Teater Tanpa Kata pada Perayaan Anak Sumatera Barat 2023

Teater Tanpa Kata pada Perayaan Anak Sumatera Barat 2023
info gambar utama

Dua anak laki-laki dan tiga anak perempuan berusia antara 8 sampai 15 tahun mengenakan riasan putih dengan celak hitam pada bawah mata. Warna merah menyapu kelopak mata, pipi, dan bibir. Mengenakan pakaian hitam putih bergaris horisontal dengan sarung tangan putih, mereka menampilkan ekspresi dan gerak seperti bermain, berjualan, dan menyapu taman dengan pesan kebahagiaan.

Narasi itu muncul di gelaran pembukaan Festival Anak (18/11) di istana Gubernuran Sumbar pada suguhan pertunjukan Pantomime siswa Tuli dari Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa (SLB-YPPLB) yang berjudul 'Bermain di Taman'.

Penampilan ekspresif mereka tidak lepas dari tangan dingin seorang seniman teater Sumatera Barat bernama Dadang Leona. Pengalamannya aral melintang di dunia seni peran dan 5 tahun belakang melatih siswa disabilitas Tuli untuk pertunjukan pantomim.

"Butuh waktu 1 bulan lebih untuk melatih mereka di pertunjukan kali ini. Ada 3 orang yang sudah beberapa kali tampil, 2 lainnya masih perdana," ujar Dadang.

Ia menceritakan pengalaman melatih pantomim di SLB-YPPLB untuk Festival Anak Sumatera Barat. Setiap latihan, Dadang selalu didampingi guru yang mengerti bahasa isyarat. Hal itu dikarenakan ada perbedaan cara komunikasi antara Dadang dan siswa Tuli, namun tetap saling menghomati.

Indonesia Gandeng Meta untuk Amankan Ruang Digital Pemilu 2024

"Ini hanya persoalan ragam cara berkomunikasi saja," ceritanya untuk menghindari orang dengar terjebak pada audisme yang kemudian memaksa orang Tuli untuk bisa bicara, seolah orang yang bisa bicara itu jauh lebih baik.

Ketika latihan, ia akan mencontohkan beberapa gerakan dan siswa mengikuti. Saat Dadang tidak mengerti maksud siswa, pria tersebut akan bertanya pada guru pendamping di SLB. Begitu sebaliknya, ketika siswa tidak mengerti maksud Dadang, si guru akan membantu menjelaskan maksudnya kepada siswa. Para siswa Tuli terbiasa berkomunikasi melalui gerak tubuh dan ekspresi.

Dadang mengakui perbedaan cara berkomunikasi membuatnya kadang sulit memahami perasaan para murid.

"Proses ini membutuhkan kesabaran. Saya selalu berusaha membuat proses latihan menjadi nyaman bagi mereka," katanya.

Bermain di Taman

Pantomim merupakan pertunjukan teater tanpa kata yang penampilannya mengutamakan gerak tubuh dan ekspresi. Menurut Dadang, ini adalah keunikan yang membuat mereka lebih mudah untuk menyelami pantomim dibandingkan orang dengar yang dominan berkomunikasi dengan kata.

"Mereka punya penghayatan yang sangat baik di pantomim," pujinya terhadap para pelajar Tuli.

Dadang melatih pantomim di SLB sejak tahun 2018. Beberapa muridnya mendapatkan juara nasional pantomim untuk kejuaraan nasional disabilitas dan tampil pada undangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tak hanya itu, ia selalu menjadi juri untuk perlombaan pantomim tingkat Sumatera Barat.

Kelompok Lima Pandawa: Kenalkan Cerita Lokal dengan Seni Tari untuk Anak Muda

"Hal yang paling membanggakan adalah ketika mereka menampilkan karya saya dengan baik. Itu adalah kepuasan batin seorang seniman," ucapnya.

Bagi Dadang, sesuatu hal yang membahagiakan jika para murid gembira bisa tampil dengan maksimal. Dadang selalu berusaha memberi semangat kepada mereka, ketika murid-murid disabilitas Tuli bersedih.

"Mereka akan memeluk saya ketika bahagia. Saya pun ikut bahagia. Sederhana," katanya.

Bermain di Taman

Pika Kesty, guru pendamping para penampil dari SLB-YPPLB, juga menyampaikan kegembiraannya.

"Baru kali ini siswa kami terlibat pada acara yang melibatkan banyak orang. Biasanya, mereka diundang ketika ada acara khusus disabilitas," jelas Pika.

Menurutnya, tidak ada beda antara anak Tuli dan yang bukan, kecuali cara komunikasi. Menariknya di momen perayaan hari anak tahun ini, siswanya bisa merayakannya bersama anak-anak lain.

"Saya berharap kegiatan seperti ini diperbanyak. Kegiatan ini menjadi upaya untuk menghapus pembatas antarkondisi anak yang beragam," harapnya.

QRIS Resmi Meluncur di Singapura, Perluas Pasar UMKM

Di tempat yang sama Yusuf Fadli Aser, kurator Festival Anak, mengatakan, perayaan ini berupaya untuk menghadirkan ruang temu yang inklusif untuk anak.

“Bukan hanya soal bermain dan belajar bersama terkait berbagai isu, melainkan mendorong partisipasi bermakna dari anak agar percaya diri menyelenggarakan kegiatan serta menampilkan karya untuk diapresiasi khalayak,” ujarnya.

Mahatma Muhamad yang juga kurator Festival Anak menambahkan, "Keterlibatan siswa SLB-YPPLB adalah wujud partisipasi bermakna. Apa pun kondisinya, setiap anak dapat berkarya dengan cara masing-masing.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AC
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini