Masjid Gede Mataram Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta

Masjid Gede Mataram Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta
info gambar utama

Kota Yogyakarta banyak tersimpan peninggalan sejarah dan budaya yang saat ini masih berdiri kokoh, dan tetap lestari di tengah masyarakat. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan menjelajahi lebih jauh Kota Yogyakarta.

Salah satu destinasi yang wajib dikunjungi yakni Kotagede. Kotagede menjadi saksi sejarah peradaban hadirnya Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta pada masa itu. Di Kotagede juga masih banyak menyisakan peninggalan-peninggalan kerajaan Mataram Islam.

Salah satunya Masjid Gede Mataram Kotagede. Masjid yang berdiri di atas areal tanah kurang lebih sekitar 2720 meter persegi ini dinobatkan sebagai masjid tertua di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di sekitar masjid terdapat kompleks makam kuno Kotagede (Pesaren Agung) yang merupakan makam raja-raja Mataram dan makam keluarga Paku Alaman yang dikelilingi oleh dinding tembok bata, serta terdapat gapura di sebelah tenggara masjid.

Tata letak pembangunan masjid ini menganut konsep catur gatra tunggal yang meliputi empat elemen pembentuk identitas kota, yang terdiri atas keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai pusat kegiatan sosial budaya, masjid sebagai pusat kegiatan spiritual, dan pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi.

RI Gandeng UNESCO Kembangkan Literasi Kebencanaan Berbasis Masjid

Asal Mula Pembangunan Masjid Gede Mataram Kotagede Yogyakarta

Masjid Gede Mataram Kotagede dibangun pada abad ke-16 di era Panembahan Senopati. Awalnya pendirian masjid ini bertujuan sebagai sarana untuk mengembangkan ajaran agama Islam di tanah Mataram khususnya dan di Pulau Jawa.

Awal pembangunan masjid bermula saat Ki Ageng Pamanahan dan anaknya, Danang Sutawijaya, melakukan hijrah ke Alas Mentaok Kotagede. Sesampainya di sana, Ki Ageng Pamanahan diberikan sepetak tanah hutan Mentaok oleh Kesultanan Pajang. Di atas tanah inilah kemudian dibangun sebuah masjid atas saran dari gurunya yaitu Sunan Kalijaga.

Dalam pembangunannya, Ki Ageng Pamanahan melibatkan masyarakat yang pada saat itu banyak yang menganut ajaran agama Hindu. Dalam proses pembangunannya pun kemudian dibagi menjadi dua, bagian utama bangunan masjid dibangun oleh masyarakat yang beragama Islam. Sedangkan masyarakat yang beragama Hindu membangun bagian pagar masjid.

Bagian utama bangunan masjid dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa, sedangkan untuk bagian gapuranya dibangun menyerupai bangunan Pura. Konsep akulturasi sengaja dibuat dengan maksud untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Mataram yang pada saat itu masih sulit diterima oleh masyarakat, karena sebagian besar dari mereka menganut ajaran animisme dan dinamisme.

Melihat Bedug Raksasa di Masjid Istiqlal dan Kisahnya

Seiring berjalannya waktu, akhirnya ajaran agama Islam diterima baik oleh masyarakat.

Masjid Gede mengalami pengembangan pada masa kepemimpinan Sultan Agung, raja Mataram ke-3. Pada tahun 1919 M masjid ini sempat mengalami kebakaran, dan akhirnya selesai diperbaiki pada tahun 1923 M. Masjid kemudian mengalami penambahan bangunan seperti penambahan serambi depan, emperan serambi, pagar I, tempat wudhu pria maupun wanita.

Bangunan utama masjid memiliki atap yang berbentuk tajug (atap berbentuk piramida) bertingkat tiga, terbuat dari kayu dan ditutupi oleh genteng. Ujung atap masjid juga terdapat mahkota yang disebut pataka.

Sedangkan untuk bangunannya berbentuk bujur sangkar dengan menggunakan konsep “klebat papat limo pancer”, yakni simbol kemantapan sekaligus keselarasan yang merupakan lambang empat mata angin dengan pusat di tengahnya.

Masjid Gede ini memiliki bedug yang usianya hampir sama dengan usia masjid saat didirikan. Konon kerangka bedug ini berasal dari pohon besar yang diketahui milik Kyai Pringgit. Sunan Kalijaga tertarik untuk menjadikan pohon besar tersebut sebagai kerangka bedug di Masjid Gede.

Sunan Kalijaga pun meminta secara langsung kepada Kyai Pringgit. Akhirnya permintaan Sunan Kalijaga dikabulkan, dan dikirimlah pohon besar itu ke Kotagede. Saat ini kondisi bedug pun masih terlihat kokoh dan terawat meski usianya sudah cukup tua.

Masjid Gede Mataram Kotagede Terkini

Masjid Gede Mataram Kotagede saat ini dimiliki dan dikelola oleh Keraton Yogyakarta dan pemerintahan Republik Indonesia, dalam hal ini Balai Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Gede Mataram Kotagede juga dijadikan sebagai tempat wisata religi oleh para wisatawan.

Ramadan Tiba, Jangan Lupa Ikut Buka Puasa Bersama di Masjid Istiqlal

Referensi:

  • Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Bantul. 2016. Masjid Mataram Kotagede sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Kabupaten. Bantul: Naskah Rekomendasi Penetapan.
  • budaya.jogjaprov.go.id. Masjid Gede Mataram Kotagede, Saksi Persebaran Agama Islam di Yogyakarta. https://budaya.jogjaprov.go.id/berita/detail/1388-masjid-gede-mataram-kotagede-saksi-persebaran-agama-islam-di-yogyakarta
  • jogjacagar.jogjaprov.go.id. Masjid Gede Mataram Kotagede. https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/479/masjid-mataram-kotagede

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini