Tradisi Menjemput Jodoh ala Masyarakat Osing Kemiren Banyuwangi

Tradisi Menjemput Jodoh ala Masyarakat Osing Kemiren Banyuwangi
info gambar utama

Dilansir dari kemdikbud.go.id, UNESCO menyebut negara Indonesia adalah negara super power dalam bidang budaya. Setiap daerah dan etnis di Indonesia memiliki ke-khas-an budaya yang dipenuhi dengan upacara dan ritual adat yang diyakini.

Upacara dan ritual yang dilakukan telah mencakup segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai dari dalam kandungan, masa dewasa, hingga kematian pun masih diiringi berbagai macam upacara dan ritual adat.

Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat desa-desa yang dinobatkan sebagai desa adat. Penobatan ini didasarkan karena masyarakat desa setempat yang masih tetap melestarikan dan memegang teguh warisan budaya leluhur.

Di Desa Kemiren misalnya. Desa yang dikenal dengan sebutan masyarakat suku Osing ini, terletak di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Masyarakat Osing Kemiren memiliki berbagai tradisi unik, salah satunya tradisi menjemput jodoh. Faktanya, sebagian besar orang Osing Kemiren akan menikah dengan sesama orang Osing Kemiren. Alasannya karena bibit, bebet, dan bobotnya sudah jelas dan sudah dikenal sejak masih kecil.

Tradisi Pertunangan (Uang Bele) sampai pada proses Pernikahan (Bele Elu) di Lembata

Tradisi menjemput jodoh tidak serta merta muncul di tengah-tengah masyarakat Osing Kemiren. Lahirnya tradisi ini dilatarbelakangi karena dahulu kala anak-anak perempuan Osing Kemiren dijodohkan dengan laki-laki pilihan orang tuanya, bahkan sejak mereka masih balita.

Namun, ketika mereka telah beranjak dewasa, mereka telah memiliki tambatan hati lain, sehingga timbullah penolakan atas pilihan orang tuanya yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Osing Kemiren.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi perselisihan dalam keluarga, masyarakat Osing Kemiren memiliki tradisi sendiri dalam hal menjemput jodoh. Terdapat 3 tradisi unik ala masyarakat Osing Kemiren.

Angkat-angkatan

Tradisi ini sama seperti dengan bertunangan pada umumnya, atau istilah di masyarakat Osing Kemiren yakni bakalan. Dalam poin ini, kedua orang tua telah menyetujui kedua calon mempelai. Uniknya pada tahap bakalan ini, setiap hari raya Idul Fitri pihak laki-laki beserta keluarganya berkunjung ke keluarga perempuan dengan membawa seperangkat pakaian dan kue-kue khas lebaran.

Seperangkat pakaian ini menjadi perangkat wajib yang harus dibawa ketika berkunjung ke keluarga perempuan. Selanjutnya, keluarga perempuan akan membalas dengan mengunjungi keluarga laki-laki hanya dengan membawa kue-kue khas lebaran, tanpa membawa seperangkat pakaian.

Keluarga laki-laki akan mengganti kue-kue lebaran yang dibawa keluarga perempuan dengan sejumlah uang dan buah tangan yang senilai dengan kue-kue yang dibawa keluarga perempuan. Dalam tradisi ini, terdapat pantangan yang perlu diperhatikan, seperti adu tumper yaitu pernikahan antar anak sulung, papangan wali yang artinya pernikahan anak dari dua bersaudara kandung laki-laki, dan ngrubuhake jajan sabarang yaitu pernikahan anak dari saudara kandung perempuan.

Ritual Bemandi-mandi dalam Pernikahan Adat Banjar : Tradisi Spiritual ini yang Mencermink

Colongan

Colongan juga biasa dikenal dengan istilah kawin colong. Colongan memiliki arti pencurian. Tradisi ini biasanya dilakukan karena pihak laki-laki tidak mendapat restu dari pihak keluarga perempuan, atau pihak perempuan yang akan dijodohkan dengan laki-laki lain pilihan orang tuanya.

Untuk melakukan kawin colong ini harus berdasarkan kesepakatan kedua belak pihak laki-laki maupun perempuan, serta mendapat restu dari keluarga pihak laki-laki. Biasanya kawin colong ini dilakukan pada siang hari atau sore hari.

Pihak perempuan akan meminta izin ke keluarganya dengan alasan berkunjung ke rumah temannya, tetapi tidak kunjung pulang hingga malam hari. Pihak laki-laki akan mengirim colok, yakni orang yang dipercaya untuk menyampaikan kepada keluarga perempuan bahwa sang perempuan berada di rumah keluarga pihak laki-laki untuk melakukan kawin colong.

Setelah itu, antara kedua keluarga, baik pihak laki-laki maupun perempuan akan saling bersepakat dan menikahkan kedua calon mempelai.

Ngleboni

Ngleoni adalah kebalikannya dari colongan. Tradisi ini dilakukan karena keluarga pihak laki-laki tidak menyetujui calon menantu perempuan pilihan anaknya. Tradisi ngleboni juga didasarkan kesepakatan kedua belah pihak laki-laki dan perempuan, serta atas izin keluarga perempuan.

Lain halnya dengan colongan, ngleboni biasanya dilakukan pada malam hari. Pihak laki-laki akan mendatangi dan memasuki rumah pihak keluarga perempuan untuk melakukan sembah sungkem kepada orang yang berhak menikahkan perempuan tersebut. Pihak keluarga perempuan akan mengirimkan colok untuk mengabari pihak keluarga laki-laki bahwa pihak laki-laki telah menyerahkan diri kepada keluarga perempuan.

Pada saat melakukan ngleboni ini, kedua pihak keluarga tidak boleh menolak pernikahan, dan pernikahan harus segera dilangsungkan.

Tradisi-tradisi menjemput jodoh ala masyarakat Osing Kemiren ini jarang sekali menimbulkan gejolak antara kedua pihak keluarga. Tradisi ini sangat lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat Osing Kemiren dan sama-sama baik dalam hal menjemput jodoh.

Peran Agung Cucuk Lampah dalam Tradisi Pernikahan Jawa Klasik

Referensi:

  • kemdikbud.go.id. UNESCO Sebut Indonesia Negara Super Power Bidang Budaya. https://kwriu.kemdikbud.go.id/berita/unesco-sebut-indonesia-negara-super-power-bidang-budaya/
  • Sari, L. R., Megasari, D. S. 2020. Tata Laksana Upacara Pernikahan Adat Suku Osing di Desa Kemiren Banyuwangi. e-Journal, Vol 09(1), 146-155.
  • Pamungkas, Haryo, dkk. 2022. Merawat Tradisi Merekam Jejak Budaya Osing Kemiren. Jakarta: Perpusnas Press.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini