BMKG Dorong Pembentukan Tsunami Ready Community untuk Wilayah Rawan Bencana

BMKG Dorong Pembentukan Tsunami Ready Community untuk Wilayah Rawan Bencana
info gambar utama

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendorong negara-negara rawan tsunami untuk segera membentuk Tsunami Ready Community. Langkah ini dianggap sebagai strategi efektif dalam mengurangi risiko tsunami dan mengurangi jumlah korban.

Bersumber dari keterangan tertulis BMKG, Kepala BMKG, Dwikorita, menyampaikan hal ini saat menjadi pembicara dalam forum The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) Disaster Resilience Week dan sesi ke-8 dari Committee on Disaster Risk Reduction yang berlangsung pada tanggal 24-25 Juli 2023 di Bangkok.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa ICG/IOTWMS yang dipimpinnya telah memberikan dukungan dan peran aktif dalam program tsunami ready yang digagas oleh UNESCO-IOC, sebagai bentuk dukungan dalam mencapai SAFE OCEAN melalui program UN Decade on Ocean Science.

Saat ini, di wilayah Samudra Hindia terdapat 11 komunitas yang telah diakui sebagai Tsunami Ready Community, di mana 9 di antaranya berasal dari Indonesia dan 2 lainnya dari India.

Salah satu komunitas yang telah diakui sebagai Tsunami Ready Community adalah Desa Tanjung Benoa, Bali. Pengakuan ini diberikan kepada Tanjung Benoa pada pertemuan Global Platform on Disaster Risk Reduction (GPDRR) pada bulan Mei 2022, sebagai bagian dari upaya untuk menggalakkan kegiatan ini.

"Tsunami Ready tidak hanya dapat diimplementasikan di sektor pariwisata saja, namun juga di sektor infrastruktur kritis seperti bandara dan pelabuhan, dengan melibatkan pengelola dan peran aktif masyarakat dan Pemerintah Daerah setempat," imbuhnya.

Belajar dari Gempa Cianjur: Minusnya Skema Mitigasi dalam Pengelolaan Bencana

Kebutuhan untuk mitigasi

Pada kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyatakan bahwa ada beberapa kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi untuk memperkuat sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami.

Pertama, pentingnya melakukan observasi sistematis dan pengukuran standar untuk peringatan dini. Oleh karena itu, diperlukan integrasi semua alat seismik dan observasi ke dalam jaringan yang komprehensif.

Kedua, perlunya inovasi sains untuk mengatasi tsunami non-seismik.

Ketiga, pentingnya pertukaran data antar institusi. Kejadian tsunami di Selat Sunda menekankan pentingnya memasukkan data aktivitas gunung berapi ke dalam sistem peringatan dini tsunami. Fakta bahwa gunung berapi dapat memicu tsunami menuntut kesiapsiagaan yang komprehensif.

Terakhir, pentingnya kesiapan komunitas masyarakat. Untuk mendorong tindakan dan kesiapsiagaan dini, informasi yang komprehensif dan mudah dipahami, ditambah dengan program Pendidikan terkait bencana, menjadi sangat penting.

Benarkah Perilaku Hewan Bisa Jadi Pertanda Datangnya Bencana Alam?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini