Kenali Brem, Makanan Khas Madiun yang Tak Boleh Dilewatkan!

Kenali Brem, Makanan Khas Madiun yang Tak Boleh Dilewatkan!
info gambar utama

Brem, makanan tradisional fermentasi asli Indonesia yang memiliki dua jenis bentuk, yaitu brem kue (padat) yang sering dijadikan camilan di Madiun dan Wonogiri, dan brem minuman (cair) yang dibuat dari fermentasi beras ketan, terutama dikenal dari Bali.

Brem sendiri pertama kali muncul di Jawa sekitar tahun 1000 dan digunakan dalam upacara keagamaan Hindu yang melibatkan berbagai minuman, termasuk brem.

Kata "brem" diambil dari bahasa Jawa yang berarti "tapai" atau "fermentasi." Brem sendiri berasal dari daerah Madiun, Jawa Timur dan dapat berwarna putih atau merah dengan rasa bervariasi dari manis hingga semi-manis. Makanan ini selalu mengandung alkohol dalam kadar yang bervariasi, umumnya antara 5% dan 14%.

Baca Juga: Mari Mengenal Basreng: Camilan Khas Bandung yang Menggugah Selera!

Brem pertama kali dikenal sebagai makanan tradisional di Caruban, Kabupaten Madiun, berasal dari desa Bancong dan Kaliabu.

Kini, untuk meningkatkan pemasaran, brem dikemas dalam bentuk kecil, mirip permen, sehingga mudah dibawa. Pada era 80-an, brem dalam bentuk ini dijual oleh pedagang keliling di sekitar stasiun-stasiun kereta api di Jawa Timur.

Produksi dari brem kue sendiri dihasilkan pada fermentasi ketan hitam dengan pengambilan sari, yang kemudian diendapkan selama sekitar satu hari. Sementara itu, brem minuman dibuat dari fermentasi ketan hitam menggunakan ragi tape, dengan proses pengeringan di bawah sinar matahari selama tiga hari.

Brem merupakan produk asli Indonesia yang bahan-bahannya terdiri dari beberapa komponen, termasuk tape ketan yang memiliki sifat lengket dan tidak mengembang, serta umbi porang (Amorphophalus oncophylus) untuk brem padat. Gula pasir, garam, dan air juga turut digunakan dalam proses pembuatan brem padat.

Penduduk Madiun menghasilkan brem dengan cara memasak sari ketan hitam, menggunakan umbi porang sebagai bahan baku, dan menjalankan proses fermentasi sebelum mengeringkannya dalam durasi tertentu.

Baca Juga: Tahwa, Camilan sekaligus Minuman Hangat di Musim Hujan

Bahan-bahan kunci dalam pembuatan brem mencakup sari ketan hitam sebagai bahan utama, umbi porang untuk brem padat, air sebagai pengembang dan untuk memudahkan fermentasi, gula pasir sebagai penambah rasa manis, dan garam untuk memberikan rasa gurih.

Prosesnya melibatkan fermentasi sari ketan hitam dengan menggunakan umbi porang sebagai bahan baku, diikuti dengan proses pengendapan dan pengeringan selama satu hari semalam. Hasilnya adalah brem padat yang menjadi makanan tradisional favorit di kalangan masyarakat Madiun.

Sejarah Brem di Desa Kaliabu

Marsiyem, seorang nonagenarian, memiliki kenangan panjang hidupnya di Desa Kaliabu, Jawa Timur, terutama terkait dengan pembuatan brem, panganan khas desa. brem, yang berasal dari tape ketan, menjadi penting bagi Desa Kaliabu.

Marsiyem, sejak kecil, familiar dengan brem dan bahkan mampu membuatnya. Ia belajar dari Mbah Lurah Dusun Bodang. Proses membuat brem masih dipegang oleh beberapa generasi, termasuk Supiyati, pemimpin kelompok perajin "Jaya Makmur."

Supiyati, sebagai penerus Marsiyem, memodifikasi proses tradisional brem menjadi semi-modern dengan menggunakan peralatan listrik. Meski begitu, tahapan penting seperti perendaman tape ketan selama tujuh hari tujuh malam tetap dijaga.

Baca Juga: Menikmati Serabi Notosuman yang Jadi Kuliner Legendaris dari Kota Solo

Dulu, brem menyebar ke beberapa dusun di Desa Kaliabu, tetapi saat ini hanya Dusun Tempuran yang memiliki perajin Brem terbanyak. Dalam proses produksi, Supiyati kadang-kadang menambahkan perasa seperti citarasa coklat, melon, atau strawberry sesuai pesanan.

Perajin brem Kaliabu, dalam upaya bertahan, biasanya menggunakan merk Suling atau menjual produk tanpa merk. Meskipun telah membentuk kelompok "Jaya Makmur," sebagian besar perajin masih menghadapi kendala dalam organisasi, dan hanya sebagian kecil yang bergabung.

Modal produksi brem cukup besar, tiga kali lipat dari biaya satu kali produksi, terkait dengan proses bertahap. Supiyati berusaha memproduksi 140 kg ketan per hari dengan omzet minimal 1,5 juta rupiah. Kendala melibatkan harga ketan yang naik dan tantangan produksi, seperti cuaca yang tidak menentu.

(Sumber: https://dpmd.jatimprov.go.id/component/content/article/90-berita/464-sentra-brem-desa-kaliabu)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Nadira Hamamah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Nadira Hamamah.

NH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini