Besek, Bongsang, dan Kendil, Ragam Kemasan Tradisional Oleh-Oleh Legendaris di Indonesia

Besek, Bongsang, dan Kendil, Ragam Kemasan Tradisional Oleh-Oleh Legendaris di Indonesia
info gambar utama

Ketika membeli oleh-oleh berupa makanan khas dari suatu daerah, nilai keunikan terkadang tidak hanya terletak pada makanan itu sendiri, melainkan juga pada kemasan pembungkus makanan seperti besek, bongsang, dan kendil.

Di tengah modernitas, kemasan tradisional tengah didorong penggunaan ya. Alasannya, karena selain bernilai tradisi, kemasan juga bersifat ramah lingkungan dengan memanfaatkan material organik yang mudah terurai, serta menggerakan ekonomi masyarakat dengan menghidupkan para perajin.

Besek

Besek (e dibaca seperti bebek) adalah kemasan makanan tradisional yang populer digunakan di Pulau Jawa. Bentuknya berupa anyaman bambu persegi berwarna putih kekuningan yang terdiri dari dua bagian, alas dan tutup.

Anyaman yang rapat dan hanya menyisakan sedikit celah udara membuat besek sesuai untuk menyimpan makanan agar tidak cepat basi.

Besek mulanya digunakan sebagai wadah nasi dan lauk yang akan dibawa pulang tamu setelah kenduri sehingga kata besek juga menjadi sinonim dari makanan yang dibagikan pada acara.

Di Semarang, besek berguna sebagai kemasan dari oleh-oleh legendaris kota yaitu lunpia. Satu besek dapat memuat hingga 10 lunpia dengan dialasi daun pisang dan kertas pembungkus makanan.

Selain lunpia, besek juga umum digunakan sebagai kemasan buah tangan khas lain seperti getuk goreng Sokaraja, gudeng Yogyakarta, mochi Sukabumi, tahu aci Tegal, dan tempe mendoan Purwokerto. Khusus pada mochi Sukabumi, tutup besek terhubung langsung dengan alas.

Meningkatnya kepedulian masyarakat akan lingkungan kini mendorong pemanfaatan besek lebih luas sebagai alternatif dari kantung plastik dengan slogan 'from kresek to besek,' contohnya sebagai wadah pembungkus daging kurban. Nilai estetika dari besek juga membuatnya digunakan sebagai wadah makanan kekinian dan hampers.

Kisah Cinta Dua Budaya dalam Lunpia, Oleh-Oleh Legendaris Semarang

Bongsang

Bongsang, keranjang oleh-oleh tahu sumedang. Foto: Wikimedia Commons (Serenity)
info gambar

Wisatawan yang mampir ke Sumedang seringkali terlihat menjinjing keranjang anyaman bambu di tangan mereka. Keranjang tersebut adalah bongsang yang telah menjadi atribut tak terpisahkan dari tahu sumedang, buah tangan wajib dari 'Kota Tahu.'

Bongsang yang memiliki lingkar yang semakin melebar ke atas digunakan untuk menampung tahu dan pelengkapnya seperti cengek (cabai rawit) dan saus tauco. Karena rongga anyaman yang besar, bongsang dilapisi dengan kertas makanan dan daun pisang sebagai alas.

Penjual tahu sumedang asongan di terminal-ternimal pun umum terlihat menaruh tumpukan bongsang di kepala mereka yang baru akan digunakan setelah menemukan pembeli.

Mulanya bongsang digunakan oleh masyarakat Betawi dan Sunda sebagai keranjang buah-buahan dan peuyeum, fermentasi singkong khas Bandung. Bongsang juga digunakan untuk ubi cilembu, oleh-oleh khas dari Desa Cilembu, Sumedang, yang mengeluarkan rasa manis seperti madu setelah dipanggang.

Kepopuleran tahu sumedang dan ubi cilembu kemudian menjadi berkah bagi perajin seperti di Desa Sukadana, Cianjur, yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai perajin bongsang.

Seperti besek, kini bongsang juga mulai diperkenalkan di Jakarta dan Jawa Barat untuk membungkus daging kurban pada Iduladha sebagai alternatif dari penggunaan kantung plastik.

Inovasi Piring Ramah Lingkungan dari Pelepah Pinang yang Berdayakan Petani

Kendil

Kendil (e dibaca seperti elang) adalah kuali tanah liat dengan dua bagian yaitu tubuh yang umumnya memiliki ganggang serta tutup. Meski punya nama yang mirip, kendil berbeda dengan kendi yang khusus digunakan untuk menampung air.

Kendil digunakan sebagai wadah oleh-oleh gudeg yang khas dari Yogyakarta. Dengan dialasi daun pisang, satu paket gudeng yang umumnya berisi gudeg, ayam, telur pindang, dan krecek disimpan dalam kendil. Kendil kemudian dibungkus dengan anyaman bambu atau kardus kokoh untuk menjaganya dari benturan.

Meski terkesan kurang praktis karena berat dan mudah pecah, penggunaan kendil sebagai wadah gudeg memiliki nilai estetika ketika ditujukan sebagai buah tangan atau hantaran.

Setelah gudeg dikonsumsi, kendil juga dapat dimanfaatkan sebagai wadah barang atau dekorasi rumah, terutama di dapur, yang memberikan sentuhan gaya etnik.

Mengenal Besek, Kemasan Tradisional Ramah Lingkungan dan Merakyat

Referensi

Khair, M. L. & Fathy, R. (2021). Tahu Sejarah Tahu Sumedang. LIPI PRESS. https://doi.org/10.14203/press.258

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini