Stigma terhadap Kemiskinan Edukasi Menstruasi, Ini Dampaknya

Stigma terhadap Kemiskinan Edukasi Menstruasi, Ini Dampaknya
info gambar utama

Pada periode menstruasi, perempuan seringkali menghadapi berbagai tantangan. Siklus yang muncul dalam rata-rata waktu 28 hari ini, dapat memengaruhi perasaan maupun fisik kaum hawa. Tak hanya kedua aspek itu, perempuan juga harus menghadapi kesulitan lainnya, seperti mendapatkan fasilitas sanitasi yang aman dan higienis, produk kebersihan menstruasi yang terjangkau, serta edukasi tentang menstruasi yang merata.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan UNICEF di tahun 2015, hampir setiap remaja perempuan tidak pernah mengganti pembalutnya karena fasilitas yang tidak layak, kesediaan air bersih yang tidak cukup, kurangnya edukasi tentang cara membuang pembalut, serta tempat pembuangan yang tidak memadai. Hal ini tentu berdampak pada partisipasi dan kinerja mereka di sekolah.

Walaupun begitu, menstruasi masih saja menjadi topik yang tabu. Menstruasi dianggap sebagai hal menjijikan, sehingga timbul stigma yang memengaruhi pandangan masyarakat. Nah, Kawan GNFI tahu nggak sih, betapa kuatnya dampak stigma terhadap kemiskinan menstruasi? Simak informasi di bawah ini, ya!

Bagaimanakah Hubungan Stigma dengan Menstruasi?

Seringkali kita mendengar kode rahasia yang digunakan oleh sesama perempuan dalam membicarakan topik menstruasi. Misalnya ketika menanyakan kesediaan pembalut pada teman dengan menggunakan kode “roti jepang.” Ada juga penggunaan istilah “lagi dapet” sebagai gambaran bahwa sedang mengalami menstruasi.

Penggunaan kode rahasia seperti itu menjadi bukti bahwa menstruasi masih tabu untuk dibicarakan di ruang publik. Padahal, menstruasi sama saja seperti hal biologis lainnya, tetapi ditutupi layaknya tindakan berdosa.

Kebiasaan seperti ini akan mengokohkan stigma yang sudah melekat, sehingga perempuan pun kehilangan ruang amannya. Remaja perempuan yang seharusnya mendapatkan bimbingan yang tepat di menstruasi pertamanya, akan kesulitan untuk memahami tubuh, dan pengalaman menstruasinya.

Menilik Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Reproduksi Perempuan sejak Usia Dini

Stigma dan Kebersihan Menstruasi

Kurangnya edukasi dan kuatnya stigma tentang menstruasi menimbulkan kebiasaan buruk dalam menghadapi menstruasi. Berdasarkan data statistik Indonesia, sebanyak 43,3 juta remaja perempuan dengan rentang usia antara 10-14 tahun melakukan kebiasaan buruk dalam menjaga kebersihan saat menstruasi, seperti tidak mengganti pembalut setiap empat jam, membuang sampah pembalut sembarangan, serta pembersihan organ genital yang tidak tepat (Faiqah dan Puspitasari, 2022).

Studi UNICEF juga menyatakan bahwa hanya dua per tiga perempuan di perkotaan dan 41 persen dari perempuan di pedesaan yang mengganti pembalut setiap empat jam. Mereka menyebutkan bahwa remaja perempuan jarang mengganti pembalut di sekolah karena malu dan terganggu dengan menstruasi.

Belum lagi akses terhadap fasilitas sanitasi dan kesediaan air yang kurang memadai. Hal tersebut semakin menghambat mereka dalam menjaga kebersihan saat menstruasi. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan keraguan dalam mengganti pembalut, tetapi juga meningkatkan risiko infeksi dan masalah kesehatan lainnya.

UNICEF Indonesia juga menemukan bahwa 78 persen dari remaja hingga perempuan dewasa mencuci pembalut sekali pakai sebelum membungkusnya dengan kantong plastik dan kemudian membuangnya. Menurut mereka, penting untuk mencuci pembalut sekali pakai karena darah menstruasi kotor dan baunya perlu dihilangkan agar orang lain tidak mengetahui kondisi mereka yang sedang menstruasi.

Nuriah, Perempuan Muda Asal Indonesia Cetak Juara MTQ di Iran

Tampon, Menstrual Cup, dan Keperawanan

Mahalnya produk menstruasi membuat beberapa perempuan terpaksa hanya menggunakan satu pembalut dalam satu hari untuk menghemat persediaan. Kurangnya edukasi tentang alternatif produk menstruasi lainnya menjadi faktor perempuan masih bergantung dengan pembalut. Banyak dari mereka yang khawatir dengan produk menstruasi seperti tampon, menstrual cup, atau pembalut kain.

Pasalnya, terdapat stigma bahwa penggunaan tampon dapat memengaruhi keperawanan dan aliran menstruasi. Produk alternatif itu juga dianggap tidak praktis dan kurang terjangkau, sehingga pembalut menjadi satu-satunya solusi perempuan ketika menstruasi.

Kesediaan produk menstruasi yang mahal tentu menyulitkan bagi perempuan di luar sana. Pada akhirnya, mereka pun mencari alternatif lain yang setidaknya bisa menampung darah menstruasi. Penggunaan bahan seperti kain, daun, koran, atau tisu disulap sedemikian rupa sebagai alternatif.

Ketika ITB Melahirkan Arsitek Perempuan Pertama Indonesia

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Kemiskinan menstruasi timbul karena berbagai faktor. Namun, kondisi yang merugikan ini menjadi lebih rumit lagi karena stigma yang masih memengaruhi pandangan masyarakat. Langkah kecil yang dapat dilakukan yaitu dengan mematahkan stigma tersebut.

Mulailah memandang menstruasi sebagai aktivitas biologis yang dialami oleh perempuan, bukan hal yang menjijikkan. Sebagai orang tua perlu lebih tegas dalam mengedukasi remaja perempuannya tanpa menilai sebagai tabu.

Mari menciptakan ruang aman bagi perempuan dan berantas kemiskinan menstruasi!

Sumber:

  1. Laurier-Menstruasi.com. Diakses pada Maret 2024. Apa Itu Kemiskinan Menstruasi dan Bagaimana Dampaknya Bagi Remaja. https://menstruasi.com/first-timer/apa-itu-kemiskinan-menstruasi-dan-bagaimana-dampaknya-bagi-remaja/
  2. Faiqah, A. N., & Puspitasari, N. (2023). Literatur Review: Penyebab dan Dampak Period Poverty di Indonesia. Media Gizi Kesmas, 12(2), 1133– 1144. https://e-journal.unair.ac.id/MGK/article/download/46222/27115/258819
  3. Kartika Adyani, Noveri Aisyaroh, & Anisa, N. (2022). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manajemen Kebersihan Menstruasi Remaja: Literature Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 5(10), 1192-1198. https://doi.org/10.56338/mppki.v5i10.2555
  4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Panduan Manajemen Kebersihan Menstruasi bagi Guru dan Orang Tua. Diunduh 6 Maret 2024. https://www.unicef.org/indonesia/media/9491/file/MHM%20and%20Child%20Marriage%20Prevention%20(Indonesian).pdf
  5. Borgen Project. Diakses pada Maret 2024. Ameliorating Period Poverty in Indonesia. https://borgenproject.org/period-poverty-in-indonesia/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini