Tata Kelola Sampah Berbasis Kearifan Lokal, Inspirasi Bali Menuju Indonesia Bersih

Tata Kelola Sampah Berbasis Kearifan Lokal, Inspirasi Bali Menuju Indonesia Bersih
info gambar utama

Dalam sorotan masalah sampah yang terus meroket seiring dengan pertambahan penduduk hingga mencapai 278 juta jiwa, tantangan serius pun muncul. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), kita dihadapkan pada fakta mengejutkan bahwa timbunan sampah di Indonesia mencapai 18 juta ton.

Setengahnya berasal dari rumah tangga, yang mana mencapai 9 juta ton pada tahun 2023. Angka ini semakin meningkat, membawa kita pada kenyataan bahwa setiap tahunnya jumlah sampah akan terus bertambah.

Mencari solusi yang tepat dan efektif untuk mengelola sampah di setiap lapisan masyarakat bukanlah perkara yang mudah. Indonesia, dengan segala keragaman dan kompleksitasnya, kini menghadapi salah satu tantangan terbesarnya tentang sistem pengelolaan sampah. Ini tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan sebuah tanggung jawab bersama dari masyarakat juga.

Jawaban atas tantangan pengelolaan sampah tidak hanya mengandalkan langkah inovatif secara kolektif, tetapi juga menjadi pionir yang menginspirasi perubahan positif di tengah masyarakat. Sebuah kisah sukses datang dari Dusun Cemenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Di sini, warga setempat telah menciptakan serta menerapkan Pengelolaan Sampah Desa Mandiri yang dikenal sebagai Pesan-Pede.

Greeners.Co Gelar Talkshow Teknologi Pengelolaan Sampah di UNSOED

Mereka menjadikan kearifan lokal sebagai landasan dengan memanfaatkan konsep 'teba', sebuah istilah dalam bahasa Bali yang merujuk pada area hijau di belakang pekarangan rumah.

Dahulu, masyarakat Bali memanfaatkan area teba untuk membuang sampah. Tanah ini kemudian dijadikan lahan subur dengan menanam berbagai tanaman kebutuhan memanfaatkan kompos dari timbunan sampah organik.

Saat ini, konsep tradisional teba telah diadaptasi secara modern untuk mengatasi masalah sampah dengan lebih efisien. Transformasi tersebut mencerminkan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi landasan untuk solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan sesuai dengan kehidupan masa kini.

Seiring dengan perubahan zaman, konsep teba mengalami modernisasi di Bali, terutama untuk mengatasi masalah sampah plastik. Pada tahun 2018, I Wayan Balik Mustiana dari Dusun Cemenggaon memperkenalkan sistem teba modern.

Dalam inovasinya, setiap rumah warga dilengkapi dengan septic tank berdiameter 1 meter dan kedalaman 3—8 meter. Septic tank ini dirancang untuk menguraikan sampah organik dan limbah dapur menjadi pupuk kompos yang sangat berguna bagi tanaman di rumah. Selain memberikan manfaat sebagai pupuk bervitamin untuk tanaman, septic tank juga berfungsi sebagai sumur resapan untuk mencegah banjir.

Warga Dusun Cemenggaon tidak hanya menerapkan sistem teba modern, mereka juga diwajibkan memiliki tiga tempat sampah berbeda untuk memilah sampah organik, anorganik, dan residu. Sampah residu, yang mencakup bahan kimia seperti popok, pembalut, atau sampah B3 beracun yang akan diambil oleh penggiat lingkungan setempat untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Sementara itu, sampah organik dalam jumlah besar, seperti sisa penebangan pohon atau sampah dari upacara adat, dikumpulkan ke bank sampah komposter desa adat yang disediakan oleh Badan Pengelola Sampah Desa (BPS).

Program TOSS Kabupaten Klungkung Jadi Role Model Pengelolaan Sampah di Berbagai Negara

Sejak tahun 2019, Desa Adat bersama dengan Badan Pengelola Sampah Desa (BPS) telah menetapkan peraturan tertulis yang melarang membuang sampah sembarangan dan mewajibkan setiap rumah untuk melakukan Pengelolaan Sampah Desa Mandiri (Pesan-Pede).

Pada tahun yang sama, sebanyak 350 Kepala Keluarga (KK) di Dusun Cemenggaon berhasil menerapkan sistem pengelolaan sampah ini. Pencapaian yang signifikan terlihat pada tahun 2020, Dusun ini berhasil meredam beban Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Reduksi mencakup 70 persen dari sampah organik, 600 kg sampah residu per bulan, dan berhasil mendaur ulang 1,4 ton sampah anorganik seperti plastik, logam, kertas, dan botol.

Keberhasilan inovatif Dusun Cemenggaon, Gianyar, Bali, bukan hanya mencerminkan tingginya kesadaran lingkungan di tingkat lokal, tetapi juga menjadi model inspiratif untuk seluruh daerah yang ada di Indonesia. Implementasi peraturan dan sistem Pengelolaan Sampah Desa Mandiri bukan hanya sekadar solusi praktis, tetapi juga semangat kolaboratif yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.

Dengan melibatkan generasi muda hingga orang dewasa, Dusun Cemenggaon memberikan contoh nyata bahwa perubahan positif dimulai dari tingkat desa dapat menjadi daya ungkit untuk perubahan besar di tingkat nasional.

Bayangkan jika setiap daerah, terutama kota besar seperti Jakarta, dapat mengadopsi praktik yang sama. Negara ini akan menjadi lingkungan yang bersih, asri, dan berkelanjutan. Sangat menyenangkan bukan? memiliki tempat tinggal yang bersih dari sampah.

Dengan inspirasi dari Dusun Cemenggaon, kita dapat membayangkan masa depan Indonesia yang lebih hijau dan lestari untuk generasi mendatang. Mari bersama jaga lingkungan kebersihan sekitar! Karena jika bukan kamu, lantas siapa lagi?

Chonaikai Jepang, Spirit Kesadaran Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Referensi:

  • Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Desa Cemenggaon, Bali
  • Uniknya Warga Desa Adat Cemenggaon Bali, Buang Sampah dalam Septic Tank

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ED
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini