Koto Gadang: Negeri yang Melahirkan Tokoh Besar Minangkabau

Koto Gadang: Negeri yang Melahirkan Tokoh Besar Minangkabau
info gambar utama

Nagari Koto Gadang, salah satu negeri di Sumatera Barat, merupakan salah satu daerah yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional. Tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Koto Gadang di antaranya adalah Haji Agus Salim (mantan menteri luar negeri), Rohana Kudus (aktivis pers perempuan), Abdul Halim (mantan Perdana Menteri masa RIS), Abdul Muis (sastrawan), Mr Assaat (mantan presiden RI dalam RIS), dan banyak lagi.

Kelahiran para tokoh-tokoh nasional itu tak bisa dilepaskan dari semangat zaman amai-amai (sebutan lokal untuk ibu-ibu di Koto Gadang) agar anak-anaknya bisa masuk sekolah modern yang kala itu cuma ada di Bukittinggi. Konon terdapat ujaran amai-amai Koto Gadang kala itu, "Biarlah tergadai sawah dan ladang asal anak-anak amai bisa masuk sekolah modern di Bukittinggi".

Dunia Kemadjoean

Haji Agus Salim
info gambar

Koto Gadang adalah sebuah nagari kecil, beberapa kilometer dari Kota Bukittinggi. Nagari ini berbatas hutan rimba dan Ngarai Sianok dengan aliran sungainya yang jernih, tetapi bila hujan lebat tiba-tiba saja banjir datang melanda sekitarnya. Biasanya anak-anak Koto Gadang mesti melewati jalan kecil yang melintasi rimba bukit barisan, melewati Ngarai Sianok yang tenang, dan mendaki perbukitan agar sampai ke Kota Bukittinggi untuk bersekolah.

Orang-orang Kota Gadang sejak lama mendapat perhatian khusus dari pemerintah kolonial. Datuk-datuk mereka dulunya merupakan pendukung utama tentara Belanda melawan Kaum Padri di pertengahan abad ke-19. Maka, ketika masa kolonial Belanda mulai mapan di Minangkabau dan mendirikan sekolah-sekolah modern, anak-anak Kota Gadang mendapatkan keuntungan yang tak didapat anak-anak kampung dari nagari lain.

Bersekolah pada awal abad ke-20 merupakan kemewahan bagi anak-anak Minang. Mereka kala itu menyebut bersekolah dengan pergi meraih kemadjoean.

Kemadjoean adalah ungkapan orang-orang Minangkabau yang membedakan mereka dengan sebutan bodoh, kolot, dan tradisional. Kemadjoean diukur dengan level pendidikan yang didapat dari sekolah-sekolah modern, dalam hal ini sekolah buatan pemerintah kolonial.

Orang-orang Kota Gadang dapat bersekolah sampai ke tingkatan tertinggi. Mereka sejak dekade pertama abad ke-20 telah meraih titel sarjana dengan melanjutkan studi ke Batavia, bahkan ke Belanda. Kebanyakan dari mereka memasuki sekolah tinggi hukum di Jawa atau Eropa. Jadi tak heran, setengah anak-anak Koto Gadang menjadi ambtenaar kolonial dalam bidang peradilan. Banyak dari mereka kemudian bekerja sebagai jaksa, sebagaimana ayah dari Haji Agus Salim bernama Mr. Sutan Mohammad Salim.

Keluarga Sutan Mohammad Salim merupakan salah satu anak Koto Gadang yang mendapat keuntungan kolonial melalui pendidikan modern. Anak-anaknya mendapatkan kesempatan belajar ke berbagai level pendidikan.

Baca juga: WIES 2023 di Padang, Wujudkan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal Dunia

Agus Salim sendiri adalah lulusan HBS (Hoogere Burgerschool) sekolah menengah dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Anak Sutan Mohammad Salim yang lain, Abdul Chalid Salim, terkenal sebagai penulis handal dan tokoh pergerakan nasional yang akhirnya dibuang Belanda ke Digul karena tajam kritiknya pada pemerintah.

Setidaknya secara umum, anak-anak Koto Gandang menguasai dua bidang ilmu pengetahuan modern: hukum dan tulis-baca huruf latin dalam Bahasa Belanda. Selain kebanyakan menjadi jaksa di berbagai daerah di Sumatra, basampai ke Jawa dan tempat lain di Hindia-Belanda. Anak-anak Koto Gadang juga handal dalam dunia kepengarangan. Salah seorang dari mereka adalah Abdul Muis.

Abdul Muis merupakan pahlawan nasional pertama Indonesia. Ia awalnya terjun ke dalam dunia kewartawanan sebelum masuk pergerakan nasional di bidang politik. Putra Koto Gadang ini menjadi redaktur surat kabar Bintang Hindia. Anak-anak Koto Gadang juga handal dalam dunia kepengarangan. Salah seorang dari mereka adalah Abdul Muis.

Abdul Muis merupakan pahlawan nasional pertama Indonesia. Ia awalnya terjun ke dalam dunia kewartawanan sebelum masuk pergerakan nasional di bidang politik. Putra Koto Gadang ini menjadi redaktur surat kabar Bintang Hindia. Sebelum menjadi salah seorang pimpinan Sarekat Islam, ia telah melanglang buana sebagai korektor bahasa, terutama Bahasa Belanda.

Ketika Abdul Muis aktif di politik ia menjadi ancaman pemerintah kolonial. Pemerintah kemudian melarangnya kembali ke Minangkabau dan mengasingkannya ke tanah Sunda, Garut. Selepas dari pergerakan politik anti-kolonial, Abdul Muis muncul sebagai sastrawan berpengaruh. Novelnya Salah Asuhan menjadi salah satu tonggak dasar terbentuknya kesusasteraan Indonesia modern.

Nagari Modern

Selain orang-orangnya, Koto Gadang merupakan nagari paling modern di banding daerah lain di Minangkabau kala itu. Nagari ini kala itu telah mengenal rumah batu sebagai pengganti Rumah Gadang mereka. Rumah-rumah di Koto Gadang rerata telah berdiri secara permanen dengan cat-cat kapur, dan atap seng menggantikan ijuk yang selama ini menjadi ciri khas Rumah Gadang.

Demikian juga jalan-jalan yang menghubungkan antar-jorong (desa) yang ada di nagari Koto Gadang. Jalan-jalan itu tampak bagus, keras, dan sebagian telah menggunakan semen. Sementara orang Minangkabau lain mengambil air ke sungai-sungai. Tapi orang Koto Gadang telah menikmati aliran air ledeng yang mengalir ke rumah-rumah mereka.

Prestise nagari Koto Gadang pada masa kolonial telah membuat iri banyak orang di nagari-nagari lain. Koto Gadang menjadi rujukan utama kemadjoean bagi orang-orang nagari di sekelilingnya.

Baca juga: Lamak Bana! Nasi Padang Ini Bisa Awet Setahun Tanpa Pendingin

Kini Koto Gadang tampak sunyi. Banyak anak-anak Koto Gadang pergi merantau. Bila Kawan ke nagari ini sekarang maka akan tampak rumah-rumah besar sebagai saksi betapa majunya orang Koto Gadang dulunya. Sayang rumah-rumah indah berhias itu telah bersunyi sembari menunggu kapan hembusan gigil dingin mengoyak dinding-dinding mereka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini