Menyingkap Fakta Unik Bung Karno, Ternyata Tidak Pandai Matematika

Menyingkap Fakta Unik Bung Karno, Ternyata Tidak Pandai Matematika
info gambar utama

Dikutip dari Majalah Tempo edisi khusus kemerdekaan 20—26 Agustus 2012 di halaman 56, tulisan bertajuk "Mentor bagi Juru Selamat" menceritakan sudut lain dari seorang tokoh proklamator yang juga merupakan insinyur sipil.

Mungkin banyak orang pernah mengalami kondisi bokek (tidak punya uang dan tidak ada pemasukan) sama sekali. Alhasil, mereka rela melakukan apapun untuk dapat mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Siapa sangka? Hal tersebut juga dialami Presiden pertama kita, Soekarno. Ya, meskipun itu berlanjut ketika akhir jabatannya, banyak yang mengatakan bahwa Soekarno presiden yang miskin bahkan termiskin di dunia.

Soekarno dikenal sebagai seorang insinyur sipil atau kalau sekarang disebut teknik sipil. Biasanya, gelar yang diberikan kepada orang yang menempuh pendidikan di bidang sains dan teknologi. Hitung menghitung, bersinggungan dengan rumus, atau segala yang berkaitan dengan angka biasanya sudah menjadi makanan sehari-hari bagi peserta didiknya. Namun, berbeda dengan Soekarno. Apa maksudnya?

Kilas Balik Peristiwa Percobaan Pembunuhan kepada Bung Karno, Sampai Tujuh Kali!

Soekarno Pernah Menjalani Kesulitan Ekonomi

Pada saat itu, tepatnya Juni 1926, kondisi keuangan Soekarno dan Inggit mengalami kesulitan. Inggit, pasangan Soekarno, hanya dapat menyajikan secangkir teh tanpa gula kepada setiap tamu sebagai bukti ketidakstabilan ekonomi mereka.

Kehidupan Soekarno dan Inggit mungkin juga dapat dilihat sebagai cerminan tantangan keuangan yang dihadapi oleh banyak individu di masa itu. Meskipun memiliki peran penting dalam perjuangan politik dan pergerakan kemerdekaan, Soekarno kerap terikat pada realitas ekonomi yang sulit.

Soekarno adalah seorang insinyur dari Technische Hogeschool (sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung) dalam bidang teknik sipil. Pada saat itu, ia dan istrinya Inggit, menghadapi tantangan keuangan dan ketiadaan pemasukan. Meskipun ia mendapat tawaran untuk bergabung dengan Departemen Pekerjaan Umum, ia menolak karena ketegasannya dan ketidaksukaannya terhadap birokrasi pemerintahan pada masa itu.

Tepat pada saat itu, Ernest Douwes Dekker, satu dari tiga pendiri Indische Partije, yang merupakan sahabat dan juga guru bagi Soekarno menawarkan untuk dapat mengajar di sekolah yang dipimpinnya. Sekolah itu bernama Ksatrian yang sekarang menjadi SMP Negeri 1 Bandung.

Sayangnya, lowongan yang terbuka hanya untuk mengajar pelajaran Sejarah dan Matematika. Dalam buku penyambung lidah rakyat, Soekarno menerangkan kepada Cindy Adams, "Aku harus mengatakan apa kalau ternyata aku selalu gagal di Matematika?"

Cerita Bung Karno yang Harus Mencicil untuk Dapatkan Lukisan Favorit

Awalnya Soekarno ragu, tetapi Douwes Dekker mendesak, "Anda memikirkan apa, Bung? Apakah anda bisa mengajar?"

Tak ambil pusing, karena sudah bingung, ia menjawab sekenanya, "Ya, tentu aku bisa. Pasti aku bisa juga dengan matematika? Ya, tentu saja. Matematika juga."

Dapat dibayangkan bagaimana seorang Soekarno yang dikenal sebagai orator ulung, singa podium, memberikan pelajaran Matematika? Pelajaran yang tidak dikuasainya? Bagaimana caranya menyampaikan rumus hitungan dengan pidato?

Mulai pekan itu, Soekarno mengajar di sekolah Kesatrian. Seperti diduga, kariernya hanya beberapa bulan saja. Inspektur pendidikan Belanda tak suka. Karena Soekarno lebih banyak "membakar" murid-muridnya ketimbang "mengajar". Hengkang dari sekolah Ksatrian, Soekarno mendirikan biro arsitek swasta.

Tempo juga menuliskan bahwa ajakan Ernest Douwes Dekker kepada Soekarno untuk mengajar di sekolah Ksatrian sebenarnya merupakan upaya tipu daya. Dekker bermaksud untuk mengadakan pertemuan dengan Soekarno tanpa kehadiran Poliitieke Inlichtingen Dienst (PID), yang merupakan badan intelijen rahasia kolonial Belanda.

Menurut Frans Glissenaar dalam bukunya "DD: Het Leven van", mengingat kedua tokoh ini menjadi target pengawasan PID, maka ajakan tersebut sebenarnya adalah sebuah bentuk penyamaran atau kamuflase, seperti yang diungkapkan oleh sejarawan Rushdy Hosein.

Jembatan Ampera, yang Dahulunya Dikenal Sebagai Jembatan Bung Karno

Sumber referensi:

  • Ernest Douwes Dekker, Inspirasi Bagi Revolusi Indonesia - Majalah Tempo Khusus Hari Kemerdekaan Edisi 20-26 Agustus 2012

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini