Melihat Arsitektur Rumah Apung yang Kini Terancam Punah

Melihat Arsitektur Rumah Apung yang Kini Terancam Punah
info gambar utama

Rumah apung merupakan tempat tinggal tradisional yang bisa ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Rumah apung ini bisa ditemui di daerah Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan juga di daerah Sumatra.

Dimuat dari Orami, disebut dengan rumah apung karena dibangun dengan konsep mengapung di tepi sungai dan diperuntukkan bagi para pedagang yang berjualan di sungai, terutama para nelayan.

Sejarah berdirinya rumah apung ini dikarenakan aktivitas masyarakat sekitar yang bekerja sebagai nelayan. Setelah berjalannya waktu, aktivitas nelayan ini berkembang menjadi perdagangan di sungai.

Nuwo Sesat, Rumah Adat Lampung dengan Beragam Ciri Khas yang Penuh Makna

Karena aktivitas perdagangan ini, hingga akhirnya memunculkan pasar yang dikenal dengan nama pasar terapung. Pada masa kejayaannya, pasar terapung ini selain untuk aktivitas dagang atau aktivitas hilir mudik untuk mengantar barang.

Karena aktivitas yang selalu berada di sungai, masyarakat akhirnya membuat sebuah tempat tinggal. Hingga makin lama para penduduk memilih untuk tetap tinggal di sungai dengan rumah apungnya.

Desain rumah

Rumah apung sebenarnya memiliki desain yang sama dengan rumah pada umumnya. Rumah ini juga memiliki sebuah atap, pintu atau biasa disebut lawang, dan jendela atau disebut lalungkang.

Rumah ini juga dibangun jembatan kecil atau biasa disebut titian dan terbuat dari kayu. Ini berfungsi untuk menghubungkan rumah dengan daratan. Untuk bagian interiornya, rumah ini juga terdapat ruang tamu, ruang tidur, dan kamar mandi yang dibangun terpisah.

Namun, masih ada yang perlu diperhatikan dari pembangunan rumah ini, seperti kebutuhan sanitasi dan pembuangan. Sampai saat ini, para penduduknya masih mengandalkan sungai dan kebutuhan tersebut.

Nuwo Sesat, Rumah Adat Lampung dengan Beragam Ciri Khas yang Penuh Makna

Mulai dari pembuangan limbah rumah tangga hingga pembuangan limbah kotoran manusia. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka akan mengakibatkan pencemaran air dan merusak organisme di sekitar sungai tersebut.

Selanjutnya sinar matahari yang ditampung pada sebuah panel surya digunakan untuk penerangan rumah apung pada malam hari. Desain rumah ini disesuaikan untuk kondisi hunian di daerah bantaran sungai.

Semakin langka

Tetapi pada awal tahun 1970-an, rumah apung ini dibangun oleh hampir semua penduduk yang tinggal di tepian sungai. Namun di zaman yang semakin berkembang seperti saat ini, rumah tradisional ini mulai ditinggalkan oleh sebagian penduduknya.

Ada juga yang masih bertahan tinggal di tepian sungai. Namun, desain rumah apung diubah menjadi rumah panggung. Hal ini dilakukan agar rumah menjadi lebih kokoh dan permanen, sehingga jika ada gelombang di permukaan air rumah ini akan tetap stabil.

Ditinggalkannya rumah apung ini karena membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membangun rumah apung ini. Terlebih untuk mendapatkan kayu gelondongan, sebagai bahan dasar bangunannya yang semakin sulit karena maraknya penebangan air.

Mengenal Rumah Adat Kasepuhan: Desain yang Unik Khas Jawa di Cirebon

Perlu diketahui, rumah ini juga rentan untuk dicuri apabila pemiliknya sedang lengah. Bangunan rumah akan dipotong oleh si pencuri dengan gergaji dan diambil kayunya untuk nantinya dijual kembali.

Selain itu, rumah apung ini ternyata membutuhkan perawatan ekstra. Dari segi pondasinya, rumah ini didesain memiliki sifat tahan air. Namun, ketika air sedang surut, rumah akan terdampar dengan posisi yang tidak dapat dipastikan.

Hal yang terpenting adalah jumlah penduduk akan terus bertambah seiring perkembangan zaman. Karena itu banyak penduduk yang lebih memilih untuk meninggalkan hunian di sungai dan beralih ke darat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini