Mengenang Situ Aksan, Danau Favorit Warga Bandung yang Kini Tinggal Nama

Mengenang Situ Aksan, Danau Favorit Warga Bandung yang Kini Tinggal Nama
info gambar utama

Masyarakat Bandung yang berusia muda saat ini tentunya asing bila mendengar nama Situ Aksan. Tetapi bagi anak muda Bandung di era 50-70 an, saat mendengar Situ Aksan pastinya akan teringat kisah yang begitu indah.

Hal ini karena situ yang terletak di dekat Jalan Pagarsih ini merupakan tempat yang memiliki kenangan manis bagi anak muda kala itu. Tetapi danau buatan tersebut sekarang sudah hilang kalah dengan dinamika pembangunan di Kota Bandung.

Dimuat dari Infobdg, Situ Aksan adalah pulau-pulau kecil di tengah hamparan air. Agar sampai ke daratan tersebut, warga biasanya menggunakan perahu dayung. Hal tersebut menjadikannya salah satu tempat wisata favorit.

Kisah Empu Wisesa dan Luapan Sungai Citarum yang Jadi Kota Bandung

Situ Aksan diambil dari kata situ yang memiliki arti danau dalam bahasa Sunda. Sedangkan aksan berasal dari pemilik lahan yakni Haji Aksan. Situ Aksan merupakan bekas galian lio batu bata.

“Yang berarti secara tidak langsung danau itu merupakan danau buatan,” jelas T Bachtiar yang dimuat Pikiran Rakyat.

Wisata favorit

Pembangunan Situ Aksan bermula dari rencana pemerintah kolonial Belanda yang ingin memindahkan ibu kota Priangan dari Dayeuhkolot ke Bandung. Rentang tahun 1860-1930 terjadi pembenahan dan pembangunan Kota Bandung.

Haji Mas Aksan yang adalah pengusaha membaca peluang itu dengan baik. Dirinya memanfaatkan sawah yang dimilikinya menjadi lio, tempat dan sumber bahan mentah pembuatan batu merah.

Pengambilan tanah sedalam 1-1,5 meter pada sawah seluas 4 hektare membentuk lahan yang lebih dalam di lingkungan sekitarnya. Tepat di sebelah barat sawah atau lahan tersebut terdapat sungai Leuwilimus.

Susur Gedong Cai Tjibadak, Seabad Jadi Sumber Air Masyarakat Bandung

Karena membutuhkan pasokan air yang banyak, pemerintah kolonial mengizinkan aliran sungai itu dibelokan sepanjang 600 meter ke bagian lahan yang lebih dalam sehingga membentuk kolam yang luas.

Semakin lama kolam besar itu memiliki ekosistem yang beragam. Kemudian dilakukan beberapa pembenahan, hingga membuat Situ Aksan menjadi objek wisata favorit pada era 50 - 70 an.

Tinggal kenangan

Beragam kegiatan diselenggarakan di Situ Aksan, orang Tionghoa rutin setiap tahun mengadakan Festival Air Peh Tjoen. Festival ini rupanya menjadi acara tahunan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

“Berbagai kegiatan seperti kompetisi dayung, panjat tiang, lomba renang, memancing, bahkan kompetisi krontjong menarik perhatian warga,” tulis De Koerier 4 Juni 1932.

Potensi turis yang datang juga tidak main-main, karena selain pribumi dan Tionghoa, orang Eropa juga sering menghabiskan waktu di Situ Aksan. Karena itu pemerintah kolonial Belanda merencanakan projek Roro Jonggrang.

Iduladha 1932 tak Libur, Warga Bandung Marah kepada Pemerintah Kompeni

Proyek ini ingin menjadikan Situ Aksan sebagai villa park, sebuah perumahan sederhana berkonsep real estate tetapi cicilan murah. Unit ini akan dibangun berjajar yang menghadap langsung ke Situ Aksan.

Namun belum jadi konsep itu, Belanda harus hengkang karena Jepang. Situ Aksan lambat laun harus mengalah dengan dinamisnya pertumbuhan Kota Bandung. Situ Aksan pun mengering, air berganti jadi bangunan yang tumbuh seperti jamur di musim hujan.

“Riwayat Situ Aksan pun tamat,” jelas Merrina Listiandari dalam Riwayat Situ Aksan, Danau yang Hilang di Bandung.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini