GNFI Hadirkan Kembali Good Movement Bertajuk Social Innovation in Action

GNFI Hadirkan Kembali Good Movement Bertajuk Social Innovation in Action
info gambar utama

Pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan sosial di masyarakat. Jika dibiarkan terus menerus, hal itu bisa menyebabkan berbagai masalah sosial, seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, kemiskinan, dan perpecahan kelompok.

Nah, Kawan GNFI, untuk menghindari hal tersebut, masyarakat didorong untuk berdaya sehingga mampu bersaing dan meningkatkan pertumbuhan daerahnya. Upaya ini bisa diwujudkan melalui kegiatan pemberdayaan komunitas (community empowerment). Pemberdayaan komunitas menjadi aspek yang penting agar setiap daerah bisa mencapai standar sejahtera yang sama.

Pada acara Good Movement yang telah berjalan pada Jumat (8/3/2024) melalui Zoom ini, mengangkat isu dampak sosial dan bagaimana pengaruh pemberdayaan komunitas terhadap hal tersebut.

Program tersebut hadir dengan rangkaian kegiatan diskusi (talkshow) dengan judul “Social Innovation in Action: Driving Impact Through Community Empowerment” yang menghadirkan narasumber yang mampu mengedukasi mengenai isu sosial dan peran serta komunitas dalam memberikan dampak sosial. Mereka adalah Yogie Armanda (Managing Director Dampak Sosial Indonesia) dan Aisyah Winna Putri (Founder Bersibersi Lemari & Ketua Yayasan Teman Hebat Berkarya).

Tujuan program ini adalah untuk memberikan literasi dan edukasi serta dapat melahirkan action dan innovation di berbagai bidang untuk menciptakan Indonesia lebih baik yang dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk juga bergerak, melahirkan karya dari bidang maupun keahliannya di daerah masing-masing. Berikut adalah ringkasannya!

Peserta LHDP GNFI Jalankan Program Literasi Sadar Kebencanaan

Dampak Sosial Indonesia, Yayasan Sosial untuk pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan

Dalam sesinya, Yogie mengatakan bahwa Dampak Sosial Indonesia adalah yayasan sosial dengan visi mendorong perubahan sosial melalui edukasi dan praktik pembangunan berkelanjutan. Yayasan tersebut menggunakan beberapa pendekatan dalam praktiknya, yakni pendidikan yang berkualitas, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, serta kota dan permukiman berkelanjutan.

DSI ingin mendorong perubahan sosial karena problem sosial banyak dan kita pasti menemukannya, misalnya dalam pendidikan, kemiskinan, dan lingkungan. Yogie ingin masyarakat mempunyai andil dan berkontribusi dalam memberdayakan diri dan lingkungan, yang mana ini selaras dengan beberapa pilar SDGS.

“Harapannya, agar kita bisa mengubah sosial menjadi kondisi yang nyaman dan lebih baik untuk semuanya,” sebut Yogie.

Mengapa Perubahan Sosial Penting?

Ketika ditanya tentang urgensi social movement, ia menerangkan bahwa isu sosial itu dekat dengan masyarakat. Jika Kawan GNFI keluar rumah saja misalnya, bisa jadi sudah bertemu dengan itu, misalnya kemiskinan.

Dengan demikian, masyarakat, terutama yang masuk dalam kelompok prasejahtera, bisa kita bantu agar bisa ‘naik kelas’ dan merasakan hidup yang lebih layak, kualitas hidupnya meningkat, dan berdampak pada terbukanya akses-akses baik yang lain, termasuk pendidikan.

Dalam hal ini, sendiri berperan pada peningkatan kapasitas diri, seperti pembekalan kerja, pemberdayaan potensi lingkungan, dan lain sebagainya.

Bersibersi Lemari, Komunitas yang Terinspirasi dari Limbah dan ‘Sampah’

Aisyah dalam Good Movement menceritakan bahwa cikal bakal lahirnya Bersibersi Lemari adalah dari komunitas yang kala itu mengelola pakaian bekas dengan disabilitas yang berakhir membuat karya kreativitas bersama.

Pada awalnya ketika komunitas ini berdiri, masyarakat masih bingung atau belum bisa memetakan problem apa saja yang ada di sekitar mereka. Terlebih lagi, kala itu sedang masa pandemi COVID-19.

Di sekitar mereka, banyak anak disabilitas. Di lain sisi, Aisyah dan yang lain tidak ada kegiatan karena aktivitas perkuliahan sedang nonaktif. Akhirnya, mereka mencoba untuk berpartisipasi di tengah masyarakat dengan mengumpulkan pakaian bekas dan berkarya lewat virtual.

Dari sana, begitu pandemi mulai mereda, komunitas ini mendapat kesimpulan bahwa masyarakat tahu limbah pakaian adalah sampah.

“Namun sayangnya, disabilitas juga dianggap sebagai ‘sampah masyarakat’. Dari sini, kami mencoba untuk menggabungkan keduanya menjadi karya (produktif),” kenang Aisyah.

Secara fakta, angka disabilitas meningkat setiap tahun, dan sebagian di antaranya, mereka tidak memiliki hak yang sama dan pekerjaan. Padahal, setelah ditelusuri, sebenarnya mereka memiliki keterampilan. Karena itu, mereka perlu didampingi, hingga sampai menjadi tempat pengembangan masyarakat.

Bersibersi Lemari lalu tumbuh menjadi yayasan untuk memberikan pelatihan dan fasilitas keterampilan bagi teman-teman disabilitas agar bisa hidup secara lebih mandiri, baik secara hidup maupun ekonomi.

“Disabilitas sendiri juga beragam. Disabilitas yang tidak mempunyai keterbatasan intelektual, kini mereka sudah berdaya. Sedangkan mereka yang terbatas secara intelektual masih didampingi oleh tim,” imbuhnya lagi.

Aisyah berpendapat, bahwa masyarakat yang berdaya terkadang hanya dipikirkan mandiri secara ekonomi saja. Padahal, tidak hanya itu semata. Berdaya artinya juga kita mendapatkan kesempatan yang ada, punya pilihan atas apa yang ada di hidupnya, bisa secara langsung menentukan apa yang dipunyai, potensinya, dan kebutuhannya.

Misalnya, dalam fenomena yang ditemui Aisyah, disabilitas sering dipikir sebelah mata. Mereka dianggap tidak bisa berkarya dan berdaya. Kalau pun dibantu, hanya berkisar pada kebutuhan hidup dan kemandirian. Kalau secara pekerjaan, banyak yang mengira hampir tidak mungkin untuk bekerja., Padahal mereka sama seperti kita, yang harus diberdayakan dan punya kemampuan, punya keahlian yang setara dengan kita.

“Kami mengajak teman-teman disabilitas untuk bisa mengendalikan dan menentukan hidupnya. Karena kita semua memiliki hak yang sama,” tegas wanita tersebut.

Lakukan Sosialisasi Mitigasi Bencana Banjir, LHDP GNFI Edukasi Warga Sekolah

Bagaimana Tahapan menuju Pemberdaya Masyarakat?

Good Movement GNFI

Aisyah memaparkan terdapat empat tahap menuju kita menjadi pemberdaya di tengah masyarakat, disesuaikan dengan pengalamannya ketika menjadi penggerak:

Pertama, sebelum menjadi pemberdaya masyarakat, ada layanan masyarakat. Mungkin, teman-teman disabilitas dan masyarakat sekitar sebelumnya belum tahu kebutuhannya, apa akar masalahnya, atau cara agar bangkit. Sehingga penggerak fokusnya menjadi pelayanan dan membantu mereka seutuhnya.

Kemudian, masuk ke tahap perwakilan masyarakat. Di sini, kita sudah tahu masalahnya, tapi tetap memerlukan bantuan. Sebab, belum ada sumber daya dan belum tahu cara pengelolaannya.

Ketiga, pengembangan masyarakat. Di sini, kita sudah tahu akar masalah dan sudah memiliki sumber daya, tetapi bantuan tetap diperlukan.

Lalu, di tahap terakhir, ada pemberdayaan masyarakat, yang mana semua komponennya sudah lebih lengkap. Sehingga, penggerak hadir hanya untuk memantau, memberikan saran, dan masukan kepada sasaran, sebab mereka sudah tahu akar masalahnya.

Di mana Saja Community Empowerment Dibutuhkan?

Sebenarnya, sebut Aisyah, community empowerment dibutuhkan di mana saja dan pada keadaan ketika di sana memang dibutuhkan.

“Di SDGS kan ada 17 poin, kita fokus di dua hal, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan. Jika ingin terjun ke masyarakat, ingin tahu sesuai atau tidak, cek saja dari SDGS ini. Apakah ide kita mendukung dengan poin-poin yang ada? Kalau ada, berarti sudah pasti kita sedang atau sudah berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan, tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia.”

Meskipun menambahkan, bahwa mungkin kita berpikir yang dilakuakn hanya berdampak kecil. Padahal, ketika kita membangun sesuatu, meskipun kecil, kelak dampaknya akan menjadi sangat besar.

Peran Masyarakat terhadap Isu Perubahan Sosial Seperti Apa?

Peran masyarakat tentu sangat penting. Yogie membeberkan, masyarakat bukan sekadar objek, tetapi juga subjek, sehingga tidak hanya sebatas diajak melakukan perubahan sosial, kita bahkan juga bisa menjadi penggerak perubahan sosial.

“Karena itu, di DSI sendiri, ada program mentornya untuk mencetak para pendamping komunitas atau forum masyarakat bisa turut andil dalam perubahan sosial dan problem solver.

Masyarakat sendiri sebagai pelaku harus diajak dan terlibat. Dengan demikian, menciptakan dunia yang baik dan nyaman akan lebih mudah terwujud. Misalnya, jika banyak pengangguran, kalau masyarakat turut andil, bersama-sama setiap pihak bisa menjadi wadah aktivitas. Atau lingkungan yang kotor bisa menjadi lebih bersih ketika bersama-sama turut membersihkan lingkungan.

Startup Ekonomi Sirkular di Surabaya Berkumpul di SWUP 2023, Bahas Isu Lingkungan

Yogie berpesan pada para peserta, “Jangan jadi superhero, jangan melakukan semua sendiri sebagai penggerak sosial. Padahal masyarakat setempat mungkin pernah melakukan itu sebelumnya atau lebih paham kondisi atau kearifan lokalnya. Jadi energinya bukan untuk semangat jadi superhero, tapi melibatkan masyarakat.”

Hal ini penting, sebab menurutnya, banyak penggerak yang menjadi one man show atau bekerja dan tampil sendiri. Dikhawatirkan, ketika intervensi atau bantuan sudah selesai dan masyarakat belum teredukasi, bukan tidak mungkin kondisi akan kembali lagi seperti semula atau memulai dari nol. (aj)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini