Pameran Biennale Jogja akan Hadir Kembali dengan Konsep Baru

Pameran Biennale Jogja akan Hadir Kembali dengan Konsep Baru
info gambar utama

Biennale Jogja akan hadir kembali di Yogyakarta. Pameran internasional yang banyak mengambil tema lokal sekaligus mancanegara ini hadir untuk ke-17 kalinya. Biennale Jogja pertama kali diadakan pada tahun 2011.

Biennale Jogja tahun 2023 mengambil tajuk “Titen: Pengetahuan Menubuh, Pijakan Berubah”. Apa maksud dari judul ini? Dilansir dari laman Instagram @biennalejogja, tema tersebut dipilih untuk, “mencerminkan gerakan yang beragam tetapi saling beririsan dengan praktik selatan global dan hubungan historis ke lintasan Selatan ke Selatan.”

Kata “Titen” atau “Niteni” diambil dari bahasa Jawa yang berarti kemampuan atau kepekaan membaca tanda-tanda dari alam. Dalam masyarakat Jawa, Ilmu Titen dipakai untuk membaca fenomena alam dalam mengantisipasi terjadinya bencana atau mengantisipasi peristiwa tertentu yang berkaitan dengan alam.

Niten”, dalam kacamata Biennale, dipilih karena memiliki makna menggarisbawahi kerangka kuratorial pada dekolonisasi produksi pengetahuan, yang belakangan metodologi Barat yang dominan, dan pada saat yang sa,a menegaskan keberpihakan kuratorial pada metode yang berangkat dari kehidupan yang melibatkan manusia-bukan manusia serta lingkungan alam.

Memiliki Format Vanue yang Berbeda dari Biennale Jogja Sebelumnya

Berbeda dengan seri Biennale sebelumnya yang mengambil format vanue yang tersentralistis di satu gedung, Biennale Jogja 17 memiliki format vanue yang tersebar di berbagai lokasi.

Vanue Biennale Jogja 17 terletak di Taman Budaya Yogyakarta, Desa Panggungharjo, Desa Bangunjiwo, dan Area Pabrik Gula Madukismo.

Di Desa Panggungharjo, pameran akan diadakan di Kampoeng Mataraman, The Ratan, Kawasan Budaya Karang kitri, Kelurahan Panggungharjo, dan GOR Panggungharjo.

Sedangkan di Desa Bangunjiwo Area Lohjinawi, Sekar Mataram, Rumah Tua, Monumen Bibis, Njomblang Kemuning, Kantor Kelurahan Bangunjiwo, dan Gudang.

Sementara itu, vanue Taman Budaya Yogyakarta dan Pabrik Gula Madukismo disentralisasi dalam satu lokasi.

Baca juga: Mengenal Orkes Tanjidor: Bermula dari Kesenian Budak hingga Menjadi Warisan Budaya Betawi

Diisi oleh Seniman dari Indonesia, Asia Selatan, sampai Eropa Timur

Biennale Jogja 17 mengundang seniman dari Indonesia, Asia Selatan, sampai Eropa Timur. Pemilihan seniman dari kawasan-kawasan tersebut dilakukan karena keterhubungan sejarah yang ada pada mereka sebagai negara pasca-kolonial yang terdampak kolonialisme di masa lalu.

Keberadaan para seniman dari berbagai latar belakang tersebut berpotensi untuk memperkenalkan keberagaman pengetahuan yang dibawa dari masing-masing kawasan. Walau memiliki perbedaan, masing-masing pengetahuan saling berdialog untuk mencari ketersinambungan pengetahuan yang tercermin dalam laju sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari masing-masing kawasan.

Melalui dialog antar pengetahuan inilah, masing-masing kawasan dapat mengenal satu sama lain sekaligus menghayati keterhubungan mereka yang menyadarkan bahwa eksistensi masing-masing kawasan tidak bisa dipisahkan dari kawasan yang lain. Di sisi lain, dialog ini memungkinkan terbentuknya upaya emansipasi pengetahuan yang mencerabuti akar-akar kolonialisme yang masih menancap pada tiap kawasan yang pernah ia kuasai.

Baca juga: Melestarikan Kesenian Sunda melalui Pangalengan Geotourism Festival

Diwarnai dengan Berbagai Acara

Biennale Jogja 17 tidak hanya diisi oleh pertunjukkan pameran saja. Selama pameran ini berlangsung, banyak acara-acara pelengkap yang tidak kalah asyik untuk dihadiri.

Tanggal 6 Oktober 2023, Biennale Jogja 17 mengadakan opening ceremony di Kampoeng Mataraman, Panggungharjo pada pukul 19.00 WIB. Acara pembukaan ini diramaikan dengan berbagai acara kesenian yang disemarakkan oleh Lorjhu, Wangak, Tari Omah Joged, dan Monica Hapsari x Paguyuban Gejog Lesung Maju Lancar Miri Sawit.

Pada tanggal 8 Oktober, opening ceremony kedua diadakan di Sekar Mataram, Bangunjiwo. Acara ini dimeriahkan oleh senam sore oleh Arum Dayu x Prontaxan dan Ibu-ibu Dusun Ngentak. Tidak lupa juga hadir pertunjukkan dari Acapella Mataram dan Marina Entertainment.

Lalu, pada tanggal 9-10 Oktober, Biennale Forum dimulai. Biennale Forum adalah acara bincang diskusi yang diikuti oleh kalangan seniman, aktivis, sampai akademisi dari berbagai negara. Biennale Forum tahun ini mengangkat tajuk “The Baggage We Carried: An Encounter”.

Masing-masing hari memiliki tajuk yang berbeda-beda pula. Hari pertama Biennale Forum mengangkat judul “Measuring Position: Historical Spectrum and Fragments” dan hari kedua dengan judul “Gender Interwined with Knowledge Production".

Lalu, pada tanggal 11-12, Biennale Forum berkolaborasi dengan Kongres Kebudayaan Desa mengadakan acara diskusi berjudul “Urun Rembuk: Melihat Desa dalam Tanda Kutip”. Ada tiga judul diskusi yang diangkat dalam acara ini, yaitu “Pertanian: Menyoal Lahan hingga Produksi Pengetahuan”, “Merawat Ibu Bumi: Tantangan dan Siasat”, dan “Pengetahuan Lokal dan Spekulasi Masa Depan”.

Biennale juga memiliki program Pameran Anak Saba Sawah, screening film, aktivasi karya, dan tur kuratorial, dan lain sebagainya.

Bagi Kawan yang berada di Jogja dan sekitarnya, yuk, jangan lupa mampir ke rangkaian acara Biennale Jogja 17!

Referensi:

https://www.instagram.com/biennalejogja/?hl=id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini