Keseruan Lebaran pada Zaman Kompeni, Orang Eropa Sampai Ikut Halal Bihalal

Keseruan Lebaran pada Zaman Kompeni, Orang Eropa Sampai Ikut Halal Bihalal
info gambar utama

Hari Raya Lebaran dirayakan secara meriah pada zaman kolonial. Koran De Preanger-bode tanggal 9 Juni 1921 menyebut jalan-jalan di Bandung telah ramai sejak pagi. Warga berkumpul di masjid sejak pukul setengah enam pagi hingga delapan pagi untuk salat.

Pada momen itu, bupati mengumumkan berakhirnya puasa pada masyarakat di depan pejabat asisten residen di Pendopo. Hal ini lalu ditutup dengan saling memberi selamat antar warga sekitar.

Libur Lebaran Dongkrak Perputaran Ekonomi hingga Rp276 Triliun, Ini Alasannya

“Pemandangan kota terlihat semarak. Warga yang lalu-lalang mengenakan pakaian terbaiknya untuk saling berkunjung pada tetangga dan kerabatnya,” jelas koran tersebut yang dimuat Bandung Bergerak.

Halal bihalal

Orang-orang Eropa juga ikut serta dalam perayaan Lebaran itu, salah satunya adalah tradisi halal bihalal. Seorang misionaris Belanda, Verhoeven menceritakan kewajiban orang-orang Eropa yang bekerja di kantor pemerintah ikut perayaan di kediaman bupati setempat.

“Di kediaman bupati, semua kalangan berkumpul dan saling bersalaman dalam pertemuan tersebut,” catatnya.

Dua Hal Ini Jadi Indikator Pendongkrak Ekonomi Saat Momen Lebaran, Apa Saja?

Dalam catatannya, orang Eropa sendiri memaknai hari Lebaran layaknya Tahun Baru. Karena itu banyak orang Eropa yang mengucapkan Selamat Tahun Baru daripada ucapan Lebaran pada umumnya.

“Hari Raya Lebaran bagi orang-orang Eropa yang tinggal di Nusantara dianggap sebagai hari perayaan setelah satu bulan menjalankan ibadah puasa,” urainya.

Open house

Biasanya dalam upacara tersebut, bupati akan menemui asisten residen untuk memberitahukan bahwa bulan Ramadan telah berakhir. Bupati yang ditemani oleh pejabat pribumi selanjutnya mengumumkan kepada rakyat.

Setelah itu bupati akan duduk di kursi utama pendopo. Semua pengiringnya mengikuti duduk di lantai di belakang bupati dalam urut-urutan mengikuti jabatannya. Asisten residen kemudian bangkit berdiri dan berpidato dalam bahasa Melayu.

Ragam Oleh-Oleh Khas Indonesia, Pengaruh Historis dan Letak Geografisnya

Mereka kemudian melakukan jabat tangan dan menyampaikan ucapan selamat. Ada sampanye yang diedarkan di antara orang-orang Eropa dan pejabat pribumi sambil mendengarkan gamelan.

“Selanjutnya giliran masyarakat menemui bupati. Dimulai dengan patih, bergiliran. Berjalan menghampiri dengan membungkuk, menyembah, dan selanjutnya keluar dengan berjalan nyaris merangkak,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini