilkan 2,3 ton limbah tekstil atau fesyen. Angka tersebut setara dari 12% total sampah yang dihasilkan di Indonesia. Faktanya, hanya 0,3% juta ton dari persentase tersebut yang bisa didaur ulang.

Selain itu, fast fashion seringkali didukung oleh kondisi kerja yang tidak manusiawi di pabrik-pabrik garmen. Banyak merek fast fashion memindahkan produksi mereka ke negara-negara dengan biaya tenaga kerja murah, seringkali mengorbankan hak-hak pekerja.

Produksi cepat dan permintaan produk murah berpotensi membuat buruh menghadapi upah rendah, jam kerja yang panjang, kondisi kerja yang tidak aman, dan bahkan eksploitasi tenaga kerja.

Fesyen yang Bertanggung Jawab

Untuk mengurangi dampak fast fashion, Kawan dapat mengadopsi perilaku dan sikap memilih fesyen yang lebih berkelanjutan.

Membeli pakaian bekas atau thrifting, mendukung merek-merek ramah lingkungan dan etis, serta melakukan tindakan seperti memperbaiki atau mendaur ulang pakaian yang rusak dapat menjadi salah satu alternatifnya. Aksi ini dapat mengurangi dampak limbah fast fashion sekaligus memperoleh pakaian dengan harga yang lebih murah dan terjangkau.

Selain itu, perlu adanya kesadaran pula dari diri sendiri untuk berbelanja pakaian lebih sedikit sesuai kebutuhan, tentu dengan memperhatikan kualitas pakaian yang bisa dipakai berulang kali sekaligus penggunaan bahan yang mampu didaur ulang seperti katun organik, wol, kain serat bambu, dan sebagainya.

Baca juga: Eksportir Wajib Simpan Dolar di RI Minimal 3 Bulan Mulai 1 Agustus

Kampanye Sosial Melawan Konsumerisme

Generasi Z menjadi pihak yang paling berpengaruh untuk berkontribusi sebagai suara yang kuat dalam menuntut perubahan di industri fast fashion.

Dengan kampanye sosial berbagi informasi dan saran tentang fesyen berkelanjutan melalui platform media digital, Kawan mampu menginspirasi orang lain untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Selain itu, kampanye sosial juga mempengaruhi perubahan di industri fashion secara keseluruhan. Beberapa merek fesyen besar mulai menyadari pentingnya keberlanjutan dan memperkenalkan inisiatif yang lebih ramah lingkungan. Mereka berinvestasi dalam bahan-bahan daur ulang, mendukung praktek kerja yang adil, dan mengurangi dampak lingkungan dari rantai pasokan mereka.

Fast fashion seharusnya tidak lagi menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia. Melalui pengembangan kesadaran masyarakat tentang dampak fast fashion dan edukasi sosial, Kawan dapat membantu menciptakan masa depan fesyen yang lebih bertanggung jawab.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

CH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini