Jembatan Ampera, yang Dahulunya Dikenal Sebagai Jembatan Bung Karno

Jembatan Ampera, yang Dahulunya Dikenal Sebagai Jembatan Bung Karno
info gambar utama

Salah satu ikon yang tak terlupakan di Sungai Musi adalah Jembatan Ampera yang memiliki sejarah panjang. Jembatan Ampera telah menjadi suatu simbol yang mewakili kota tersebut. Jembatan ini berada di pusat Kota Palembang dan menghubungkan Seberang Ulu dengan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.

Jembatan Ampera selesai dibangun pada bulan April 1962 setelah mendapat persetujuan dari presiden Soekarno. Pada awalnya, nama yang diberikan kepada jembatan ini ialah Jembatan Bung Karno. Sejarawan Djohan Hanafiah menjelaskan bahwa pemberian nama tersebut adalah sebagai tanda kehormatan untuk Presiden pertama Indonesia.

“Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembata di atas Sungai Musi.”

Batu Gantung, Menyimpan Cerita Gadis yang Putus Asa

Pada tahun 1965, jembatan ini secara resmi diresmikan dengan memilih nama jembatan Bung Karno. Pada waktu itu, jembatan ini merupakan jembatan dengan ukuran terpanjang di kawasan Asia Tenggara.

Dilansir dari situs IDNTimes, pada tahun 1957, perkiraan biaya pembangunan Jembatan Ampera sebesar Rp30 ribu. Setelah itu, tim konstruksi jembatan juga dipersiapkan. Tim tersebut terdiri dari Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya.

Kolaborasi dalam proyek pembangunan jembatan dilaksanakan oleh Harun Sohar dan Gubernur Sumsel H.A. Bastari Setelah itu, Wali Kota Palembang M Ali Amin dan Wakil Wali Kota Indra Caya memohon bantuan kepada Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno.

Setelah terjadinya gejolak politik pada tahun 1966, nama jembatan tersebut diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Struktur jembatan memiliki panjang 1.117 meter dengan lebar 22 meter serta ketinggian 11,5 meter di atas permukaan air. Terdapat dua menara yang tingginya mencapai 63 meter dari permukaan tanah.

Jarak antara kedua menara adalah 75 meter. Kedua menara tersebut memiliki dua pendulum, masing-masing seberat sekitar 500 ton.

Kisah Bukit Tunggangan Wonogiri, Jalan Ekstrem yang Dihindari Para Pengendara

Pada mulanya, bagian tengah badan jembatan ini dapat diangkat untuk menghindari terjadinya kapal yang tersangkut di bawahnya.

Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat mekanik yang dibantu oleh dua pendulum pemberat pada masing-masing ujungnya. Pengangkatan jembatan membutuhkan waktu total 30 menit dengan kecepatan 10 meter per menit.

Saat jembatan bagian tengah terangkat, kapal yang memiliki lebar 60 meter dan tinggi maksimum 44,50 meter dapat melewati Sungai Musi.

Jika tidak ada pengangkatan pada bagian tengah jembatan ini, kapal dengan tinggi maksimum hanya boleh melewati Jembatan Ampera dengan jarak sembilan meter dari permukaan air sungai.

Mulai dari tahun 1970, tidak lagi ada pergerakan naik turun di bagian tengah jembatan ini. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa waktu yang diperlukan untuk mengangkat jembatan ini dianggap menghambat kelancaran aliran kendaraan di atasnya. Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan demi keamanan agar kedua beban tersebut tidak jatuh.

Pewarnaan cat pada Jembatan Ampera juga mengalami perubahan beberapa kali. Awalnya, warna jembatan ini merupakan nuansa abu-abu. Kemudian, antara tahun 1970 hingga 1980-an, mengalami perubahan warna menjadi kuning. Kemudian berubah menjadi warna merah dan tetap demikian sampai saat ini.

Di waktu malam, Jembatan Ampera dipenuhi dengan rangkaian lampu yang terletak di sepanjang jembatan. Jadi, kecantikan dan daya tarik ikon Palembang ini terlihat begitu memukau dan unik.

Dari atas jembatan, Kawan GNFI dapat melihat jelas Benteng Kuto Besak yang berada dekat dengan jembatan. Benteng Kuto Besak adalah bangunan pertahanan bersejarah yang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I pada abad ke-18.

Curug Cikaso, Keindahan Air Terjun yang Berbalut Misteri Pesugihan

Kawan GNFI juga memiliki kesempatan untuk menikmati pemandangan yang indah di sekitar sambil mencoba hidangan makanan khas Palembang di warung yang terapung. Warung yang terapung merupakan sebuah tempat makan yang berbentuk perahu yang mengapung di atas perairan di tepi Sungai Musi. Maka dari itu, pada malam hari, para pengunjung dapat menikmati pemandangan yang indah dari Jembatan Ampera dan Sungai Musi.

Jembatan Ampera beberapa kali mengalami rehabilitasi. Terakhir saat menyambut event olahraga internasional, Asian Games 2018, yang digelar di Jakarta dan Palembang.

Jembatan Ampera merupakan ikon kota Palembang yang terkenal. Karena alasan inilah, banyak pengunjung yang mengabadikan momen dengan Jembatan Ampera sebagai objek foto utama, sambil menikmati keindahan jembatan tersebut melintasi Sungai Musi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini