Indonesia dan Perancis Rencanakan Kerja Sama untuk Peningkatan Ekonomi

Indonesia dan Perancis Rencanakan Kerja Sama untuk Peningkatan Ekonomi
info gambar utama

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, di Paris pada Jumat (21/7/2023).

Sebagaimana bersumber dari InfoPublik, pertemuan ini bertujuan untuk membahas peningkatan kerja sama ekonomi antara kedua negara. Dalam pertemuan tersebut, Retno Marsudi mengundang Prancis untuk berinvestasi dalam beberapa sektor di Indonesia, termasuk transisi energi, hilirisasi industri, dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Menurut Retno, Prancis telah berkomitmen untuk menginvestasikan 500 juta euro (sekitar Rp8,35 triliun) untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Selain itu, Retno juga menekankan pentingnya penyelesaian perundingan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA).

IEU-CEPA adalah perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi yang menguntungkan bagi kedua pihak. Perjanjian ini masih dalam tahap perundingan, dan perundingan putaran ke-15 telah diselesaikan di Yogyakarta. Pada putaran tersebut, kedua pihak mencapai kesepakatan pada bab kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas (ECCB).

ECCB menjadi bab ketujuh yang telah diselesaikan dalam perundingan IEU-CEPA. Perundingan putaran ke-16 direncanakan akan dilaksanakan pada akhir tahun 2023 di Brussels, Belgia.

RI Bakal Gelar KTT AIS Forum 2023, Ajang Kolaborasi Negara Pulau-Kepulauan

Diskusi soal regulasi EUDR & EUER

Pada pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, juga menyampaikan kekhawatiran terkait dengan regulasi deforestasi Uni Eropa (EUDR) dan peraturan penegakan perdagangan internasional Uni Eropa (EUER).

Kekhawatiran ini berhubungan dengan potensi gangguan terhadap negosiasi antara Indonesia dan Uni Eropa dalam rangka mencapai perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (IEU-CEPA).

“Indonesia sangat menentang pemberlakuan EUDR dan EUER,” ujar Retno, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/7/2023).

Uni Eropa telah memberlakukan kebijakan EUDR yang mengharuskan eksportir melakukan verifikasi untuk memastikan produknya tidak berasal dari daerah yang mengalami deforestasi atau penggundulan hutan. Jika terjadi pelanggaran, eksportir dapat dikenakan denda hingga 4 persen dari pendapatan yang diperoleh Uni Eropa.

Beberapa produk ekspor yang menjadi fokus kebijakan EUDR adalah minyak sawit dan produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, daging sapi, kayu, karet, kertas, dan kulit.

Sementara itu, EUER merupakan kebijakan perdagangan internasional Uni Eropa yang terkait dengan penyelesaian sengketa larangan ekspor bijih nikel Indonesia. Saat ini, sengketa tersebut masih dalam tahap banding di Badan Banding Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Namun, hingga saat ini, Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu pembentukan kembali Badan Banding WTO setelah Amerika Serikat memblokir pemilihan anggota Badan Banding tersebut.

Dengan adanya kebijakan EUER, Uni Eropa memiliki wewenang untuk menegakkan kewajiban internasional yang telah disetujui oleh anggota-anggota WTO dalam menyelesaikan masalah larangan ekspor dan hilirisasi nikel dari Indonesia.

Singapura Geser Jepang Jadi Pemilik Paspor Terkuat di Dunia, RI Nomor Berapa?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini