Studi Kasus Pengelolaan Kawasan Penambangan Nikel Laterit di Pulau Obi

Studi Kasus Pengelolaan Kawasan Penambangan Nikel Laterit di Pulau Obi
info gambar utama

Menurut USGS, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia. Pada tahun 2022, produksi nikel mencapai 1.600.000 ton, naik sebesar 54 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan permintaan untuk baterai kendaraan listrik dan bahan baku stainless steel. Sumber daya nikel laterit menjadi daya tarik ekonomi utama, terutama karena kandungan nikel, besi, dan kobalt yang cukup untuk diekstraksi.

Desa Kawasi di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara, memiliki deposit nikel laterit yang besar dan dianggap sebagai proyek strategis nasional. Beberapa perusahaan, termasuk PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan afiliasinya, mengelola kawasan tersebut. Mereka memproduksi bijih nikel saprolit dan limonit, feronikel, dan produk lain yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Jadi Bagian dari Sejarah, Ini Deretan Hal Menarik Sepanjang MotoGP Mandalika 2022

Eksternalitas Terhadap Lingkungan dan Masyarakat

1. Kualitas Air dan Kesehatan Masyarakat: Penelitian Yudo dan Hernaningsih (2021) menunjukkan bahwa kualitas air di Kawasi belum memenuhi baku mutu sebagai air bersih, dan kapasitas mata air mengalami penurunan. Warga melaporkan gangguan pernafasan dan penurunan debit mata air. Walaupun kualitas air umumnya masih baik, analisis biologi mengungkapkan adanya parameter coliform yang melampaui batas kesehatan. Penduduk memilih membeli air bersih daripada minum dari sumber air setempat.

2. Pengaruh Terhadap Fauna: Menurut Cottee-Jones et. al (2013), aktivitas penambangan mengancam spesies fauna, seperti Moluccan Woodcock, yang habitatnya terancam punah karena penambangan terutama terjadi di dataran rendah, sedangkan habitatnya berada di pegunungan di atas Kawasi.

3. Pencemaran Air Laut: Menurut Aris dan Tamrin (2020) Terdapat peringatan dini terkait pencemaran logam berat di perairan Kawasi, yang memiliki dampak negatif pada ekosistem laut. Pencemaran ini terutama disebabkan oleh proses ekstraksi dan pengolahan nikel.

Perspektif Teori dan Solusi

Dalam perspektif teori, Samuelson, Paul A. and Nordhaus (2009) berpendapat bahwa eksternalitas adalah salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar (market failure), yang muncul ketika suatu aktivitas memberikan beban tambahan atau manfaat tambahan yang tidak dibayar di dalam mekanisme pasar.

Ragam Inspirasi, Aksi, dan Inovasi yang Dapat Ditiru untuk Melestarikan Lingkungan

Contohnya, sebuah perusahaan listrik dapat menghasilkan limbah dalam bentuk asap belerang ke udara, menyebabkan kerusakan pada rumah tetangga dan kesehatan masyarakat. Dalam konteks eksternalitas, maka ekstraksi dan pengolahan nikel di Kawasi menciptakan eksternalitas negatif yang tidak diinternalisasi oleh produsen. Dampaknya termasuk kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Solusi ekonomi dari International Energy Agency (2021) untuk mengurangi dampak ini termasuk:

1. Market-Based Solution:Pemerintah dapat menerapkan pajak atau denda terhadap perusahaan yang mencemari lingkungan atau masyarakat. Ini akan mendorong produsen untuk meminimalkan dampak negatif mereka.

2. Regulasi: Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang ketat terkait dengan pengelolaan limbah dan kebijakan perlindungan lingkungan. Hal ini diperlukan untuk membatasi dampak buruk aktivitas penambangan.

3. Carbon Pricing: Pemerintah perlu mempertimbangkan pengenaan carbon pricing langsung pada sektor ekstraksi dan pengolahan mineral, dengan penyesuaian untuk memasukkan emisi karbon mereka dalam harga produk.

Rekomendasi Kebijakan

1. Penilaian Ulang Carbon Pricing: Pemerintah harus menilai efektivitas carbon pricing yang berdampak pada sektor ekstraksi mineral dan mempertimbangkan mengenai pengenaan langsung pada operasi ekstraksi dan pengolahan nikel. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mengurangi emisi mereka.

2. Waste Management: Pemerintah harus mengidentifikasi risiko dan mengimplementasikan tindakan mitigasi yang kuat terkait dengan pengelolaan limbah. Ini mencakup pilihan efisien dan berkelanjutan, seperti deep-sea tailings atau dry stacking, dengan mempertimbangkan ekosistem, manusia, dan biota laut.

Dengan tindakan seperti ini, pemerintah dapat mengurangi dampak eksternalitas negatif dari aktivitas ekstraksi dan pengolahan nikel di Kawasi, melindungi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan ekosistem lokal. Seiring dengan pertumbuhan produksi mineral, tindakan ini juga akan mendukung transisi menuju energi terbarukan yang lebih berkelanjutan.

Pengendalian Tembakau di Bengkulu, Ke mana Pemerintah Berpihak?

Sumber:

  • https://www.iea.org/reports/the-role-of-critical-minerals-in-clean-energy-transitions
  • https://books.google.co.id/books/about/Economics.html?hl=id&id=eS5ZAAAAYAAJ&redir_esc=y
  • https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/platax/article/view/30673
  • https://www.researchgate.net/publication/259970059_Cottee-Jones_HEW_Mittermeier_JC_Redding_DW_2013_The_Moluccan_Woodcock_Scolopax_rochussenii_on_Obi_Island_Indonesia_a_'lost'_species_is_less_endangered_than_expected_Forktail_2988-93
  • https://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JRL/article/view/4913
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/%20https:/pubs.usgs.gov/periodicals/mcs2023/mcs2023.pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RV
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini