Iduladha 1932 tak Libur, Warga Bandung Marah kepada Pemerintah Kompeni

Iduladha 1932 tak Libur, Warga Bandung Marah kepada Pemerintah Kompeni
info gambar utama

Pemerintah secara resmi menetapkan libur hari raya Iduladha 2023 selama 3 hari dimulai dari tanggal 28 Juni hingga 30 Juni. Keputusan ini membuat masyarakat Muslim bisa merayakan momen Iduladha dengan khusuk.

Tetapi zaman Hindia Belanda, warga Bandung pernah marah karena pemerintah kolonial tak memberikan hari libur pada Iduladha 1932. Hal ini terlihat dari unggahan video dari Priangan.com yang mengabarkan kondisi Bandung diwarnai kekesalan.

“Karena tindakannya itu, kolonial dikritik habis-habisan dan dianggap intoleran,” tulis Ibn Ghifarie, pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung yang dimuat Bandung Bergerak.

Dipati Ukur, Perjalanan Hidup Pemberontak yang Ditumpas oleh Mataram

Keluarnya keputusan itu disinyalir sebagai buntut adanya perbedaan penetapan hari Iduladha di berbagai daerah Indonesia. Ketika itu ada daerah yang menetapkan hari Iduladha pada 16 april, ada juga yang 17 April.

“Pemerintah kolonial sendiri memutuskan bahwa hari libur Iduladha jatuh pada 17 April 1932 bertepatan hari Ahad,” tulisnya.

Hanya di Bandung

Bandung tempo dulu/Flickr
info gambar

Kemarahan masyarakat muncul karena aturan tersebut hanya berlaku untuk sekolah di Bandung. Kekecewaan makin besar karena aturan itu tidak dibuat oleh Bupati, melainkan langsung dari pemerintah Belanda.

Pada koran Sipatahoenan yang terbit pada 20 April 1932, orang Bandung menganggap pemerintah kolonial tidak menghormati umat Islam. Kebijakan ini juga dinilai sebagai bentuk kurang penghargaan pemerintah terhadap agama Islam.

Institut Pasteur Dr Sardjito dan Perjuangan Tenaga Kesehatan bagi Kemerdekaan

“Bahkan muncul juga di tengah masyarakat, jika kebijakan tersebut adalah cara perjanjian untuk menggoyahkan aqidah umat Islam agar pindah keyakinan,” paparnya.

Kebijakan ini juga diwarnai dinamika sosial keagamaan pada paruh abad ke 20. Hal ini menjadi salah satu masalah kontroversial yang bersentuhan langsung dengan umat Islam sepanjang pemerintahan di Indonesia.

Selalu meriah

Bandung tempo dulu/Flickr
info gambar

Di sisi lain, perayaan Iduladha di kota Bandung selalu diadakan secara meriah. Pasalnya hari raya umat Islam ini tak hanya diadakan dengan memotong hewan kurban. Tapi kegiatan sosial lainnya.

Salah satunya dilakukan oleh Pengurus Besar Persis yang memanfaatkan momen hari raya dengan menggelar aksi sunatan massal pada tahun 1936. Ketika itu, anak-anak yang terdaftar mencapai 12 orang.

Aku Sangat Muda, Aku Sulut "Bandung Lautan Api" di Tanah Sunda

“Semua anak tersebut tidak memiliki ayah dan ibu. Sedangkan uang derma yang didapat sebesar 14 gulden. Bahkan ditambah sumbangan pakaian berupa 12 sarung Madras dari K.M Tamim: 5 kaos dari Asy’ari; 5 kaos dari Said Akil; 12 kopiah dari Moekri; 12 ikat pinggang dari Arsenotojo; 10 setel piyama dari Enggoes dan 12 sarung batik dari Lijst No.5,” tulis Al-Lisaan yang dimuat Bandung Bergerak.

Keramaian pun terjadi ketika gendang ditabuh sebagai bentuk arak-arakan untuk meramaikan anak-anak yang disunat itu. Momen ini dilaporkan Sipatahoenan edisi 5 maret dengan penuh nuansa kegembiraan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini