3 Alasan Pemerintah Percepat Proyek Tanggul Laut Rp164 Triliun di Pantura

3 Alasan Pemerintah Percepat Proyek Tanggul Laut Rp164 Triliun di Pantura
info gambar utama

Pemerintah Indonesia ingin mempercepat pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa di Pantai Utara (Pantura) Jawa. Skenario jangka panjang proyek itu bahkan telah disebarluaskan dalam seminar nasional kemarin.

Permasalahan degradasi di Pantura yang tak kunjung tertangani menyebabkan kondisi wilayah itu semakin mengkhawatirkan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto mengungkap tiga faktor yang mendesak pemerintah untuk segera membangun Giant Sea Wall dengan estimasi biaya awal sebesar Rp164,1 triliun.

Pemerintah Bangun Tanggul Laut Raksasa di Pantura Jawa, Biaya Awal Rp164 Triliun

Kerugian ekonomi

Banjir di pesisir Jakarta mengakibatkan kerugian ekonomi hingga Rp2,1 triliun per tahun. Dalam satu dekade, angka tersebut berpotensi terus melonjak hingga Rp10 triliun per tahun. Degradasi Pantura tidak hanya menyusahkan masyarakat, tapi juga 70 kawasan industri, 5 Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK), 28 KPI, 5 WPPI, jalur logistik nasional, aset pemerintah, dan infrastruktur publik.

Peran kawasan Pantura Jawa, kata Airlangga, sangat vital dalam perekonomian nasional, terutama untuk mencapai visi Indonesia Emas 2025. Wilayah itu berkontribusi 20,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2020, menurut data JICA dan Bappenas. Namun, aktivitas ekonomi di sana terus merosot akibat penurunan muka tanah.

Land subsidance yang terjadi di kawasan Pantura Jawa tidak hanya membahayakan keberlangsungan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut, tapi juga kehidupan sosial, budaya, bagi jutaan masyarakat,” kata Airlangga di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski Level 11, West Mall, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2024).

Contoh Amsterdam, Tanggul Laut Raksasa Akan Dibangun di Tol Semarang-Demak

Aktivitas industri hingga perikanan terhambat

Tahun ini, lima kawasan aglomerasi di Pantura diprediksi bakal mengalami defisit air baku sekitar 163 meter kubik per detik. Daerah tersebut antara lain: Jabodetabek, Cirebon Raya, Pekalongan Raya, Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Purwodadi), dan Gerbangkertosusila.

Tak hanya itu, degradasi pantai turut menghambat aktivitas industri, kegiatan nelayan, dan perikanan. Airlangga mencatat, di sepanjang pesisir Pantura Jawa, terdapat 5,3 juta penduduk miskin, termasuk nelayan, yang tinggal di permukiman kumuh dan membutuhkan perlindungan.

Jalur Pantura Jawa, Ada Sejak Mataram Islam yang Jadi Favorit ketika Mudik

Penurunan kualitas lingkungan hidup

Airlangga juga menyampaikan bahwa rata-rata akses sanitasi layak di Pantura Jawa pada 2018 hanya 78 persen, masih kurang 22 persen lagi. Di samping itu, kerusakan mangrove di sana diperkirakan telah mencapai 85 persen.

Sekitar 50 juta warga di pesisir Pantura menghadapi bahaya erosi, abrasi, banjir rob, dan penurunan permukaan tanah (land subsidence) 1—25 sentimeter (cm) setiap tahun. Kondisi itu semakin membahayakan karena muka air laut justru terus naik 1—15 cm per tahun di berbagai lokasi.

“Dari para pembicara disimpulkan bahwa Giant Sea Wall sangat diperlukan karena kita ingin menyelesaikan land subsidance penurunan permukaan tanah dan banjir rob yang terus menerus terjadi, karena program ini sudah masuk PSN, sehingga langkah berikut tentu perlu action untuk mewujudkan rencana pembangunan Giant Sea Wall,” jelas Airlangga kepada wartawan.

Tol Semarang-Demak Seksi 2 Siap Beroperasi, Solusi Untuk Kemacetan dan Banjir Rob Pantura

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini