Menelusuri Kisah Pasar Gede Solo Menuju Satu Abad

Menelusuri Kisah Pasar Gede Solo Menuju Satu Abad
info gambar utama

Di sudut kota yang ramai, tetapi menenangkan, berdiri kokoh sebuah bangunan tua, Pasar Gede Hardjonagoro atau yang kerap disebut Pasar Gede Solo. Bangunan ini dibangun pada tahun 1927 dan diresmikan pada tahun 1930.

Sudah hampir satu abad sejak pembangunannya, gedung tersebut masih tetap kokoh berdiri dan terus bekerja menyediakan ruang bagi proses perekonomian masyarakat sekitar. Dari pagi hingga petang, 'dirinya' dipenuhi oleh hilir mudik orang orang yang sibuk menjajankan barang dagangan, membeli kebutuhan rumah, atau orang yang hanya sekedar mampir lewat untuk mengamati suasana.

Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumohardjo, Sudiroprajan, tak jauh dari Balaikota Surakarta. Lokasinya berada di Kawasan Pecinan, Kampung Ketandan. Tepat di sampingnya, masih berdiri dengan megah sebuah bangunan bernama Klenteng Tien Kok Sie yang telah ada dari sekitar tahun 1748, tepat beberapa tahun setelah lahirnya Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Lantas, mengapa Pasar Gede bisa berdiri di Kawasan Pecinan?

Menikmati Serabi Notosuman yang Jadi Kuliner Legendaris dari Kota Solo
Klenteng Tien Kok Sie
info gambar

Kita akan ditarik mundur ke belakang, melewati masa masa sejarah, kala berdirinya Kota Surakarta oleh Paku Buwono II di tahun 1745. Saat itu, orang orang suku Tionghoa dilarang tinggal di wilayah dalam dinding keraton, yang berada di selatan Kali Pepe.

Akhirnya, masyarakat Tionghoa di masa itu beralih membangun pemukiman di sebelah utara Kali Pepe. Lambat laun, di wilayah pemukiman tersebut terbentuk sebuah pasar tradisional. Pasar inilah yang kelak menjadi bibit dari Pasar Gede Solo saat ini.

Seiring berjalannya waktu, pasar tersebut akhirnya dibangun di era kepemimpinan Sri Susuhunan Paku Buwono X. Pembangunan dimulai pada tahun 1927 dan selesai pada tahun 1930. Di luas tanah 10.421 hektar, Pasar Gede telah menghabiskan biaya 300 ribu Gulden. Biaya yang tidak sedikit untuk membangun pusat dari perekonomian masyarakat Surakarta yang megah.

Gaya arsitektur yang digunakan adalah Belanda-Jawa oleh Sir Eyer Herman Thomas, seorang arsitek Belanda yang turut terlibat dalam berbagai proyek bangunan ikonik di Kota Solo.

Gaya arsitektur Belanda ditunjukkan pada bagian bangunan yang menyerupai benteng dengan pintu masuk bak istana yang luas, gagah, megah, dan mewah. Sedangkan gaya arsitektur Jawa dimunculkan pada bagian atap yang menyerupai atap atap di rumah Joglo.

Lokananta Bloc, Ruang Kreasi Anak Muda Solo

Sentuhan Jawa juga diberikan pada namanya, “Pasar Gede Hardjonagoro”. Kata Gede diambil dari bahasa Jawa yang berarti besar, sedangkan kata Hardjonagoro diambil dari nama keturunan Tionghoa yang mendapatkan gelar dari Keraton Surakarta.

Selama berdiri, Pasar Gede beberapa kali mengalami kerusakan. Pada masa agresi militer Belanda 1947, terjadi serangan umum selama empat hari di Surakarta yang merusak beberapa sisi bangunan pasar. Kemudian, di tahun 1999, Pasar Gede beralihfungsi sebagai tempat hiburan diskotik dan billiar.

Pada masa itu, terjadi kebakaran akibat korsleting listrik di Pasar Gede. Dari beberapa kejadian tersebut mengharuskan Pasar Gede mengalami renovasi. Bentuknya sekarang hanya 80% dari bentuk awal berdiri. Demi menjaga keunikan peninggalan zaman ke zaman ini, Pasar Gede Hardjonagoro ditetapkan sebagai cagar budaya tercatat pada No. 01/13/C/Jb/2012.

Dari kisahnya tersebut menjadikan Pasar Gede bukan hanya sekedar pusat perdagangan, tetapi juga simbol atas keharmonisan budaya masyarakat di Surakarta yang saling hidup berdampingan. Di antara riuh aktivitas jual beli kebutuhan pokok mulai dari sayuran, buah, daging, cemilan, dan berbagai hal lainnya, Pasar Gede akan selalu menjadi tempat pertukaran cerita dan tradisi kehidupan sehari hari masyarakat Surakarta. Bukti sejarah dari akulturasi budaya masyarakat dari masa ke masa.

#WritingCamp

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini