Perangi Narkotika Yang Masih di Sekitar Kita, Demi Generasi Emas 2045

Perangi Narkotika Yang Masih di Sekitar Kita, Demi Generasi Emas 2045
info gambar utama

Untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang anti narkotika dan obat-obatan terlarang memang tidak mudah. Berbagai ikhtiar dan upaya harus dilakukan, baik yang sifatnya regulasi formal maupun melalui gerakan kepedulian masyarakat yang sifatnya informal.

Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, bahkan sudah menangkap fakta dan prognose negatif terkait bahayanya dampak narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang), khususnya bagi generasi masa depan bangsa.

Inpres P4GN

Terbukti, pemerintah hadir dengan menerbitkan Inpres atau Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) untuk mengantisipasi bahaya narkotika.

Sebuah pertanyaan sederhana pun mengemuka pada diri dan lingkungan kita masing-masing. Kalangan atau profesi apa yang saat ini berani menyatakan diri sebagai entitas yang steril akan narkoba?

Mungkin agak sukar jika kita sebut suatu klaim profesi apa yang 100% bersih dan steril dari narkoba saat ini. Bagaimana tidak? Karena mereka yang berprofesi sebagai selebritas, pejabat negara, anggota DPR, ASN, TNI dan Polri juga ada yang sudah terjangkit bahaya pemakaian serta ikut terjun dalam peredaran narkotika.

Bahkan, narkoba juga sudah pernah merasuki pemuka agama yang dikenal memiliki religiusitas tinggi. Lalu, ada pula dari kalangan pengusaha, ibu rumah tangga, dan generasi muda, baik dari bangku sekolah menengah atau universitas yang seolah tak kuasa menangkis bahaya narkoba.

Disadari atau tidak, sebagian besar elemen masyarakat boleh dikategorikan cukup rawan akan potensi penyalahgunaan narkoba.

Lelah Ada Di Ruang Lingkup Narkoba, Pecandu Inisial F Berinisiatif untuk Memperbaiki Diri

Memang, data dari BNN (Badan Narkotika Nasional) Republik Indonesia berbicara bahwa terjadi tren penurunan kuantitas pengguna narkoba di Indonesia dalam dua tahun terakhir. Pada periode tahun 2021—2023, pengguna narkoba turun 1,73 persen menjadi 3,3 juta orang. Angka ini menurun sekitar 0,2 persen dari jumlah pengguna sebelumnya, sebanyak 3,6 juta orang.

Untuk "memukul mundur" bahaya narkoba pada generasi muda, dibutuhkan sinergitas dan persamaan visi misi baik oleh BNN, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, Bea Cukai hingga Imigrasi. Ada pendekatan soft approach yang bisa ditempuh, seperti penyuluhan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, dan lain sebagainya.

Namun, jangan lupakan juga pendekatan hard approach yang harus dikedepankan secara komplementer dalam upaya memberantas narkoba di tanah air kita tercinta. Hard approach baiknya harus terus digalakkan, ya Kawan GNFI.

Penegakan hukum ini ditujukan pada mereka yang terlibat dalam peredaran narkotika, penangkapan para bandar, makelar, pengedar atau kurir hingga pengguna narkotika harus terus dilaksanakan secara konsisten. Pengawalan proses hukum dengan tuntutan dan vonis maksimal dari aparat penegak hukum diharapkan bisa memberikan efek jera yang krusial untuk diimplementasikan.

Apalagi, kejahatan narkotika yang sifatnya transnasional, yang melibatkan regulasi hukum lintas negara. Tentu dibutuhkan peraturan perundangan dan regulasi hukum yang tegas dan jelas untuk memberantas habis narkoba.

Kembali ke pelaksanaan Inpres P4GN di Republik Indonesia, bahwa Inpres ini sudah bisa berbicara banyak, baik pada skala nasional maupun pada skala daerah. Inpres P4GN melahirkan sejumlah strategi dan upaya, yakni tindakan represif yang bersifat penindakan dan penegakan hukum, maupun tindakan preventif, yang lebih berupa kegiatan pencegahan.

Kecanduan Pornografi Lebih Berbahaya daripada Narkoba, Benarkah?

Dok. Pribadi

Kombinasi Metode Hard Approach dan Soft Approach

Contoh dari tindakan represif adalah menangkap para bandar, makelar dan pengguna narkotika, psikotropika dan obat-obatan terlarang, hingga menggelandangnya masuk proses hukum di pengadilan. Sementara, tindakan preventif berbentuk penyampaian pada apel rutin pegawai oleh kepala dinas bagi para aparatur untuk memedomani serta melaksanakan gerakan anti narkoba pada kehidupan sehari-hari. Bimtek (bimbingan teknis), pelatihan, sosialisasi dan habituasi anti narkotika pada instansi juga bisa dilakukan.

Nah, di samping tindakan preventif, untuk mewujudkan generasi bangsa yang bersih antinarkotika, dibutuhkan extraordinary handling. Extraordinary handling adalah suatu tindak penanganan luar biasa diluar kebiasaan rutin.

Tindakan tersebut salah satunya berupa kebijakan tes urin acak atau random urine test yang bisa diaktifkan secara masif pada pelbagai instansi maupun pada masyarakat luas di berbagai wilayah.

Tes urin acak ini baiknya dilakukan sebagai kebijakan di luar rutinitas reguler harian. Jadi, dilakukan secara spontan, tanpa basa-basi, dan tidak diduga-duga kapan pelaksanaannya. Tes ini dijalankan secara fair, transparan, dan tanpa pandang bulu.

Ohiya, sebagai salah satu saran atau masukan, bahwasanya pelaksanaan tes urin secara acak ini baiknya dianggarkan oleh BNN pusat atau BNN yang ada di provinsi, kabupaten, atau kota. Dengan demikian, ini tidak memberatkan kocek masyarakat. Pelaksanaan tes urin acak secara masif di seluruh wilayah akan dapat memitigasi dan melakukan deteksi awal.

Ada suatu mitigasi atau deteksi awal bagi Pejabat Pembina Kepegawaian atau Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk mengambil langkah. Langkah yang diambil bisa berupa tindakan represif maupun preventif. Namun, demi hasil maksimal pemberantasan narkoba menuju Indonesia Emas 2045, ada baiknya tindakan represif dikedepankan. Tindakan preventif saja tidaklah cukup.

Semua demi hasil dan prevalensi yang lebih terukur. Dikhawatirkan, jika diambil langkah preventif terhadap para bandar atau pengguna narkoba, maka akan rawan terjadi lobi dan negosiasi-negosiasi.

Transisi Energi Jadi Game Changer untuk Capai Ambisi Indonesia Emas 2045

Negosiasi yang bisa saja semakin menjauhkan generasi muda bangsa dari generasi muda bersih narkoba. Seperti pembebasan atau pengurangan hukuman yaitu dengan pembayaran uang jaminan. Belum lagi manuver para tim kuasa hukum pengguna narkotika dengan dalih rehabilitasi, maka pengguna narkotika bisa terhindar dari tuntutan maksimal vonis hakim.

Negosiasi di muka persidangan dan di belakang persidangan melalui tim kuasa hukum para tersangka atau terdakwa kasus narkotika menjadi ekses negatif pemberantasan narkotika. Rendahnya vonis yang terbit setelah ketok palu hakim (terutama setelah berjalannya lobi dan negosiasi) tidak memberi efek jera bagi pelaku narkotika.

Nah, hal ini tidak terkecuali bagi daerah Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan yang sempat disebut wilayah rawan narkoba di wilayah Sulsel, beberapa waktu lalu. Selama Januari — September 2023 saja, sedikitnya ada 86 perkara kasus narkotika dengan jumlah 100 orang terdakwa sudah ditangani PN (Pengadilan Negeri) Watampone.

Jadi, mari cegah narkoba dari sekarang dan wujudkan generasi bangsa anti narkoba menuju Indonesia Emas 2045!

Sumber:

https://bnn.go.id/bnn-ri-selenggarakan-uji-publik-hasil-pengukuran-prevalensi-penyalahgunaan-narkoba-tahun-2023/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini