Melihat Sakralitas Gamelan, Benarkah Terkait Ritual Keagamaan Orang Jawa?

Melihat Sakralitas Gamelan, Benarkah Terkait Ritual Keagamaan Orang Jawa?
info gambar utama

Gamelan telah menjadi sumber nilai kehidupan, sikap dan perilaku manusia di tanah Jawa. Pada posisi ini gamelan tak hanya sekadar sebuah alat musik tetapi terdapat nilai sakralitas yang dipercaya oleh sebagian orang Jawa.

Hingga kini belum ada catatan pasti sejak kapan gamelan ada di bumi Nusantara. Leksikografer sekaligus filolog Belanda, Jan Laurens Andries Brandes menyatakan gamelan sebagai salah satu dari sepuluh kebudayaan asli Nusantara.

“Beberapa relief di Candi Borobudur menggambarkan beberapa instrumen gamelan yang berarti kesenian ini sudah menjadi keseharian masyarakat sejak abad ke 9. Gamelan lalu tersentuh beragam budaya, seperti Eropa dan Arab, hingga berevolusi seperti sekarang ini dengan beragam variannya,” ucapnya.

istensi Wayang dan Gamelan di Kancah Dunia

Walau sudah bersentuhan dengan dunia luar, sebagian orang Jawa masih memperlakukan gamelan dengan hormat. Misalnya sebelum pentas gamelan, para pengrawit selalu menggelar ritual.

Para pengrawit akan mengelilingi gamelan sambil merapatkan kedua tangan di dada lalu menunduk seperti seorang abdi menghormat kepada junjungannya. Setelah itu mereka akan berjalan jongkok. Tak lupa ada kepulan asap kemenyan dari wadah yang bertabur bunga.

“Ini sebagai bentuk izin atau salam. Demi kebaikan bersama,” jelas Riya Dipodipuro, seorang abdi dalem yang dimuat Kompas.

Benda sakral

Masyarakat keraton dan sebagian besar orang-orang di luar keraton memandang gamelan sebagai benda sakral yang di dalamnya tinggal makhluk lain yang dapat diajak untuk hidup berdampingan.

Salah satu caranya dengan memperlakukan gamelan dengan hormat. Kepercayaan ini demikian kuat hingga tercermin dalam sikap dan perilaku. Ini diperkuat juga dengan peristiwa-peristiwa yang menguatkannya.

KRT Purwodiningrat dari KHP Widya Budaya, Instansi yang membidangi kebudayaan di Keraton Yogyakarta Hadiningrat mengingat seorang perempuan yang datang berkunjung menggunakan rok dan berjalan tegak di depan gamelan.

Mengenal Anik Sunyahni, Pesinden Legendaris yang Masih Eksis

Dilanjutkannya saat itu perempuan itu dengan santainya memotret sesuka hati. Tetapi tiba-tiba tubuhnya terjungkir, kepalanya ada di bawah dan kakinya di atas. Namun yang aneh adalah roknya tidak tertarik ke bawah, namun menghadap ke kaki.

“Kami percaya ini hukuman jika tidak sopan di depan gamelan,” ucapnya.

Media doa

Sakralitas dalam gamelan ternyata terkait dengan ritual-ritual keagamaan atau spiritual yang memperlakukan gamelan sebagai sarana doa. Dijelaskan olehnya, banyak sekali gending dan lirik di dalam gending difungsikan sebagai doa kepada Tuhan yang Maha Esa.

“Lewat alunan nada-nada gamelan yang ritmis dan repetitif, pengrawit dapat masuk ke gelombang alpha,” katanya.

Dikatakannya pada titik gelombang alpha ini, mereka percaya bisa menembus dimensi lain. Juga memberi keyakinan bahwa mereka bisa langsung berkomunikasi lebih intensif dengan Tuhan yang Maha Esa.

Deretan Sosok Sinden yang Berasal dari Mancanegara

“Rasanya nglayap-ngluyup, antara sadar dan tidak. Biasanya sudah otomatis mainnya seperti tangan gerak sendiri,” ujar abdi dalem Keraton Surakarta KRT Hasto Nagoro.

Karena itulah abdi dalem Keraton Surakarta ruton semadi diiringi gamelan pada setiap malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon. Walau begitu sekarang sakralitas gamelan sudah tidak terlalu mutlak.

“Tergantung pemesannya. Kalau ingin dikasih ritual, kami lakukan, tetapi ada biaya tambahan. Bisa puluhan ribu sampai jutaan rupiah,” kata Saroyo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini