Bukan Dokter Biasa, Afifi Romadhoni Kembangkan Gerakan Pesantren Sehat

Bukan Dokter Biasa, Afifi Romadhoni Kembangkan Gerakan Pesantren Sehat
info gambar utama

Perjalanan Mohammad Afifi Romadhoni membawanya bukan hanya menjadi dokter biasa. Lelaki yang akrab disapa Afif ini telah memiliki pemahaman mendalam tentang kondisi pesantren, khususnya di daerah Jambi.

Berangkat dari kekhawatiran akan pola hidup santri di pesantren yang harus menjalani kehidupan komunal dan seringkali melakukan pertukaran barang pribadi seperti handuk dan pakaian.

Afif telah memulai Gerakan Pesantren Sehat (GPS) di Jambi, sebuah inisiatif nirlaba yang bertujuan untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada para santri.

Inisiatif ini bahkan membuat ia berhasil meraih predikat sebagai penerima penghargaan Apresiasi Satu Indonesia Awards kategori Kesehatan 2019 Terbaik yang diberikan oleh Astra Indonesia.

Kembangkan Pesantren Higienis

Afif mengakui bahwa pengalaman pahit manisnya di pesantren telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam kenangannya. Setelah menjadi seorang dokter umum, ia mendirikan GPS pada tahun 2017 dengan tujuan meningkatkan kebersihan dan kesehatan lingkungan pesantren, meskipun dihuni oleh ribuan santri.

Sejak kecil, Afif telah terpapar dengan kehidupan pesantren ketika tinggal di Sumatera Selatan. Ia belajar di pesantren mulai dari tingkat madrasah ibtidaiyah (MI) hingga madrasah tsanawiyah (MTs).

Pola pendidikan semacam ini membuat terbiasa dengan gaya hidup komunal di mana ia harus berbagi kamar tidur dengan 11 santri lain. Mereka bahkan sering berbagi peralatan kebersihan pribadi, mulai dari odol hingga handuk.

Dari pengalaman pribadi, aku tahu lingkungan pesantren gimana, santri sangat gampang terpapar penyakit kalau ada satu teman yang kena. Penyakit kulit dan demam itu biasa banget. Dulu malah ada istilah di kalangan santri kalau belum ada panu belum jadi santri sesungguhnya,” kata Afif kepada Kompas.

Baca Juga: Mengubah Keterbatasan menjadi Inspirasi: Kisah Sukses Yudi Efrinaldi dan Es Gak Beres

Selain itu, mereka juga terbiasa menjemur pakaian atau handuk basah di dalam kamar, sehingga lingkungan kamar menjadi lembab dan menyebabkan Afif sering sakit.

Setelah meninggalkan pesantren, Afif melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Unggulan Muara Enim, Sumatera Selatan, dan kemudian melanjutkan kuliah kedokteran di Universitas Jambi pada tahun 2010.

Saat melakukan magang sebagai dokter muda di kawasan Muaro Jambi pada tahun 2016, ia menyaksikan 10 siswa pesantren yang terkena penyakit cacar. Kejadian ini, bersama dengan pengalamannya di pesantren, menjadi pendorong bagi Afif untuk mendirikan GPS bersama teman-teman sejawatnya pada Mei 2017.

Afif menjelaskan bahwa tujuan dari Gerakan Pesantren Sehat (GPS) adalah untuk mengajak teman-teman di pesantren agar lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan diri mereka, mengingat mereka adalah calon dai yang akan memberikan teladan kepada masyarakat.

Sebelas Program untuk Santri

GPS sendiri memiliki 11 program utama yang dirancang untuk memberikan pelayanan yang komprehensif kepada para santri. Salah satunya adalah Sharing Class, di mana GPS memberikan materi tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kesehatan reproduksi, dan kesehatan mental.

Selain itu, terdapat program Doktren yang bertujuan melatih santri sebagai agen kesehatan, serta program Cerita Santri yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan mental, perundungan, dan pelecehan.

Gerakan ini juga memiliki program-program lain seperti Patok untuk kampanye anti-asap rokok, Book4Santri untuk mengumpulkan buku bekas yang akan disumbangkan, serta program Kasih Sayang untuk mendorong santri agar rajin mencuci mukena, sarung, dan sajadah.

Sumber pembiayaan program-program GPS berasal dari donasi, pengumpulan dana dari pemeriksaan kesehatan atau garage sale, dan kontribusi dari anggota GPS yang mengerahkan dana dari kantong pribadi mereka. Saat ini, GPS memiliki 73 sukarelawan dengan beragam latar belakang pekerjaan, termasuk dokter, polwan, dan guru.

GPS telah berhasil membina enam pondok pesantren yang kini berada di bawah binaan mereka. Pondok pesantren ini termasuk Pondok Pesantren Ainul Yaqien, Pondok Pesantren Al-Jauharen, Pondok Pesantren Serambi Makkah, Pondok Pesantren As’ad, Pondok Pesantren Daarul Huffazh, dan Pondok Pesantren Kumpeh Daaru Attauhid.

Afif mengungkapkan bahwa kegiatan GPS biasanya dilakukan pada hari Minggu setelah melakukan persiapan beberapa hari sebelumnya.

Baca Juga: Sang Pengubah Peradaban dari Kaki Gunung Bawakaraeng

Tidak hanya berfokus pada pesantren, GPS juga meluaskan jangkauan kegiatan mereka hingga ke panti wreda melalui program "A Day with Lansia".

Panti wreda memiliki masalah kesehatan yang serupa dengan pesantren, sehingga GPS berupaya memberikan bantuan dan pendidikan yang dibutuhkan. Selama pandemi Covid-19, GPS juga aktif dalam menyalurkan bantuan sembako kepada keluarga-keluarga yang terdampak oleh pandemi di Jambi.

Melalui GPS, Afif menemukan fakta bahwa situasi pesantren di Jambi tidak terlalu berbeda dengan kondisi saat ia masih berada di pesantren lebih dari satu dekade lalu. Beberapa santri masih menderita penyakit kulit seperti skabies karena lingkungan tempat tinggal mereka yang lembab dan padat.

Pentingnya mencuci tangan juga masih harus terus ditanamkan kepada para santri karena masih ada yang mencuci tangan dengan air danau daripada air mengalir.

Namun, berkat upaya GPS dalam memberikan penyuluhan dan pendidikan, pemahaman santri tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) meningkat secara signifikan.

Dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran kesehatan di pesantren, GPS tidak hanya menyediakan penyuluhan, tetapi juga melibatkan para santri dalam berbagai kegiatan yang menarik, seperti perlombaan kamar asrama terbersih.

Mereka juga menyediakan platform bagi para santri untuk mendiskusikan isu-isu yang jarang dibahas dalam kurikulum pesantren, seperti kesehatan mental dan reproduksi.

"Saya berharap orang-orang juga tergerak melakukan kegiatan sosial serupa di daerah masing-masing. Tentu saja kepedulian itu tidak harus terbatas ke pesantren juga. Di GPS ini, saya belajar bahwa di luar rutinitas, kita sebenarnya bisa melakukan hal bermanfaat lain untuk orang lain," pungkas Afif.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

CH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini