Membedah Awal Mula Jalan Kembang Jepun, Benarkah Lokalisasi Wanita Jepang?

Membedah Awal Mula Jalan Kembang Jepun, Benarkah Lokalisasi Wanita Jepang?
info gambar utama

Kembang Jepun merupakan jalan sepanjang kurang lebih 750 meter, yang berada di Kota Surabaya, Jawa Timur. Walau dinamakan Kembang Jepun, tetapi lokasi ini merupakan pusat bisnis Pecinan tertua di Surabaya.

Dinukil dari Historia, masyarakat Surabaya menamakan Kembang Jepun karena dahulunya menyimpan sejarah perdagangan sejak masa penjajahan Jepang. Disebutkan tempat itu merupakan daerah lokalisasi para pelacur dari Jepang atau Karayuki-san.

Loge de Vriendschap, Bangunan Jejak Kelompok Freemason di Hindia Belanda

“Karena itulah kemudian berkembang sebuah teori bahwa nama Kembang Jepun disematkan pada kawasan itu karena terkenalnya para kembang dari Jepang itu,” jelas Osa Kurniawan Ilham dalam Meninjau Kembali Narasi Kembang Jepun.

Disebutkan bahwa narasi tentang lokalisasi di Kembang Jepun muncul dalam beberapa novel seperti Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer dan juga Remy Sylado dalam Kembang Jepun.

Sementara itu Akira Nagazumi pada Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang juga menulis soal kedatangan orang-orang dari Jepang yang berimigrasi ke wilayah Hindia Belanda pada Zaman Meiji.

“Mereka datang dengan berbagai profesi, termasuk sebagai pelacur dan germo untuk mengadu peruntungannya di sini,” paparnya.

Kedatangan para pelacur?

Zaman Meiji tercatat mulai berlangsung dari tahun 1868 hingga 1912. Berdasarkan arsip yang ada, disebutkan oleh Osa, baru sekitar tahun 1885 para pelacur asal Jepang itu mulai menetap di Hindia Belanda.

Menukil dari catatan Muraoka Iheiji, seorang penyuplai para pelacur Jepang ke Asia menulis bahwa tahun 1894, dia membawa sekitar 7 atau 8 orang perempuan ke Banjarmasin untuk bekerja di rumah bordil dan salon potong rambut.

“Lalu lima bulan kemudian membawa sebagian dari mereka ke Surabaya untuk menjadi penunggu tamu di kedai kopi yang dia bangun di sana,” jelasnya.

Kenangan Surabaya Night Carnival yang Sempat Hibur Warga Kota Pahlawan

Walau begitu, dia mencatat hingga tahun 1899 di Surabaya tidak ada rumah bordil Jepang yang resmi. Hanya ada 3 orang Jepang yang membuka rumah bordil berkedok kedai kopi dan salon dengan memperkerjakan 3-4 orang perempuan Jepang.

“Jadi sampai tahun 1899 operasi karayuki-san di Surabaya tidaklah semasif yang dituturkan dalam karya-karya sastra sebelumnya, yang seakan-akan menggambarkan Kembang Jepun sebagai Red-light District di Surabaya,” tegas Osa

Berasal dari nama bunga

Osa menyatakan pada peta Surabaya tahun 1866 yang dibuat oleh T.W.A Roessner secara jelas menulis nama Kembang Djepoen. Padahal Zaman Meiji baru dimulai dua tahun kemudian, apalagi para pelacur Jepang diperkirakan baru datang pada 1885.

Selain itu Alfred Russel Wallace dalam bukunya The Malay Archipelago menulis nama kapal yang ditumpanginya selama 20 hari dari Singapura adalah Kembang Djepoon. Kapal itu diawaki oleh kru Jawa dan dinakhodai orang Inggris.

Riwayat Sinagoge Yahudi yang Terhapus dalam Memori Orang Surabaya

Menurut Osa, digunakan nama Kembang Djepoen sebagai nama kapal milik pedagang Tionghoa memberikan indikasi kuat bahwa nama Kembang Jepun memang sudah dikenal luas di tahun 1856, bukan sebagai kawasan pelacur Jepang.

“Tetapi sebagai kawasan perdagangan, perbankan, dan jasa yang sangat ramai pada masanya,” ucapnya.

Karena itu, dirinya menduga ada keterkaitan antara Kembang Jepun dengan nama tanaman yang tumbuh di daerah itu. Tanaman itu bernama Kembang Jepun atau Nerium Oleander, sebuah tanaman Afrika Utara yang indah dan cantik, namun mematikan.

“Karena getahnya mengandung racun sehingga sampai sekarang masih banyak dipakai orang untuk melakukan bunuh diri,” jelasnya.

Referensi:

  • Historia, Meninjau Kembali Narasi Kembang Jepun
    https://historia.id/amp/urban/articles/meninjau-kembali-narasi-kembang-jepun-vYMOq

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini