Pilpres 2024, Jangan Baper Kawan

Pilpres 2024, Jangan Baper Kawan
info gambar utama

Pemilihan Umum untuk memilih pasangan Presiden-Wakil Presiden dan anggota legislatif baik di tingkat Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota sudah semakin dekat. Persis 14 hari lagi, bangsa Indonesia akan melaksanakan pemilihan lima tahunan secara serentak.

Satu hingga tiga bulan terakhir kita bisa merasakan adanya perubahan atmosfir di lingkungan sekitar kita. Di antaranya maraknya spanduk dan baliho para calon legislatif dipasang di berbagai titik, yang di beberapa lokasi justru sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan warga.

Lalu omongan dan pembicaraan masyarakat yang masih berkutat seputar debat para capres dan cawapres yang diikuti oleh diskusi hangat para pirsawan (penonton). Bahkan, perbincangannya kian menghangat baik di kantor, warung kopi bahkan di jagat media sosial.

Debat pasangan calon presiden dan wakil presiden pun tidak lepas dari pembicaraan atau topik diskusi. Sebagai informasi, debat keempat telah diselenggarakan oleh KPU pada Minggu (21/1/2024). Hal ini menjadi ramai dibicarakan karena terasa banyak gimmick pada tingkah dan strategi yang diekspresikan oleh para cawapres, baik cawapres nomor 1, 2, dan 3.

Jangan Baper

Yang jelas, sebagai masyarakat, jangan terlalu baper (bawa perasaan.red) menyikapi pertentangan dan kontestasi Pemilu 2024 ini, kawan GNFI. Karena siapapun yang menang nanti, entah pasangan nomor 1, pasangan nomor 2 maupun pasangan nomor 3, tetap ada kemungkinan mereka akan tetap bersatu dan berkawan.

Festival Pemilu Fasilitasi Pemuda Pahami Politik, Hadirkan Caleg, Partai, dan Timses

Jangan sampai masyarakat sudah sempat terbelah akibat polarisasi politik pasangan nomor 1, 2 dan 3, padahal di balik layar, ternyata para elit tersebut berkawan. Yang dikhawatirkan, rakyat lagi nanti menjadi sasaran tipu daya sandiwara dan drama politik para elit.

Padahal —mungkin saja— antara elit nomor 1, 2 dan 3 sebetulnya rukun sehingga rakyat menjadi "kecele" dan sudah terbawa paham idealisme politik yang fanatis. Padahal politik itu dinamis dan sangat cair, perubahannya sangat cepat.

Apalagi jika masih banyak pendukung fanatik, baik dari pasangan nomor 1, 2 maupun 3 mudah terpancing emosi. Menjadi pemilih emosional atau pemilih rasional itu kembali kepada pilihan kita semua. Emosi boleh saja, tetapi jangan pupuk emosi berkembang hingga menjadi election stress disorder. Ini adalah suatu bentuk gangguan dan kondisi stress karena politik dan pemilu.

Konsep ini telah diistilahkan dengan sangat baik oleh Steven Stosny, PhD, seorang penulis dan ilmuwan psikologi asal Amerika Serikat pada Tahun 2016.

Seperti dilansir Kompas.com, Stosny berkaca pada perhelatan Pilpres di Amerika Serikat yang menyisakan stress dan tekanan pada publik akibat polarisasi politik. Dengan sangat bijak, Stosny menjelaskan bahwa ia sempat mengaku kewalahan akibat keluhan publik yang muncul pada Pilpres AS.

Eskalasi keluhan, cercaan, makian, bahkan bermusuhan dan tidak tegur sapa kian tidak terhindarkan. Perang dingin antarteman, kerabat, hingga saudara yang berbeda pandangan politik mungkin adalah hal lazim yang bisa ditemui.

Berita yang intensif di timeline, group WhatsApp maupun cerita yang dibagikan di platform media sosial seperti Instagram, Facebook dan WhatsApp tentang pilpres, membuat publik sedikit terganggu baik dalam aktivitas sehari-hari di kantor, ranah keluarga, serta lingkungan pergaulan. Inilah yang terjadi pada tatanan publik. Lantas, bagaimana pada tatanan para elit sendiri?

Tidak Ada yang Abadi dalam Politik

Gaya para elit pastilah berbeda dengan publik tentu saja. Mereka disibukkan dengan beraneka ragam manuver, baik bagi para kawan maupun lawan mereka.

Lantas, apa salah satunya manuver yang biasa dilakukan untuk merangkul lawan? Ya, dengan memberikan porsi jabatan tentunya, baik jabatan menteri atau kepala lembaga atau bahkan jabatan komisaris baik di swasta maupun BUMN bagi para lawan politiknya.

Tentu itu ada untuk mendinginkan suasana agar politik nasional tidak terasa panas seterusnya. Misalnya, jika pasangan nomor 3 yang digawangi oleh Ganjar Pranowo - Mahfud MD ternyata memenangkan Pilpres 2024 ini, bukan tidak mungkin pasangan nomor 1 atau 2 diberikan "porsi" untuk masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan.

Untuk keperluan apa? Barangkali untuk keperluan stabilitas pemerintahan agar menjadi lebih cool sehingga pemerintahan kabinet berjalan 2024—2029 relatif aman dan tidak diganggu pihak oposisi.

Netral dan Anti Hoaks! Ini Deretan Sumber Informasi Pemilu yang Tak Boleh Terlewat

Strategi ini senada dengan yang dilakukan pasangan Joko Widodo dan Maru'f Amin pada Pilpres 2019. Dengan alasan stabilitas nasional dan persatuan kesatuan bangsa, Presiden Jokowi merangkul pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk masuk dalam jajaran pemerintahan saat itu.

Dan kita tahu, tidak ada idealisme abadi dalam politik. Tidak ada kawan maupun lawan abadi dalam percaturan politik tanah air. Hari ini kawan, besok bisa jadi lawan. Sekarang lawan, mungkin besok bisa jadi kawan. Semua tergantung kepentingan, siapa memperoleh apa dan berapa, dan lain seterusnya.

Jangan lupa Cek DPT Online

Jangan lupa bagi kita yang punya hak suara dan akan menggunakan hak politiknya di 14 Februari nanti, untuk senantiasa melakukan pengecekan DPT (Daftar Pemilih Tetap) secara daring. KPU atau Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sudah memfasilitasi hal ini bagi khalayak ramai, jadi Kawan dapat langsung mengakses kanal DPT secara daring pada https://cekdptonline.kpu.go.id/ untuk melihat detailnya, seperti di TPS mana kita terdaftar beserta lokasi lengkapnya.

Caranya cukup sederhana, masukkan saja NIK atau Nomor paspor Kawan (bagi pemilih luar negeri) di Cek DPT Online. Selanjutnya, akan ada informasi yang disajikan, seperti nama, nomor TPS, kota/kabupaten, beserta kecamatan/kelurahannya.

Ingat, pesta lima tahunan ini adalah pesta demokrasi rakyat, "Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat". Coblos pilihan yang sesuai hati nurani, hindari beraneka bentuk serangan fajar maupun praktek money politic. "Jangan sampai masuk angin" dan seusai mencoblos, jangan lupa untuk senantiasa mengawasi setiap proses rekapitulasi suara di TPS kita masing-masing. Sebab, satu suara sangat berharga bagi kelangsungan dan kemajuan negara kita.

Oh iya, Kawan GNFI, mari hindari pula praktek Golongan Putih alias Golput. Sebab, menjadi kaum Golput tidak akan membawa pengaruh apa-apa di negara kita, bahkan semakin menjauhkan negara dari cita-cita para founding fathers bangsa dan negara Indonesia.

Jangan pernah gadaikan suaramu karena rupiah yang tidak seberapa. Suara kita sangat mahal, tidak bisa dikapitalisasi dan tidak bisa ditukar oleh bansos sembako, bantuan langsung tunai, bantuan bedah rumah, maupun amplop yang isinya hanya rupiah yang tidak seberapa. Miskin harta masih jauh lebih baik dan lebih mulia dibanding miskin mental. Setuju?

Tugas KPPS dalam Suksesnya Pelaksanaan Pemilu 2024

Sumber referensi:

  • https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/23/130516120/berita-pilpres-bikin-stres-awas-gejala-election-stress-disorder

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini