Kenali Tradisi Karapan Sapi dari Madura

Kenali Tradisi Karapan Sapi dari Madura
info gambar utama

Karapan Sapi adalah budaya yang berasal dari Madura. Istilah "karapan sapi" digunakan untuk merujuk kepada festival balap sapi tradisional yang diadakan di pulau Madura. Asal istilah ini belum diketahui dengan pasti berasal dari bahasa apa. Namun ada beberapa teori terkait istilah karapan sapi yang dipakai itu sendiri.

Istilah "Karapan Sapi" diyakini berasal dari bahasa Madura Lokal. Istilah yang hadir dari bahasa kepulauan ini sendiri menyebutkan bahwa Karapan Sapi berasal dari kata "Kirap” yang berarti "Balapan" atau "Mengejar" dalam bahasa Madura. Adapula istilah yang terbentuk dari Bahasa Arab bahwa kata "Karapan" berasal dari kata Arab "Kirabah," yang berarti "Persahabatan" atau "Kesatuan."

Festival ini sudah dikenal sejak abad ke-14 dan telah berkembang menjadi acara bergengsi di Madura. Pada awalnya, balap sapi digunakan sebagai cara untuk merayakan hasil panen yang melimpah karena sapi kerap kali digunakan masyarakat untuk membajak sawah. Sehingga pertanian menjadi lebih efisien dan produktif.

Industri Pengolahan Kian Unggul, Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Terbesar 2023

Seiring berjalannya waktu, karapan sapi tidak hanya diadakan untuk merayakan hasil panen, tetapi juga menjadi ajang perlombaan. Festival Karapan Sapi menjadi sebuah kegiatan balap sapi yang menyajikan hiburan bagi masyarakat hingga saat ini. Proses evolusi tradisi Karapan Sapi dari perayaan hasil panen menjadi perlombaan yang diakui secara nasional adalah sebuah perubahan menarik dalam budaya Madura.

Lalu bagaimana Karapan Sapi dilombakan di Madura? Tentu Festival Karapan Sapi ini menyiapkan sapi-sapi yang sudah siap dan kuat untuk dilombakan. Sapi-sapi lokal itu nantinya akan dihimpit ke kayu dan diadu sejauh 130 meter, mirip dengan perlombaan kereta. Karapan Sapi sendiri berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juli hingga Oktober, dengan perlombaan piala besar yang diadakan di Pamekasan.

Sapi-sapi yang berpartisipasi dalam acara ini dihiasi dengan emas dan dekorasi lainnya, di mana perlombaan akan dimeriahkan dengan iringan gamelan, kemudian dilanjut dengan memakan sajian tang telah disiapkan. Hingga akhirnya taruhan pada hasil perlombaan juga ditentukan dalam satu tempat ramai.

Harum Semerbak Kembang Sedap Malam untuk Perayaan Imlek, Bawa Rezeki?

Perlombaan yang menyimbolkan perayaan kekuatan sapi dan menandai akhir panen tembakau dan padi khas Madura ini merupakan cara penting dalam memberi semangat sosial bagi masyarakat Madura.

Sapi-sapi yang memenangkan perlombaan juga akan dijadikan pejantan untuk meningkatkan reputasi dan status sosial pemiliknya. Jika Kawan sering berkunjung ke Madura, jangan lewatkan pertunjukan unik dan menyenangkan ini yang dapat mengubah sensasi hidup Kawan agar tidak bosan!

Tentu sebagai acara yang sudah ada sejak abad ke-14. Karapan Sapi sudah memiliki evolusi tradisinya sendiri. Tradisi perlombaan ini telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sehingga asal-usulnya juga telah dilacak.

Menurut tokoh budayawan Sumenep, almarhum RP. Abd. Sukur Notoasmoro, karapan sapi sebenarnya bermula pada masa Panembahan Sumolo alias Notokusumo, yang merupakan putra Bindara Saut, yang secara kebetulan adalah keturunan Pangeran Katandur. Dimana Tradisi Karapan Sapi itu sendiri diciptakan oleh Panembahan Sumolo untuk menggairahkan sektor pertanian di masa kemarau.

Ketika Masyarakat Betawi "Ngamen" untuk Orang Tionghoa saat Perayaan Imlek

Budaya tersebut juga berperan sebagai hiburan bagi para petani, terutama mengingat masa kemarau yang sering kali menjadi masa sulit bagi mereka. Pada saat itu, Panembahan Sumolo secara langsung turun tangan menciptakan hiburan Karapan Sapi.

Awalnya, Tradisi Karapan Sapi dimulai ketika petani diminta untuk membajak ladang dengan sapi, yang kemudian berkembang menjadi acara lomba pacuan sapi sebagai hiburan, menghasilkan istilah "karapan" dari kata "garapan", yang populer dari tahun ke tahun.

Dengan adanya tradisi Karapan Sapi, para petani juga semakin termotivasi untuk membesarkan sapi sehingga lambat laun menjadikannya sebagai budaya berharga di Sumenep, bahkan di Madura secara keseluruhan.

Aturan unik dalam lomba Karapan Sapi pada masa itu terbagi menjadi dua babak. Babak pertama menentukan dua kelompok: kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua merupakan pertandingan antara kedua kelompok tersebut, sehingga terdapat dua pemenang, yang mewakili "kelompok menang" dan "kelompok kalah." Filosofi di balik aturan tersebut adalah bahwa baik kemenangan maupun kekalahan dihargai dengan sama.

Sumber:

https://www.sumenepkab.go.id/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Nadira Hamamah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Nadira Hamamah.

NH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini