Mengenal Tradisi Budaya Maritim di Nusa Tenggara Timur

Mengenal Tradisi Budaya Maritim di Nusa Tenggara Timur
info gambar utama

Tradisi budaya maritim telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat NTT. Sejak zaman nenek moyang, ragam tradisi yang berkaitan dengan laut dan kehidupan pesisir turut menjadi aspek integral bagi kehidupan masyarakat di dalamnya.

Kekayaan tradisi ini tidak hanya sekadar warisan masa lalu, tetapi juga merupakan fondasi yang kuat bagi kehidupan masyarakatnya saat ini. Dalam konteks ini, laut juga turut menjadi pusat spiritual dan budaya yang telah membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat NTT selama berabad-abad.

Pada November 2023 lalu, Museum Daerah NTT secara khusus menyelenggarakan pameran temporer bertajuk Tradisi Budaya Maritim di Nusa Tenggara Timur. Melalui pameran ini, masyarakat diajak untuk semakin mengenal warisan tradisi maritim, merenungkan nilai-nilai budaya di dalamnya, serta semakin menyadari pentingnya menjaga keseimbangan hidup dengan alam di sekitarnya.

Baca Juga: 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Kepercayaan dan Ritual Adat

Keunikan tradisi budaya maritim di NTT terletak pada kedalaman dan keberagaman ekspresi budaya yang terkait erat dengan kehidupan laut. Dalam konteks ini, orientasi masyarakat NTT terhadap laut terungkap melalui berbagai ritual adat, pengetahuan lokal, motif tenunan, dan aspek-aspek budaya lainnya.

Di berbagai daerah di NTT, ragam ritual adat yang berhubungan dengan laut dilaksanakan secara berkala dan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini misalnya tampak dalam ritual Nyale di Sumba Barat, Hole di Sabu, Leva Nuang di Lamalera, dan upacara-upacara adat lainnya.

Pelaksanaan ritual demikian mencerminkan kepercayaan dan penghormatan masyarakat terhadap laut, sekaligus menjadi cara bagi masyarakat untuk memperkuat ikatan emosional dan spiritual mereka dengan lautan yang mendukung kehidupan.

Dalam konteks budaya lokal, laut bahkan dipandang sebagai entitas yang hidup, yang dipersonifikasikan sebagai laki-laki dan perempuan. Laut berombak ganas disebut sebagai laut laki-laki atau Tasi Mane, sementara laut yang tenang disebut laut perempuan atau Tasi Feto.

Di beberapa daerah, binatang seperti buaya tidak dilihat sebagai binatang biasa, tetapi diperlakukan seperti manusia. Dalam masyarakat Wewewa Timur di Sumba Barat, buaya disebut dengan nama Lawona atau Umbu. Secara khusus, buaya jantan dipanggil Amakadewa, sedangkan buaya betina dipanggil Inakadewa.

Masyarakat Malaka bahkan memandang buaya sebagai makhluk mitologis yang menyimpan banyak cerita. Pandangan ini jugalah yang membuat mereka menempatkan buaya sebagai motif utama dalam kain tenun Malaka yang dikenal sebagai motif Lafaek.

Dengan demikian, kepercayaan dan ritual adat menjadi landasan kuat yang mengokohkan hubungan masyarakat NTT dengan laut, memperkuat rasa keterhubungan mereka dengan alam, dan mengakarkan nilai-nilai spiritual yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di dalamnya.

Baca Juga: Tradisi Tolak Bala Ala Suku Bajo yang Jaga Kelestarian Alam

Pengetahuan Lokal

Jauh sebelum bangsa luar mencapai pesisir Nusa Tenggara Timur, para leluhur telah mengembangkan teknologi sederhana yang mengesankan dalam bidang kemaritiman. Menariknya, mereka memperoleh pengetahuan tentang laut dan kehidupan di dalamnya melalui pengalaman langsung dan pembelajaran yang diwariskan secara turun-temurun.

Adapun pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki mencakup teknik pembuatan perahu yang kuat tanpa menggunakan paku yang mudah karat, pengetahuan memilih jenis kayu yang awet di dalam laut, kemampuan merancang bentuk dan jenis perahu yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta pengetahuan merancang alat tangkap ikan sesuai jenis ikan.

Tidak hanya itu, leluhur masyarakat NTT juga memiliki pengetahuan tentang bagaimana mendeteksi kerumunan ikan, meramal cuaca, serta mengukur arus laut. Lebih lanjut, pemahaman mereka yang mendalam terhadap kepercayaan dan ritual yang berkaitan dengan laut turut membentuk koneksi yang mendalam antara manusia dan alam.

Dalam aktivitas melaut, masyarakat NTT juga memiliki berbagai peralatan tradisional yang unik dan tersebar di berbagai daerah. Beberapa di antaranya yakni lete-lete/perahu layar (Pulau Rote), tombak/tempuling/bho’u (Lembata), wadah penampung ikan/kelera (Sabu Raijua), dan berbagai peralatan tradisional lainnya.

Tenunan dan Karya Budaya

Warisan budaya maritim juga tampak dalam berbagai motif tenunan tradisional yang mencerminkan hubungan dengan tradisi budaya maritim di NTT. Setiap motif di dalamnya memiliki cerita yang mendalam yang menghubungkan manusia dengan laut dan kehidupan pesisir.

Beberapa tenunan daerah tersebut antara lain Lawo Butu (motif cengkeraman gurita, kecebong, dan geberajo/perhiasan adat berbentuk perahu), Lau Witikau/Lau Hada (motif manusia berdiri dengan kedua kakinya dalam mulut dua ekor buaya), serta beberapa tenunan daerah lainnya.

Selain tergambarkan melalui motif, warisan tradisi budaya maritim di NTT juga tampak dalam konteks pemakaian tenunan dalam upacara-upacara khusus yang berhubungan dengan laut. Salah satu contohnya adalah tenunan Dugu Raga yang dipakai dalam upacara adat masyarakat Sikka guna meminta cuaca yang baik dalam aktivitas pelayaran.

Ragam warisan budaya maritim juga tampak dalam berbagai karya budaya lainnya. Hal ini misalnya berupa perhiasan wuli yang terbuat dari kerang laut sebagai salah satu wujud karya budaya masyarakat Ngada dengan nilai budayanya yang tinggi. Selain itu, mata uang ai'dala yang diasah dari kerang laut juga menjadi simbol nilai ekonomi yang berhubungan dengan sumber daya laut.

Seni arsitektur tradisional NTT juga turut menampilkan motif-motif laut dalam bentuk tiang rumah adat atau hiasan dinding. Motif empat ekor buaya berkepala manusia dan kalajengking pada tiang rumah adat di Kabupaten Belu menjadi salah satu contoh, di mana kepercayaan akan keberadaan buaya dalam konteks budaya setempat kemudian digambarkan melalui motif pada tiang rumah adat.

Secara keseluruhan, tenunan dan karya budaya tradisional menjadi bukti nyata kekayaan budaya maritim di NTT. Di dalamnya, masyarakat NTT tidak hanya mengabadikan keindahan alam di sekitar mereka, tetapi juga menghormati hubungan mereka dengan laut yang telah memberi mereka kehidupan, serta memperkuat identitas budaya lokal yang khas.

Menjaga Keberlanjutan Tradisi

Tradisi budaya maritim di NTT sejatinya memberi gambaran mendalam terkait hubungan antara manusia dan laut yang telah membentuk kehidupan dan identitas masyarakatnya selama berabad-abad. Berbagai ritual adat, pengetahuan lokal, motif tenunan, dan karya budaya, menunjukkan posisi penting laut dalam setiap aspek kehidupan dan budaya di NTT.

Warisan budaya ini kemudian juga menjadi pijakan bagi keberlanjutan dan keberagaman budaya di NTT. Melalui penghormatan dan penghargaan terhadap laut, masyarakat NTT menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam, serta memastikan bahwa nilai-nilai tradisi ini tetap hidup dan relevan bagi generasi yang akan datang.

Baca Juga: Tradisi Perang Adat Pasola, Salah Satu Budaya Khas Nusa Tenggara Timur

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini