Mengenal Lamaran Suku Toraja, Benarkah Mahal?

Mengenal Lamaran Suku Toraja, Benarkah Mahal?
info gambar utama

Toraja merupakan daerah di Indonesia yang kaya akan adat istiadat dan budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Kebanyakan dari adat istiadat tersebut dilakukan saat musim liburan seperti bulan Juni—Juli dan bulan Desember—Januari. Salah satu budaya yang sering dilakukan pada musim liburan adalah “Ma’ Parampo” atau dalam Bahasa Indonesia disebut “Lamaran”.

Sadarkah kita beberapa tahun belakang ini, lamaran di Toraja sudah sangat meriah dan haruskah semahal itu? Mari Kawan GNFI, kita melihat lebih dekat lamaran di Toraja yang ada di sekitar tahun 2015-an. Kemeriahan acara terebut dimulai dari dekorasi berisi nama dipenuhi bunga, baju seragam calon pengantin dan terkadang keluarga besar, banyaknya dokumentasi, jenis seserahan yang harus dipersiapkan, meningkatnya jumlah orang yang hadir, dan makanan yang bervariasi.

Bidik Potensi Laut Dalam, RI Targetkan 50 Sumur Migas Dibor Tahun Ini

Jika melihat semua ini, Kawan GNFI ada bayangan tidak, biaya yang diperlukan untuk lamaran di Toraja? Mungkin cukup mahal untuk anak muda yang baru merintis di awal karier.

Pihak keluarga laki-laki tiba di rumah pihak keluarga perempuan © Dokumentasi Pribadi
info gambar

Nah, sekarang mari Kawan GNFI mencoba melihat lebih dekat lamaran di Toraja sebelum tahun 2015. Saat itu, lamaran hanya dihadiri oleh keluarga besar dari kedua calon pasangan. Masih jarang yang menggunakan seragam, cukup dengan pakaian yang rapih dan sopan, tidak ada dekorasi tertentu, tidak banyak seserahan, dokumentasi menggunakan handphone dan kamera pribadi, serta makanan rumah versi orang Toraja ketika menyambut tamu. Sangat sederhana, tapi lebih banyak waktu untuk memperkenalkan keluarga kedua calon pasangan.

Sebagai generasi muda penerus suku Toraja, hal terpenting yang perlu Kawan GNFI ketahui adalah apa makna sebenarnya dari “Ma’ Parampo” atau “Lamaran”?

Menurut Arni Rantetasak, ma’parampo merupakan sebuah adat Toraja di mana terdapat kunjungan keluarga laki-laki ke rumah keluarga perempuan untuk menyatakan keseriusannya dalam membangun rumah tangga secara resmi. Lamaran Toraja memiliki dua versi, yaitu Aluk Todolo dan versi Agama Kristen.

Mencari Berkah dari Sumur Tujuh yang Keramat di Puncak Gunung Karang

Lamaran Versi Aluk Todolo

Sebelum ma’ parampo dilakukan, kedua calon pasangan dan keluarga harus melakukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Palingka Kada, artinya mengutus utusan dari pihak kelurga laki-laki kepada pihak kelurga perempuan untuk memperkenalkan diri dan mencari tahu apakah ada ikatan keluarga dengan perempuan tersebut. Setelah itu, pihak laki-laki akan menyampaikan keinginan untuk melamar secara resmi.

b. Umbaa Pangngan adalah pengantaran sirih pinang dengan mengirim utusan pihak keluarga laki-laki yang membawa sirih pinang tersebut untuk dibungkus dalam satu tempat yang dinamakan solong (pelepah pinang). Mula-mula, bungkusan ini diantar oleh tiga orang perempuan, kemudian disampaikan langsung pada ibu atau nenek dari pihak keluarga perempuan.

Versi Kepercayaan Agama Kristen

Dalam ma’parampo, pendeta memiliki peranan yang sangat dominan. Ketika pihak keluarga laki-laki sudah datang ke rumah keluarga pihak perempuan, maka ma’parampo diawali dengan doa dan puji-pujian, kemudian pembicaraan dengan kedua pihak keluarga.

Setelah itu, pihak Gereja menginformasikan ke warga jemaat bahwa jika tidak ada halangan dua minggu ke depan akan dilaksanakan pemberkatan nikah untuk kedua calon pasangan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya pergeseran tradisi ma’parampo, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh agama, modernisasi, pengaruh kebijakan pemerintah, dan derajat ekonomi masyarakat Toraja.

Lantas, lamaran versi Toraja apakah harus semahal itu? Jawabannya semua tergantung standar lamaran yang diputuskan oleh kedua pihak keluarga. Diusahakan boleh, tetapi tidak dengan paksaan.

Namun, sebagai generasi penerus suku Toraja, Kawan GNFI harus memaknai adat istiadat yang dilakukan, termasuk lamaran. Tidak ada tuntutan spesifik lamaran harus meriah dan mahal. Jika mempunyai materi untuk melangsungkan lamaran yang meriah tidak ada salahnya. Acara yang sederhana pun juga tidak masalah.

Poin penting yang perlu Kawan GNFI tanamkan yaitu apa “makna” dari setiap tradisi yang Kawan GNFI lakukan. Jangan hanya berfokus pada dekorasi yang indah dipandang mata. sebagai contoh, seragam yang sepadan, seserahan yang menarik, ataupun makanan yang bervariasi untuk mendapat “pengakuan baik” dari tamu yang hadir, lantas melupakan waktu untuk saling mengenal antar kedua keluarga besar.

Parahnya lagi, jika lamaran yang meriah dilakukan hanya karena takut kalah bersaing. Ingatlah Kawan GNFI, lamaran bukan ajang perlombaan.

Jadi, dengan perkembangan zaman, generasi muda Toraja harus terus belajar memaknai adat ma’parampo yang perlu dilestarikan dengan penuh hikmat, penaamelo, dan kesiapan hati untuk memasuki rumah tangga karunia Tuhan.

Melamarlah sewajar dan semampu yang kalian bisa. Ingatlah selalu untuk menghidupi “maknanya” karena “melestarikan adat tidak harus semahal itu”.

Curug Agung Galunggung, Wisata Air Terjun Warna-warni di Tasikmalaya

Sumber:

https://repository.unibos.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2289/2022%20ARNI%20RANTETASIK%204518022005.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini