Kelezatan Dawet Telasih yang Digemari oleh Leluhur Pendiri Mataram Islam

Kelezatan Dawet Telasih yang Digemari oleh Leluhur Pendiri Mataram Islam
info gambar utama

Es dawet telasih merupakan kuliner yang wajib dinikmati ketika berkunjung ke Kota Solo. Kuliner legendaris ini bisa dengan mudah ditemukan para wisatawan saat datang ke Pasar Gede Hardjonagoro.

Dawet telasih ternyata telah digemari sejak dahulu, termasuk oleh pendiri Kerajaan Mataram Islam yaitu Ki Ageng Pemanahan. Bahkan karena sangat suka dengan dawet telasih, konon dia menanam sendiri tanaman tersebut.

Dimuat dari Detik, di daerah Kotagede, Yogyakarta banyak ditemukan jejak peninggalan tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Abdi Dalem, Sutono Dauzan yang masih menemukan tanaman tersebut.

Keberkahan dari Nguras Enceh, Air Suci Warisan dari Sultan Agung

Dikatakan olehnya Ki Ageng Pemanahan merupakan orang pertama yang suka dengan dawet telasih. Karena itu dia menanam biji telasih atau selasih tersebut di ladang. Sehingga dirinya bisa membuat telasih untuk dikonsumsinya setiap hari.

“Terus kalau minuman itu dawet telasih. Di Solo itu kan banyak dawet telasih. Itu dulu yang pertama suka Ki Ageng Pemanahan. Jadi Ki Ageng Pemanahan itu setiap hari harus minum dawet telasih,” ujarnya.

Berziarah bawa telasih

Sosok Ki Ageng Pemanahan merupakan pendiri dari Wangsa Mataram Islam. Dirinya mendapatkan hadiah dari Sultan Pajang Hadiwijaya berupa wilayah hutan Mataram karena bisa mengalahkan Arya Penangsang dari Jipang.

Dirinya mempunyai seorang anak bernama Danang Sutawijaya. Sosok inilah yang kelak mendirikan Kesultanan Mataram Islam dan menjadi raja pertama yang mempunyai gelar Panembahan Senopati.

Sosok Ki Ageng Selo, Sang Penangkap Petir yang Diabadikan di Masjid Demak

Karena sangat dihormati, banyak orang yang tetap berziarah ke makam Ki Ageng Pemanahan. Tetapi yang menarik, para peziarah ini akan menyiapkan telasih sebagai wujud rasa sukanya Ki Ageng Pemanahan kepada minuman ini.

“Makannya kalau ada peziarah kita setiap hari Jumat harus ada telasih untuk Ki Ageng Pemanahan karena beliau dari dulu senang dawet telasih,” pungkasnya.

Dirawat masyarakat Jawa

Dawet yang digemari ini lantas dipertahankan oleh para keturunan Ki Ageng Pemanahan. Bahkan minuman ini kemudian menyebar ke berbagai lapisan masyarakat hingga ke lapisan bawah sekalipun.

Dawet kian merasuk sanubari masyarakat Jawa karena sering ikut dalam upacara tradisional. Misalnya, orang menikahkan anaknya dengan melibatkan unsur dawet. Hal ini sebagai simbolisasi dalam pernikahan.

Soeharto dan Gagasan Swasembada Beras yang Dilanjutkan dari Mataram Islam

“Secara khusus ditujukan atau dipahami sebagai simbolisasi sebuah doa agar pernikahan yang akan digelar keesokan hari, dikunjungi banyak tamu, seperti juga laris-manisnya dawet yang terjual,” ucap Heri Priyatmoko dalam Menikmati (Sejarah) Dawet dimuat Alif.

Baginya dawet tidak lagi persoalan romantika, tetapi juga jejak sejarah. Hal ini membuka kesadaran publik bahwa beradab lampau dawet setia menemani orang Jawa hingga kini. Hal yang juga menembus sekat sosial.

“Mulai dari wong cilik, kaum berduit, hingga presiden lumayan mengakrabi dawet,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini