Sosok Prabu Wastukancana, Raja Sunda yang Paling Banyak Tulis Prasasti

Sosok Prabu Wastukancana, Raja Sunda yang Paling Banyak Tulis Prasasti
info gambar utama

Prabu Wastukancana (1371-1475 M) pernah membawa Kerajaan Galuh dalam masa kejayaannya. Selama berkuasa, dia tidak hanya dikenal sebagai raja yang bijaksana tetapi juga berumur panjang sampai kira-kira 127 tahun.

“Jasanya tidak sedikit, sehingga dengan penuh pujian, penulis naskah kuno Carita Parahyangan menceritakan kehidupan rakyat Galuh yang tenteram dan sejahtera dalam masa pemerintahannya. Dia pulalah yang memperindah Keraton Surawisesa,” jelas Her Suganda dalam Kerajaan Galuh: Legenda, Takhta, dan Wanita.

Karena keteladanannya sebagai Resi Guru, dirinya disejajarkan dengan dua tokoh pendahulunya yakni Manikmata, Sang Raja Kendan dan Demunawan, Raja Saunggalah di Galunggung.

Arsitektur Pura Parahyangan Agung Jagatkartta, Wajah Kebhinekaan di Jabar

Selain disejajarkan dengan Resi Guru Manikmaya dan Resi Guru Demunawan. Prabu Wastukancana adalah satu-satunya Raja Sunda yang meninggalkan banyak prasasti sebagaimana ditemukan di situs Astana Gede Kawali.

Situs ini terletak di Dusun Indrayasa, Desa/Kecamatan Kawali. Prasasti di situs ini pertama kali ditemukan Letnan Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles pada 1817 yang bertuliskan aksara Sunda.

“Yang bertapa di Kawali ini adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Wastu yang bertahta di kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa yang membuat parit (pertahanan) sekeliling ibu kota, yang mensejahterakan (memajukan pertanian) seluruh negeri. Semoga mereka yang kemudian, membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia.”

Sementara pada situs kedua juga berbunyi tentang harapan tentang kebahagiaan para pemimpin negeri. “Semoga mereka yang kemudian mengisi negeri Kawali ini dengan kebahagiaan dengan membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang.”

Telapak tangan dan kaki

Pada Prasasti ketiga yang berupa telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu terdapat goresan kotak-kotak sebanyak 45 kotak berukuran 100 x 50 sentimeter. Prasasti keempat dinamakan Batu panyandungan Sanghyang Lingga Hyang.

Menurut kepercayaan penduduk, siapa saja yang ingin berhasil dalam poligami harus sanggup mengelilingi batu tersebut sebanyak tujuh kali seraya menahan napas. Panyandungan berasal dari kata nyandung yang artinya beristri lebih dari satu.

Prasasti kelima berupa batu panyandaan Sanghyang Linggabima/Arca. Prasasti keenam adalah prasasti yang ditemukan paling akhir, bunyi terjemahannya ialah Ini peninggalan dari yang asli/dari rasa yang ada yang menghuni kota ini/jangan berjudi bisa sengsara.

Kerajaan Pajajaran: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Peninggalan

Prasasti itu ditemukan oleh Sopar, salah seorang juru pelihara yang sedang membersihkan situs pada hari Selasa Kliwon, 3 Oktober 1995. Bapak tiga anak ini menceritakan, saat sedang menyapu, kakinya tersandung tonjolan batu yang muncul ke permukaan tanah.

“Karena penasaran, tanah di sekitar batu tersebut dikorek-korek lagi lebih dalam, sehingga nampak bekas-bekas goresan pada permukaan batu tersebut,” katanya.

Pelopor aksara Sunda

Hal yang menarik adalah prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa dan aksara Sunda. Atas dasar itu pula peneliti Puslit Arkenas Richadiana Kartakusuma menyimpulkan Wastukancana adalah Raja Sunda yang mempelopori terwujudnya aksara Sunda.

“Selain itu, dia berjasa karena menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa resmi kerajaan,” ucapnya.

Prabu Siliwangi dengan Jejak Kecintaan dan Konservasi Alam pada Zaman Pajajaran

Wastukancana meninggal pada 1475 M dan dipusarakan di Nusalarang. Wilayah kekuasaannya diserahkan kepada kedua putra sulungnya yang berasal dari permaisurinya yang berbeda.

Disebelah barat Sungai Citarum, Kerajaan Sunda diserahkan kepada Sang Haliwungan. Dia putra Wastukancana dari permaisuri Dewi Sarkati, Sang Haliwungan dinobatkan dengan gelar Prabu Susuktunggal (1382-1482 M).

Sementara itu Kerajaan Galuh yang berada di sebelah Sungai Citarum diserahkan kepada Ningrat Kancana, putra Wastukancana dari permaisuri Mayangsari, putri Bunisora, Suradipati.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini