"Netral di tengah Pesta Demokrasi", menuju Pemilu Jurdil dan Luber 2024

"Netral di tengah Pesta Demokrasi", menuju Pemilu Jurdil dan Luber 2024
info gambar utama

Ya, kita sudah berada di penghujung akhir tahun 2023, persisnya kita sudah memasuki bulan ke-12 atau bulan terakhir kalender, yaitu Bulan Desember tahun 2023. Kawan GNFI, tentu kita tahu bahwa tahun depan yaitu 2024 bangsa kita akan merayakan pesta dan hajatan besar skala nasional yang disebut Pemilihan Umum. Tentu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Pemilu tahun 2024 sudah di ambang pintu, karena tahun 2023 ini saja hanya tinggal menyisakan 29 hari lagi.

Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan Pemilihan anggota legislatif untuk pusat, provinsi dan kabupaten/kota akan dihelat secara serentak pada hari yang "spesial", yaitu 14 Februari 2024.

Hari yang spesial, karena perhelatan pemilu (entah disengaja atau tidak) bersamaan dengan hari spesial yang kita sama-sama tahu, bagi sebagian orang diperingati sebagai hari kasih sayang. Sementara untuk pemilihan kepala daerah akan diselenggarakan secara serentak rencananya pada 27 November 2024.

"74 days to go to Pemilu Pilpres, guys", still counting the days. Begitu lah jika kita boleh mengutip slogan atau tagline para anak muda Jakarta Selatan generasi milenial maupun generasi Z. Pemilu sudah dekat kawan, begitulah kira-kira.

204,8 Juta Suara Pada Pemilu 2024

Masyarakat bakal berbondong-bondong ke TPS, untuk menyatakan hak pilihnya memilih presiden, legislator dan pemimpin daerah yang sesuai dengan hati nuraninya. Di mana ada 204,8 juta suara sudah terdaftar sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap) untuk Pemilihan Umum 2024, sesuai data dan informasi yang dilansir situs resmi Komisi Pemilihan Umum RI (www.kpu.go.id).

Tentu 204,8 juta suara ini harus dikawal dan diawasi seluruh tahapan proses pemungutannya hingga mekanisme selanjutnya secara presisi dan detail. Dimulai dari hulu hingga hilirnya, di mana tahapan penghitungan sudah final dan dilanjutkan dengan penetapan pelantikan pasangan yang menang nantinya secara sah dan tuntas.

Para PNS atau ASN juga tetap bisa memilih dan menyatakan hak suaranya di TPS, namun dengan syarat yaitu PNS atau ASN harus Netral. Hampir di setiap perhelatan Pemilu maupun Pileg dan Pemilukada pasca reformasi 1998, bangsa kita seringkali berhadapan dengan terminologi netralitas.

Ya, netralitas utamanya bagi PNS/ASN, TNI dan POLRI. Mengapa? Karena, sudah barang tentu, Pelaksanaan Pemilu secara nasional dan akan menentukan nasib 270 juta rakyat Indonesia untuk 5 tahun kedepan, pasti membutuhkan keterlibatan, kerjasama dan koordinasi dengan aparat. PNS / ASN, TNI, POLRI hingga KPU dan Bawaslu juga identik dengan terminologi aparat yang dimaksud, karena mereka memang ditugaskan negara untuk menyelenggarakan Pemilu.

Mengungkap Akar Konflik Rohingya: Mengapa Etnis ini Begitu Dibenci di Myanmar?

Nah, Kawan, kekhawatiran publik yang patut ditangkap adalah "jangan sampai wasit ikut sebagai pemain" dalam perhelatan Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Kepala Daerah. Negara pun sudah menangkap aspirasi dan kekhawatiran publik ini supaya aparat kita tetap Netral dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon (paslon) maupun kontestan.

Dengan apa? Dengan berbagai instrumen tentunya, salah satunya dengan regulasi yang menjamin kepastian hukum terkait Netralitas ASN.

Regulasi pun diterbitkan untuk menjamin Netralitas ASN. Diantaranya dengan penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 2 Tahun 2022, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.

Tidak tanggung-tanggung, SKB ini bukan hanya dibuat 1 atau 2 instansi saja, tetapi melibatkan 5 instansi sekaligus yang harus duduk bareng menerbitkan regulasi ini, yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara dan Bawaslu.

Tidak cukup hanya itu saja. Seolah ingin menjawab kekhawatiran masyarakat soal netralitas terkait penyelenggaraan Pesta Demokrasi Lima Tahunan di negara kita, maka Kementerian PAN RB juga menerbitkan Surat Edaran (SE), yaitu SE No. 1 Tahun 2023 dan SE No. 18 Tahun 2023 tentang Pedoman Netralitas Pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pemilu.

Perdana Digelar, Festival Indonesia Timur Pukau Ribuan Pengunjung di Belanda

JURDIL, LUBER, dan NETRAL

Pemilu yang diselenggarakan di negara kita sejak dahulu sudah mempunyai fatsun Pemilu yang Jurdil dan Luber. Pemilu yang Jurdil, adalah Jujur dan Adil. Sementara, Luber adalah Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.

Prinsip Pemilu Jurdil dan Luber sudah ditanamkan di benak pemilih kita, bahkan sudah di luar kepala. Utamanya sejak Reformasi 1998. Masyarakat sudah jengah dengan praktik intimidasi maupun dengan kehadiran KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang sempat 32 tahun menghinggapi negara kita dengan kehadiran rezim orde baru.

Tentu kawan, masyarakat dan bangsa kita tidak ingin kembali terjebak pada kebobrokan rezim masa lalu. Bangsa dan masyarakat kita harus menjadi bangsa yang maju, khususnya menyongsong 100 tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia nanti pada 2045. Indonesia Emas pada 2045, semoga.

Salah satu cara masyarakat dengan membawa dan menentukan nasib bangsa kita menuju Indonesia Emas 2045 adalah dengan partisipasi publik dalam Pemilu. Dengan masyarakat hadir di TPS dan melaksanakan hak pilih dan hak suaranya, mereka tentu sudah berkontribusi dalam maju atau tidaknya bangsa kita.

Setidaknya untuk 5 tahun kedepan. Dan inilah yang dinamakan era supremasi rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Terdengar sederhana memang, biarpun pelaksanaannya tidak sesederhana itu.

Publik sebagai Watchdog

Lantas bagaimana jika rakyat masih khawatir dengan netralitas aparat? Jangan khawatir karena sekarang bangsa kita sudah memasuki era keterbukaan informasi, demokrasi dan supremasi rakyat. Rakyatlah yang menjadi penentu dan menjadi subyek.

Bahkan, jika mereka melihat ada kelakuan oknum aparat tidak netral bahkan cenderung intimidatif, mereka bisa saja merekam dengan telepon pintar mereka sebagai bukti dukung. Terutama dengan hadirnya berbagai CCTV dan berbagai kanal pelaporan digital yang bisa menjadi sarana pelaporan kelakuan oknum aparat. Dan masyarakat bisa melaporkannya kepada Bawaslu atau penegak hukum sekalipun.

ECRL Malaysia Perkenalkan Jaringan Kereta Api 4G Mutakhir, Pertama di Asia Tenggara

Jadi bagi oknum aparat yang mencoba untuk tidak netral, waspada dan berhati-hatilah! Karena 270 juta masyarakat kita akan mengawasi. Dan perlu kita ketahui bahwa sudut CCTV dari pelbagai penjuru akan siap hadir menjadi pengawas digital, lalu kamera telepon pintar siap merekam dan kanal pelaporan bakalan siap menanti.

Belum lagi platform media sosial yang seolah menjadi "polisi online" yang cukup berpengaruh pada era keterbukaan informasi saat ini. Ingat ini era demokrasi, keterbukaan informasi dan supremasi rakyat, bukan era orde baru yang sudah usang dan kita tinggalkan di belakang.

Mari songsong Pemilu JURDIL dan LUBER. Demi Indonesia Emas 2045, sang burung garuda sudah siap terbang bebas dan menjulang tinggi melintasi cakrawala dunia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini