Timur Tengah yang Kini Kembali Membara

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Timur Tengah yang Kini Kembali Membara
info gambar utama

Penulis Senior GNFI.

Di dunia ini badan-badan intelijen negara yang ternama antara lain adalah CIA Amerika Serikat, FSB (dulu KGB) Rusia, MI6 (Inggris) dan lembaga intelijen dari negara lainnya seperti Jerman dan Perancis. Terakhir Israel dengan Mossad nya masuk pada jajaran negara yang memiliki lembaga intelijen yang canggih dan sejajar dengan CIA, FSB maupun MI6.

Mereka memiliki peralatan modern canggih untuk melakukan operasinya diseluruh dunia misalnya surveillance atau pengawasan jarak jauh, bahkan dari ruang angkasa, menguping pembicaraan dengan alat canggih, membuat narasi berita palsu di berbagai mas media dan pernyataan pejabat negara, mengenali wajah musuh dari jarak jauh, melancarkan operasi inteelijen dilapangan dsb dsb. Nampaknya tidak ada yang bisa disembunyikan dari pengamatan lembaga intelijen itu. Bahkan suatu rencana operasi dari negara lain sudah bisa disadap sebelumnya oleh mereka.

Namun serangan mendadak Sabtu pagi baru-baru ini terhadap Israel oleh kelompok Palestina Hamas mungkin merupakan salah satu kegagalan terbesar oleh intelijen Israel Mossal yang sejajar dengan CIA itu sejak perang Yom Kippur tahun 1973.

Serangan itu melibatkan puluhan infiltrasi melalui darat dan laut, bersama dengan serangan roket-–serangan canggih yang melibatkan jenis perencanaan dan koordinasi yang seharusnya diambil oleh badan-badan intelijen.

Mungkin Mossad menganggap remeh pejuang Palestina yang biasanya melawan Israel dengan lemparan batu dan senjata apa adanya, tidak memiliki tank, ampibi, kapal perang, pesawat terbang dsb. tapi tiba-tiba dengan mengejutkan pejuang Palestina itu menembakkan peluru kendali, roket yang jumlahnya bukan 10 atau 100 tapi 5.000 sekaligus ke wilayah Israel dan secara bersamaan melakukan infiltrasi ke peerbatasan Israel dengan Gaza, menculik 100 tentara Israel dan merampas kendaraan militer Israel.

Sementara para pejabat Israel telah mengatakan selama berbulan-bulan bahwa kelompok-kelompok militan Palestina sedang mempersiapkan kekerasan, waktu dan skala serangan tampaknya telah mengejutkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Israel dan sekutunya AS--yang menyumbang $ 3,3 miliar kepada Israel dalam pengeluaran pertahanan pada tahun 2022--sudah mempertimbangkan siapa yang paling bertanggung jawab dan bagaimana hal itu terjadi.

"Ini mengejutkan bagi saya bahwa mereka mampu melakukannya tanpa Israel atau Amerika Serikat mengambilnya," kata Martin Indyk, mantan duta besar AS untuk Israel dan seorang rekan di Dewan Hubungan Luar Negeri. "Kegagalan untuk mempersiapkan. Kegagalan untuk memiliki pasukan di sepanjang perbatasan, kegagalan pagar di sepanjang perbatasan yang mereka bayar jutaan shekel."

Serangan itu semakin mengejutkan mengingat bahwa itu terjadi 50 tahun setelah kegagalan Israel untuk mencegah serangan mendadak yang diluncurkan Mesir dan Suriah pada hari libur Yahudi, Yom Kippur. Kegagalan intelijen itu mendorong pembentukan komisi untuk mencari tahu apa yang salah dan menjadi subjek buku dan artikel ilmiah yang tak terhitung jumlahnya. Para pejabat Israel mengatakan terlalu dini untuk mengetahui apa yang salah, dan menolak perbandingan apa pun dengan 1973.

"Masalah sebenarnya di sini adalah kemungkinan bahwa Israel sama sekali tidak percaya bahwa Hamas akan mengambil risiko infiltrasi lintas batas," kata Aaron David Miller, rekan senior di Carnegie endowment for international peace dan mantan negosiator Timur Tengah departemen luar negeri.

"Kurangnya pasukan Israel yang cukup di daerah itu adalah kegagalan yang menyedihkan." Kongres AS perlu mengajukan pertanyaan sulit, mengingat bahwa badan-badan intelijen Israel dan AS seharusnya diharapkan untuk mendeteksi serangan pada skala ini, menurut seorang staf kongres yang meminta untuk tidak diidentifikasi membahas percakapan pribadi.

Kegagalan ini semakin mengejutkan mengingat bahwa dinas keamanan Israel mencurahkan sumber daya substansial untuk memantau masyarakat Palestina, termasuk Hamas, melalui jaringan sumber daya manusia, serta teknologi pengawasan.

Serangan mendadak para pejuang Palestina Hamas dengan ribuan roket itu mengejutkan karena tiba-tiba mereka memiliki teknologi rudal, drone dan taktik pertempuran yang jitu, dan seperti biasanya pihak Amerika Serikat, Israel dan negara-negara barat menuduh Iran berada dibelakang kemajuan teknologi rudal pejuang Hamas itu.

Bisa diduga, konflik Hamas dan Israel ini bisa meluas karena melibatkan Israel dan sekutunya AS dan Eropa dan negara-negara yang mendukung Palestina seperti Iran, Syria dan kelompok Hisbullah di Lebanon.

Konflik Israel Palestina Adalah Soal Perebutan Wilayah dan Kemanusiaan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini