Bantu Anak Tidak Mampu, Farid Bangun Sekolah Dibayar Sayur dan Doa

Bantu Anak Tidak Mampu, Farid Bangun Sekolah Dibayar Sayur dan Doa
info gambar utama

Sekitar 35 kilometer dari pusat kota Banyuwangi, Jawa Timur. Anak-anak berjalan kaki penuh semangat memasuki sekolah di atas perbukitan. Sekolah ini terkesan sederhana. Para siswa duduk berlesehan sebab tidak ada bangku dan tanpa ruang kelas. Mereka bebas belajar di sudut mana saja. Mau pakai sepatu ataupun tidak. Itu diperbolehkan karena tidak semua anak memilikinya. Maklum, mayoritas pelajar di sini berasal dari keluarga tidak mampu.

Sekolah ini hanya sederhana, bukan tidak berkualitas. Pendirinya membangun sekolah ini untuk menyelamatkan anak-anak dari putus sekolah. Biaya semester di sini tidak harus dibayar dengan uang, bisa juga sayur atau bahkan doa. Itulah keunikan sekaligus kemuliaan pendiri sekolah ini.

Perkenalkan Muhammad Farid, putra asli Banyuwangi yang lahir pada 19 April 1976. Ia membangun sekolah berbasis alam pada 6 Januari 2005 ketika umurnya 29 tahun. Sekolah itu kini bernama SMP Alam Banyuwangi Islamic School (BIS). Farid menjadi kepala sekolah di sana.

Petani Millenial, Pendiri Seni Tani di Bandung Raih SATU Indonesia Awards. Siapa Dia?

Sekolah alam

Sekolah alam bikinan Farid berdiri di atas tanah wakaf seluas 4000 meter persegi. Lokasinya berada persis di atas bukit Desa Kopen, Kecamatan Genteng, Banyuwangi. Dahulu sekolah ini juga memiliki tingkatan sekolah dasar (SD) dan dikelola oleh sahabat bernama Yusanto. Namun, ketika sekolah didaftarkan ke dinas pendidikan, pihak berwenang hanya memperbolehkan tingkat SMP saja yang beroperasi karena sekolah tersebut berada di dusun terpadu.

Farid bercerita kepada blogger Echa bahwa mulanya sekolah alam ini ia bangun untuk mendukung penelitian tesisnya saat menempuh pendidikan strata 2 Manajemen Pendidikan. Singkat cerita, Farid pun mendapat izin dari seorang pemilik kebun kafe untuk mengelola tanahnya menjadi sekolah. Di situlah sekolah alam BIS berkembang hingga sekarang.

Farid suka sekali dengan sekolah berkonsep alam. Namun, ketika studi banding ke Jakarta, dia cukup terkejut mendapati biaya sekolah alam yang mahal. Pada akhirnya, ia pun menerapkan konsep alam di sekolah BIS yang dibangunnya ini, tapi dengan biaya yang jauh lebih terjangkau, bahkan gratis.

Saat awal mendirikan sekolah ini, Farid hanya membangun aula, sebuah langgar atau musala kecil, serta satu sanggar. Sisanya saung-saung kayu sederhana. Tempat belajar di sini terbuka, sehingga ruang gerak para siswa tidak terbatas.

Ia mengaku sempat kesusahan mencari murid ketika baru merintis. Dia bahkan harus pergi ke pasar-pasar untuk menemukan murid yang mau bersekolah. Pada akhirnya, usaha Farid pun berhasil. Banyak anak yang mau bersekolah di sana.

Nordianto, Pahlawan Edukasi Pernikahan Dini Asal Kalimantan

Seikat sayur untuk biaya sekolah

Sekolah ini punya banyak keunikan di balik kesederhanaannya. Para siswa hanya memakai seragam setiap Senin dan Selasa. Di hari lain, pakaian bebas. Siswa tidak harus memakai sepatu, kalau memang tidak punya.

Tujuan awal Farid mendirikan sekolah ini karena dirinya ingin membantu keluarga tidak mampu. Itulah sebabnya para orang tua diperbolehkan membayar biaya sekolah dengan sayur-mayur. Kalau tidak ada, boleh dengan doa saja, bahkan gaji guru dahulu juga diberikan dalam bentuk sayuran.

Seiring waktu, kini Sekolah Alam BIS telah mengantongi akreditasi B dan dikelola secara lebih profesional. Banyak orang tua yang membayar biaya sekolah menggunakan uang Rupiah. Begitu juga dengan guru-guru di sana. Mereka sudah menerima gaji dalam bentuk uang.

Meski begitu, Sekolah Alam BIS tetap menerima sayur mayur sebagai pengganti biaya sekolah hingga sekarang. Sayuran itu biasanya diolah di dapur untuk dimasak sebagai menu makanan siswa.

Elmi Sumarni Ismau: Pejuang Kesetaraan Penyandang Disabilitas di NTT

Berbahasa Inggris setiap hari

Sekolah alam Banyuwangi Islamic School mengusung konsep ma’had yang mirip dengan pesantren. Anak-anak tidak hanya belajar materi umum saja, tapi juga agama. Para siswa diperbolehkan pulang setiap Sabtu dan Minggu. Lama tinggal di pesantren untuk setiap siswa juga lama kelamaan bertambah. Dari sebulan menjadi enam bulan.

Ratusan anak kurang mampu sudah menjadi alumni sekolah ini. Mereka bahkan datang dari berbagai daerah, seperti Madura, Jember, Bali, dan Palangkaraya.

Sekolah Alam BIS menerapkan kurilkulum gabungan modern dan pondok pesantren salafiyah. Para siswa diajarkan untuk menguasai bahasa Arab dan menghafal Al-Qur'an, lalu Bahasa Inggris, Jepang, serta Mandarin. Bahasa Inggris menjadi bahasa sehari-hari di sekolah ini. Farid menggunakan kurikulum kreatif karena ia suntuk dengan metode usang sekolah umum. Baginya, ini sekolah kehidupan.

Sesuai dengan konsep sekolah alam, para siswa dibebaskan berekspresi dan belajar di mana saja. Mereka tidak terikat dengan pembelajaran, tapi tetap berpedoman kepada standardisasi yang diberlakukan Dinas Pendidikan.

Setiap murid wajib mengikuti tiga camp, antara lain: English Camp, Tahfidz Camp dan Kitab Kuning Camp. Di samping itu dan tak kalah luar biasa berbeda, para murid di sini diwajibkan berbagi ilmu dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, saat libur sekolah, setiap anak harus mengumpulkan beberapa orang di daerahnya, lalu mengajarkan mereka ilmu pengetahuan yang telah dipelajari di sekolah.

Pendidikan iman dan akhlak menjadi salah satu keunggulan sekolah alam ini. Para murid menjalani ibadah sehari-hari dengan baik dan tepat waktu. Mereka juga ditanamkan kebiasaan salat tahajud, berjemaah lima waktu, dan duha setiap hari.

Berkat dedikasinya dalam membantu anak dari keluarga tidak mampu untuk bersekolah, Farid berhasil menjadi pemenang Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2010 kategori pendidikan. Dia mengungguli 120 pendaftar dan berhak mendapatkan hadiah sebesar 40 juta rupiah. Uang tunai itu pun dia gunakan untuk memajukan Sekolah Alam Banyuwangi Islamic School.

Pendongeng Ceria Akan Ceritanya Demi Meredamkan Prasangka

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini