Kisah Warga Dayak yang Sebulan Berpatroli untuk Menjaga Hutan Wehea

Kisah Warga Dayak yang Sebulan Berpatroli untuk Menjaga Hutan Wehea
info gambar utama

Warga Dayak Wehea tak mau hutan lindung mereka rusak. Karena itulah mereka melakukan pengawasan ketat dengan aturan adat. Warga membentuk sebuah kesatuan bernama Petkuq Mehuey.

Dimuat dari Tempo, Hat Daq adalah salah seorang anggota Petkuq Mehuey. Bersama dengan empat rekan lainnya, sejak pagi dia juga mempersiapkan sebuah tas rotan. Dirinya memasukan beras, ikan asap, dan tiga lembar kaus.

Cerita dari Sekolah Adat Arus Kualan, Melestarikan Budaya Dayak dan Memberdayakan Generasi

Pada pekan itu, dirinya dan bersama empat orang lainnya bertugas sebagai Petkuq Mehuey Kledung Laas Wehea, yakni petugas adat yang menjaga hutan lindung Wehea. Kelompok ini dibentuk pada 2005.

Satuan tugas ini dibentuk ketika Pemerintah Daerah Kecamatan Muara Wahau menetapkan kawasan eks PT Gruti III sebagai hutan lindung. Personal Petkuq Mehuey berjumlah 30 orang semuanya warga Desa Nehas Liang Bing.

“Kami menjaga hutan karena tidak ingin timbul bencana di desa ini,” ucap ayah empat anak ini.

Di hutan berbulan-bulan

Hat Daq bisa bertahan berbulan-bulan dalam hutan tanpa perbelakan. Hanya dengan menyandang parang dan alat pancing, Hutan Wehea layaknya pasar karena banyak kebutuhan yang bisa ditemukan.

Baginya menghayati peran Petkuq Mehuey sebagai kewajiban mulia. Itu yang membuatnya rela berpisah dengan keluarganya selama 20 hari. Jadi tak ada beban apapun ketika pagi dia harus berangkat piket.

Bersama empat rekan lainnya, mereka berperahu menuju hutan lindung. Setelah delapan jam mendayung, lima sekawan ini disambut sepasang patung kayu berbentuk manusia. Dua patung itu bukan semata hiasan, tapi lambang leluhur Wehea, Boq Tepblee dan Hong Niah.

Serba-Serbi Suku Dayak di Kalimantan: Sejarah, Budaya, dan Tradisinya

“Keduanya dipercaya memberikan perlindungan pada hutan dari segala bentuk kerusakan,” ucapnya.

Para Petkuq Mehuey segera memulai tugasnya, sikap menjelajahi Hutan Wehea seluas 38 ribu hektare. Kini selama 20 hari, keselamatan warga Desa Nehas Liah Bing sebagian tergantung pada kewaspadaan kelompok Hat Daq.

Kelestarian hutan adat

Bersama Petkuq Mehuey, kelestarian hutan lindung juga dipagari sederet larangan dan aturan adat. Kayu hutan, misalnya hanya boleh diambil oleh orang Dayak Wehea untuk membangun rumah adat (eweang), balai adat, dan balai desa.

Hanya babi yang boleh diburu di kawasan ini. Pemanfaatan hasil hutan juga dibatasi jumlahnya lewat persetujuan tertulis dari Ketua Adat Nehas Liang Bing dan Petkuq Mehuey. Pihak yang melanggar akan kena sanksi adat.

Masyarakat Dayak yang Setia Menjaga Rotan Layaknya Belahan Hati

Sanksi adat yang dimaksud adalah kewajiban membayar denda berupa babi, dan menanggung seluruh biaya upacara adat penebusan dosa. Kepala Adat juga berhak menyita hasil yang diangkut dari hutan lindung.

“Ini cukup membuat jera para pelanggar,” ujar Ketua Lembaga Adat Dayak Wehea, Ledjie Taq.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini