Pulau Si Kantan, Perwujudan dari Anak yang Durhaka

Pulau Si Kantan, Perwujudan dari Anak yang Durhaka
info gambar utama

Indonesia memiliki banyak cerita legenda yang tersebar di kalangan masyarakat. Salah satu yang paling terkenal adalah cerita Malin Kundang, si Anak Durhaka dari tanah Sumatra Barat. Namun, ternyata Sumatra Barat bukan satu-satunya penyaji cerita si Anak Durhaka, Sumatra Utara juga punya. Ia bernama Si Kantan.

Sampai saat ini, secara fisik Si Kantan merupakan sebuah pulau yang terdapat di Labuhan Batu, berjarak 20 menit dari Labuhan Bilik. Pulau Sikantan terletak di tengah-rengah laut, yaitu laut yang membatasi antara Tanjung Sarang Elang dengan Labuhanbatu. Lokasinya yang tidak strategis dan terurus membuatnya jarang dikunjungi para warga. Pulau Sikantan pun hanya dipenuhi semak belukar serta pohon kelapa.

Si Kantan Anak Durhaka

Terkisah, di suatu daerah bernama Panai, tinggallah pasangan miskin dengan seorang anak bernama si Kantan yang berumur 16 tahun. Sang ayah menjadikan hutan sebagai tempat mata pencaharian, mengambil kayu api untuk dijual ke pasar. Ia memulai pekerjaan sejak pagi, tapi anaknya si Kantan yang sudah pantas untuk bekerja malah bersikap tidak tahu diri. Kesehariannya dihabiskan untuk berleha-leha seperti orang kaya, tanpa merasa bersalah.

Kisah Lubuk Emas Menjadi Pengingat Bahwa Cinta Beda Kasta Memang Tak Bisa

Pada suatu malam, Ayah si Kantan bermimpi didatangi seseorang berpakaian putih yang menyuruhnya mengunjungi sebuah pulau. Di sana terdapat rumpun bambu yang bercahaya seperti intan baiduri berharga selangit. Saat menceritakan hal itu pada anak-istrinya, ia pun disuruh bergegas ke sana. Ayah si Kantan pergi dengan perahu kecil yang sebenarnya terlihat memprihatikan, sementara perlengkapannya adalah parang.

Setelah mengerahkan tenaga dalam waktu yang cukup lama, bambu seperti yang ada dalam mimpinya pun berhasil ditemukan. Sesampainya ia di rumah, bambu itu disimpan dahulu dengan bukusan yang sangat erat karena mereka tidak punya cukup uang untuk menjualnya ke Pulau Pinang.

Suatu hari, kapal besar melewati sungai tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Orang tua si Kantan pun menitipkan anak lelakinya tersebut menumpang di kapal untuk menjual bambu berharga. Kabar baiknya, nahkoda kapal adalah orang rendah hati yang senantiasa menolong sesama. Alhasil, tanpa susah payah si Kantan pun ikut berlayar ke Pulau Pinang. Orang tua si Kantan sangat senang, mereka mengira bahwa hidup mereka yang selama ini sengsara dengan kemiskinan akan segera berakhir.

Singkatnya, setelah perjalanan selama berhari-hari di kapal dan beberapa hari perjuangan si Kantan untuk menemukan toko besar di Pinang, ia pun berhasil menjual bambu serupa berlian yang dibawanya dengan harga fantastis pada saat itu.

Si Kantan yang saat miskin saja sudah tidak tahu diri di rumahnya yang hampir tumbang, ditambah lagi dengan banyak uang, jadi tentu saja akhirnya ia melupakan orang tuanya. Uang yang didapatkannya dipakai untuk membeli kebutuhan pribadi bergaya orang kaya. Berlanjut selama 14 bulan, sampai di sana ia mempunyai kenalan orang bangsawan yang amat terkenal di sana.

Pertemanan si Kantan dengan orang-orang kaya berujung pada dikenalkannya ia pada perempuan cantik, anak seorang saudagar di Kedah. Setelah berhasil menikah, ia membeli perahu besar, lengkap dengan berbagai fasilitasnya. Kapalnya itu dipakai untuk berlayar ke Panai bersama istrinya.

Batu Gantung, Menyimpan Cerita Gadis yang Putus Asa

Kebetulan, di Panai ada sebuah tradisi yang mengharuskan warganya untuk menyambut kapal yang datang. Pada saat itu, kapal yang paling menarik adalah kapal mewah si Kantan. Oleh karena itu, para warga mengelilingi kapalnya. Warga yang mengenal si Kantan mengabarkan berita kedatangan kepada orang tuanya. Sebagai orang tua, pastilah senang mendengar kabar tentang kesuksesan anaknya.

Malang, ibu si Kantan justru dicerca anaknya dengan hina. Ia tidak mengakui orang tua yang katanya buruk dan kotor itu. Bahkan, si Kantan juga memerintahkan anak perahunya untuk mengusir sang ibu. Hati ibu si Kantan sangat teriris pedih, beliau pun mengadu kepada suaminya hingga membuat sang suami kembali mendatangi anak mereka di keesokan harinya. Namun, sang ayah juga mendapat perlakuan yang sama.

Suatu waktu, saat si Kantan beserta istri dan anggota-anggota di kapalnya memutuskan pulang, angin seolah menghilang sampai berbulan-bulan, ombak menggulung dengan sangat besar, dilengkapi dengan petir yang menyambar-nyambar. Pada saat itu, si Kantan sempat berpikir bahwa itu akibat dari kedurhakaannya pada kedua orang tuanya. Maka, ia pun kembali berlayar ke Panai. Tapi, ada beberapa hal yang membuat si Kantan berubah pikiran dan kembali menjadi anak durhaka.

Singkat cerita, atas dasar sakit hati, Ibu si Kantan berdoa di tepi sungai menghadap matahari, kemudian memohon agar Tuhan membalas perbuatan anaknya yang telah durhaka itu. Seketika aja, angin badai datang berembus bersama kilat yang begitu hebat, air sungai Panai pun membuat gulungan ombak yang tinggi, gemuruh langit ikut menambah suasana mencekam di sana.

Dalam waktu singkat, kapal mewah si Kantan terbalik dihempaskan ombak hingga tenggelam ke dasar bumi. Kemudian, saat semua perhitungan alam telah berhenti, perahu karam si Kantan timbul seperti sebuah pulau, dengan beruk putih di atasnya yang disangka orang sebagai istri si Kantan. Sejak saat itu, pulau itu diberi nama Sikantan dan sungai di tepi rumah Si Kantan dahulu dijuluki dinamai Sungai Durhaka.

Menilisik Asal Mula Lautan Pasir di Gunung Bromo, Berasal dari Gagalnya Kisah Cinta?

Referensi:

  • https://www.jurnalasia.com/opini/pulau-sikantan-yang-terisolir/
  • https://www.petabelitung.com/2022/01/cerita-si-kantan-tahun-1920.html

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini