4 Poin Penting Soal Aturan Social Commerce Dilarang Jualan

4 Poin Penting Soal Aturan Social Commerce Dilarang Jualan
info gambar utama

Pemerintah Indonesia resmi melarang perusahaan social commerce seperti TikTok Shop, Instagram Shopping, dan lainnya, untuk menerapkan transaksi perdagangan. Aturan ini ditetapkan melalui pengesahan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki menegaskan, pemerintah tidak menutup social commerce, tapi mengharuskan media sosial terpisah dari platform e-commerce karena punya potensi monopoli pasar. Dia juga menyebut, pelarangan ini tidak akan merugikan para pelaku usaha.

Payung hukum ini justru dibuat untuk mendukung pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, melindungi konsumen, serta mendorong perkembangan perdagangan melalui sistem elektronik.

Social Commerce dan Larangan Pemerintah Imbas Harga Tak Masuk Akal

Poin penting aturan larangan social commerce

Setidaknya ada empat poin penting yang tercantum dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 itu. Pertama, media sosial dan e-commerce harus dipisah. Tidak boleh ada penyatuan bisnis antara keduanya. Social commerce hanya boleh dijadikan sarana penawaran barang atau jasa.

"PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).

Kedua, pelaku usaha tidak boleh menjual produk sendiri kecuali agregasi produk UMKM yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 33. PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau social commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang (Pasal 21).

Kemudian, agregasi barang hanya dapat dilakukan untuk produk dalam negeri yang dibuktikan dengan penyampaian nomor induk berusaha produsen kepada pelaku usaha yang menjalankan kegiatan agregasi barang (Pasal 33).

Social Commerce Makin Digemari, UMKM Harus Adaptif!

Ketiga, sebelum menjajakan barang, pedagang (merchant) harus memenuhi persyaratan persyaratan, antara lain: pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI), memiliki sertifikat halal, atau syarat teknis lainnya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 5).

Pada bagian deskripsi barang, pedagang harus mencantumkan informasi mengenai bukti pemenuhan standar barang dan/atau jasa berupa nomor pendaftaran barang, SNI atau persyaratan teknis lainnya, nomor sertifikat halal. Lalu, nomor registrasi produk barang terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup, nomor izin, nomor registrasi, atau nomor sertifikat untuk produk kosmetik, obat, dan makanan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 11).

Keempat, harga barang crossborder alias impor yang boleh dijual minimal 100 dolar AS. Batas minimum itu bisa dikecualikan apabila barang yang dijajakan telah masuk dalam positivelist Kementerian Perdagangan RI.

Sengitnya Perebutan Takhta Penguasa E-Commerce di Tanah Air

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini