Menyelenggarakan Pesta Besar ketika Berkabung Ala Masyarakat Toraja

Menyelenggarakan Pesta Besar ketika Berkabung Ala Masyarakat Toraja
info gambar utama

Masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan sejak lahir hingga mati baik suka maupun duka selalu menyelenggarakan upacara dan pesta. Orang Toraja memandang pesta sebagai ajang pertaruhan gengsi.

Hal ini bisa disaksikan dalam upacara rambu solo’ untuk memberi penghormatan sebesar-besarnya bagi mendiang Abraham Sangka di Tongkonan Se’pon. Sebelum dikuburkan, jenazah Abraham diawetkan selama 11 bulan.

Sedikitnya 46 kerbau dan 150 babi disembelih untuk kepentingan rambu solo’. Beberapa kerbau yang dikorbankan termasuk kelas istimewa yakni kerbau belang (tedong bonga) yang harganya bisa mencapai Rp200 juta per ekor.

Paruki’ dan Sarita, Kain Tenun yang Hiasi Upacara Sakral Suku Toraja

“Kami menghargai hidupnya. Setelah tedong bonga dipotong, dianggap sebagai daging biasa,” ujar Samuel Kadang, keponakan Abraham. yang dimuat Kompas.

Abraham harus dikuburkan dengan cara seperti itu karena semasa hidupnya menjabat parenge atau kepala adat di Tongkonan Se’pon. Putra Abraham, Yusuf Sangka mengatakan biaya upacara tidak hanya ditanggung anak-anak, tetapi para kerabat.

“Siapa saja yang ada kelebihan biasanya membantu sesuai kemampuan,” ujar Yusuf.

Layaknya pesta

Disebutkan oleh Yonatan Mangallo, pendeta yang memimpin misa penguburan Abraham Sangka, kematian di Toraja memang harus dirayakan karena dipandang sebagai puncak kehidupan atau tallu lolona.

“Kematian bukan untuk ditakuti, melainkan justru membebaskan,” jelasnya.

Sejarah Rumah Tongkonan, Rumah Adat Sulawesi Selatan yang Disakralkan Suku Toraja

Momen seperti itu biasanya melibatkan dan disaksikan oleh ribuan orang dengan berlatar belakang. Bukan saja kerabat, tetapi juga para wisatawan yang hadir untuk melihat upacara seperti mallaga tedong atau adu kerbau.

Tanpa diundang, mereka mengalir dari berbagai sudut Toraja. Sebagian datang karena hendak berjudi dengan objek kerbau yang diadu. Mereka memasang taruhan dengan nilai terendah Rp300 ribu.

Pertaruhan gengsi

Selain untuk menghormati nenek moyang, sebagian orang Toraja memandang pesta sebagai ajang pertaruhan gengsi. Orang Toraja tak mau dipandang tidak mampu karena gengsinya sangat tinggi.

Dedi Pasolang, seorang pemuda Kampung Eran Baru menyatakan tak sedikit kenalan dan kerabatnya harus menanggung utang demi menyumbang keperluan pesta. Pasalnya mereka yang pernah menerima sumbangan pesta merasa wajib mengembalikannya.

Merinding, Wisata Makam Para Leluhur Toraja

Apalagi ada kebiasaan penyelenggara pesta yang memeriksa kembali catatan keluarga yang pernah dikunjungi atau disumbang saat mereka menggelar pesta. Pihak yang ada di daftar itu diprioritaskan untuk diundang,

“Tidak selalu untuk menuntut pengembalian sumbangan tapi untuk menjaga persaudaraan,” tuturnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini