Legenda Putri Ayu Limbasari, Cerita Kecantikan yang Membawa Petaka

Legenda Putri Ayu Limbasari, Cerita Kecantikan yang Membawa Petaka
info gambar utama

Desa Limbasari yang terletak sekitar 15 km dari pusat Kota Purbalingga menyimpan banyak kekayaan. Mulai dari potensi temuan peninggalan neolitikum, batik tulis, wisata alam Patrawisa sampai legenda Putri Ayu Limbasari.

Sosok Putri Ayu Limbasari tidak lepas dari seorang penyebar dakwah dari Turki bernama Syech Gandiwasi. Dirinya datang kepada Panembahan Senopati di Mataram untuk memohon izin untuk dapat menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Mengenal Asal Mula Purbalingga Dikenal sebagai Kota Knalpot

Syekh Gandiwasi ini bisa menyingkirkan gangguan makhluk halus hingga menghasilkan nama wilayah Desa Dagan. Setelah melakukan perjalanan, Syekh Gandiwasi kemudian tinggal di sebuah hutan yang dikenal dengan nama Limbasari.

Sosok pendakwah ini memiliki seorang murid bernama Ketut Wlingi. Kela murid ini dinikahkan dengan anaknya yang bernama Siti Rumbiah. Dari pernikahan ini, dianugerahi seorang putri bernama Sri Wasiati.

“Sri Wasiati inilah yang kemudian dikenal dengan julukan Putri Ayu Limbasari,” tulis Sekdes Limbasari, Edi Purwanto.

Sosok cantik

Sri Wasiati ini terkenal akan kecantikannya yang mempesona mata banyak orang. Tidak terkecuali para adipati yang berada di sekitarnya. Lamaran yang datang secara bersamaan ini membuat Sri Wasiati bingung.

Karena itulah, adik dari Sri Wasiati yakni Wlingi Kusuma memberikan syarat agar bisa mengalahkannya supaya dapat menimang kakaknya. Tetapi kesaktian Wlingi Kusuma membuatnya tak bisa dikalahkan.

Namun para adipati ini melakukan kecurangan dengan mengeroyok Wlingi Kusuma. Mereka kemudian memotong bagian tubuh, lantas menguburkan beberapa bagian tubuh dari Wlingi Kusuma tersebut.

Desa Wisata Onje, Berwisata Sekaligus Menapaki Sejarah Kabupaten Purbalingga

Kematian Wlingi Kusuma yang tidak semestinya membuat Sri Wasiati semakin bingung. Sehingga memohon petunjuk dari Tuhan Semesta Alam. Dirinya pun melakukan tapa pendem hingga meninggal dunia.

Sri Wasiati mengambil langkah itu agar bisa menyelamatkan desanya. Pasalnya bila dirinya memilih salah satu adipati, akan banyak orang yang datang ke desanya untuk melakukan tindakan kriminal.

“Setelah kejadian ini, keluarga Putri Ayu Limbasari meninggalkan padepokan dan menuju ke Srandil hingga akhir hayat mereka,” pungkasnya.

Dekonstruksi ulang

Kisah Putri Ayu Limbasari masih banyak dikenang oleh masyarakat Purbalingga. Salah satunya pada pentas lakon Tapa Pendem dalam rangkaian Workshop dan Pentas Teater Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga.

Sutradara sekaligus penulis naskah, Ikrom Rifai menjelaskan pementasan Tapa Pendem merupakan hasil adaptasi dari cerita legenda Putri Ayu Limbasari dengan konsep dekonstruksi ulang.

“Konsep dekonstruksi ulang dalam penggarapan pertunjukan ini secara garis besar berusaha mengambil konflik dan alur utama cerita legenda Putri Ayu Limbasari. Seting waktu dalam pertunjukan ini memang sengaja dibuat lebih modern,” katanya.

Sanggar Wisanggeni dan Upaya untuk Melestarikan Calung Purbalingga ke Generasi Muda

Sementara itu, Faizal Anggoro dari Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI yang hadir malam itu mengatakan, Workshop Teater dan Pentas Empat Titik oleh Katasapa bisa menjadi wadah bagi masyarakat khususnya di Purbalingga.

“Kami berharap Fasilitas Bidang Kebudayaan ini dapat membantu para pegiat budaya terutama di tengah pandemi ini untuk tetap dapat berkreasi dan melestarikan kebudayaan di daerahnya,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini