Upaya Menghapus Stigma, Inspirasi Gerakan dalam Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Mental

Upaya Menghapus Stigma, Inspirasi Gerakan dalam Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Mental
info gambar utama

Indonesia negara yang terkenal dengan keramahan penduduknya, tak disangka menyimpan berbagai kisah memprihatinkan dibalik senyuman ramahnya. Banyak dari mereka yang membutuhkan pertolongan psikologis seringkali diabaikan dan terlupakan. Pandangan masyarakat yang menghakimi turut membuat mereka yang ingin mendatangi tenaga kesehatan profesional menjadi ragu. Ketakutan mereka akan hinaan dari orang lain ketika mengetahui kondisi berbeda pada dirinya mengurungkan niat mereka untuk bercerita. Pada akhirnya, masalah psikologis yang tidak tertangani memberi dampak dalam kehidupan sehari-hari, hingga membuat mereka merasa terjebak dalam keputusasaan. Tidak cukup hanya berdampak pada penderita dan keluarga yang merawatnya, namun hal ini juga akan merambah ke perekonomian negara akibat dari penurunan produktivitas individu sehingga dapat menghilangkan peluang-peluang bisnis dan akan memberikan tekanan ekonomi pada negara. Jadi, sebagai masyarakat Indonesia, apa yang dapat kita lakukan untuk membantu mengatasi permasalahan ini?

Triana Rahmawati, akrab disapa dengan Tria, kala itu pada tahun 2012 merupakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikannya di Universitas Sebelas Maret (UNS). Tria yang memiliki kepedulian tinggi pada masyarakat menyadari bahwa terbatasnya jumlah tenaga profesional yang menangani masalah kejiwaan, seperti psikologi dan dokter spesialis kejiwaan, menjadi hal yang perlu diperhatikan masyarakat Indonesia. Stigma negatif yang terbentuk dimasyarakat tentang masalah kejiwaan merugikan mereka yang sedang berjuang mengatasi kondisi mental, sehingga dapat menjadi hambatan dalam mengatasi masalah kejiwaan. Uniknya, meski bukan berasal dari jurusan psikologi melainkan berbekal ilmu yang ia peroleh dari studinya di jurusan Sosiologi, Tria termotivasi untuk membantu orang dengan gangguan kejiwaan dengan membuat aksi yang menghubungkan interaksi sosial antara orang dengan masalah kejiwaan dengan masyarakat agar dapat mengurangi stigma negatif pada masyarakat. Oleh karena itu, dibentuklah gerakan Griya Schizofren diprakarsai oleh Tria bersama 2 rekan dengan jurusan yang sama, yaitu Febrianti Dwi Lestari dan Wulandari.

Menilik Ritme Efek Pembelajaran Online pada Psikologi Siswa

Griya Schizofren hadir sebagai pendamping masalah kejiwaan di masyarakat. Gerakan tersebut menjadi wadah untuk anak muda yang peduli dan ingin berkontribusi dalam melakukan aksi untuk orang-orang dengan masalah kejiwaan yang berlokasi di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Seiring berjalannya waktu, gerakan tersebut tidak hanya terbatas pada anak muda, namun juga pada komunitas dan masyarakat yang lebih luas. Gerakan tersebut kemudian dibawa untuk didaftarkan dalam Apresiasi SATU Indonesia Awards, hingga akhirnya Tria berhasil membawa Griya Schizofren untuk berhak menerima apresiasi tersebut di tahun 2017.

Harapan dan Capaian Griya Schizofren

Dalam suatu gerakan tentunya memiliki goals yang ingin dicapai. Tria mengutarakan pada sesi Talkshow Good Movement bersama Good News Form Indonesia (GNFI) Selasa, 5 September 2023 lalu, bahwa Griya Schizofren memiliki harapan untuk dicapai diantaranya adanya kesadaran masyarakat untuk mengedukasi orang lain dengan informasi yang jelas tentang masalah kejiwaan sehingga penerimaan dan kepercayaan masyarakat dapat tercipta. Selain itu, dapat membantu orang yang telah mengalami kejiwaan dengan secara operasional dan interaksi sosial agar merasa diterima, serta membantu mencegah masyarakat agar tidak mengalami masalah kejiwaan dengan melibatkan interaksi sosial dengan orang dengan masalah kejiwaan untuk menjadikannya sebagai pembelajaran tidak langsung.

Tria juga menambahkan bahwa dalam pelaksanaannya, Griya schizofren berusaha menghadirkan kesejahteraan sosial bagi mereka dengan masalah kejiwaan. Berbagai lomba dilaksanakan di Hari Kemerdekaan, tidak lupa menghadirkan santapan saat Hari Raya di Panti. Griya Schizofren berkolaborasi dengan volunteer untuk menghadirkan lapangan pekerjaan bagi mereka dengan kondisi khusus. Orang dengan masalah kejiwaan dengan keterbatasan pendidikan juga dituntun untuk membuat produk yang dapat dibagikan ke masyarakat. Selain memiliki volunteer dari masyarakat, Griya Schizofren turut melibatkan ahli seperti psikologi dan dokter spesialis kejiwaan sebagai volunteer ahli.

Sejauh ini, Griya Schizofren telah sukses melibatkan ratusan relawan dan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan ini. Lebih dari 130 individu yang menghadapi tantangan kesehatan jiwa telah dibantu untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka, termasuk aspek kesejahteraan, ekonomi, dan keterampilan, berkat kontribusi Griya Schizofren. Selain itu, Griya Schizofren juga telah membangun konsep sosial enterpreneurship yang bertujuan untuk memberikan dukungan operasional di panti, sehingga para individu yang mereka bantu dapat memiliki peluang yang lebih baik dalam kehidupan mereka.

Meninjau Fenomena Pandemi dari Sisi Psikologi dan Kriminologi

Tantangan yang dihadapi

Tentunya dalam proses menjalankan gerakan tersebut tidaklah mudah. Tria merasa tantangan terbesar yang dihadapi yaitu menjaga konsistensi untuk terus bertahan dimasa sulit. Namun, adanya dorongan dari masyarakat sekitar dan bantuan dari memenangkan Apresiasi SATU Indonesia Awards, membuat Tria bersyukur karena tidak pernah berhenti dalam berusaha agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Ia terus memperjuangkan gerakan yang diinisiasinya dengan terus belajar untuk memberi ruang aman bagi mental banyak orang, membantu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa isu kesehatan mental penting. Kepercayaan publik juga menjadi penggerak dalam meningkatkan semangat melaksanakan prosesnya.

Rencana di Masa Depan

Upaya Griya Schizofren masih terus berproses. Tria juga berharap Griya Schizofren dapat mengembangkan pendampingan yang lebih luas, yang akan mencakup keluarga para pasien. Ketidaktersambungan antara keluarga dan masyarakat adalah salah satu masalah yang perlu diatasi, karena sering kali keluarga pengasuh tidak memiliki akses ke bantuan dari panti atau organisasi, dan mereka juga sering kali tidak memiliki informasi yang diperlukan untuk melindungi hak-hak sosial mereka. Selain itu, Griya Schizofren berencana untuk merilis catatan dampak dan panduan pendampingan yang sederhana, sehingga masyarakat dapat terus mengakses sumber daya dan dukungan yang mereka butuhkan.

Inilah cerita Griya Schizofren, sebuah harapan di tengah tantangan dan sebuah usaha dalam menciptakan perubahan positif. Griya Schizofren bukanlah hanya sekadar gerakan, tetapi juga sebuah cerita inspiratif tentang kepedulian dan perjuangan untuk membawa perubahan positif. Semoga cerita ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk peduli dan membantu mereka yang memerlukan, sehingga kita dapat bersama-sama membangun masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesehatan mental.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini