Astronot Indonesia Bisa Berada di Stasiun Luar Angkasa?

Astronot Indonesia Bisa Berada di Stasiun Luar Angkasa?
info gambar utama

Perlombaan untuk menaklukan angkasa telah dimulai sejak persaingan antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat mengembangkan teknologi antariksa. Mengirimkan manusia pertama di luar angkasa, menapakkan kaki di bulan adalah pencapaian yang membanggakan kala itu. Tidak ketinggalan teknologi satelit pun dikembangkan besar-besaran. Indonesia pun tidak ketinggalan, pada tahun 1976 satelit A1 berhasil menjadi satelit pertama merah putih yang melayang diorbit angkasa.

Upaya Indonesia untuk berperan dalam eksplorasi angkasa tidak berhenti sampai disitu. Indonesia tercatat juga pernah berkontribusi menyumbangkan dua astronot untuk dikirimkan ke luar angkasa. Dua astronot tersebut adalah Pratiwi Sudarmono dan Taufik Akbar. Pratiwi merupakan perempuan pertama dari Asia yang mengikuti program pengiriman astronot oleh NASA kala itu. Namun cita-cita itu tinggallah sejarah, Pratiwi ditakdirkan untuk batal mengangkasa akibat insiden ledakan pesawat ulang-alik Challenger yang menewaskan tujuh awaknya. Semua misi ke luar angkasa di masa itu dibatalkan.

Lalu bagaimana seandainya di masa mendatang Indonesia kembali memiliki seorang astronot yang pada pakaian luar angkasanya tercetak bendera merah putih? Program luar angkasa Indonesia yang terus dikembangkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sampai saat ini masih belum dipandang sebagai hal yang prioritas. Walaupun pihak LAPAN mengungkapkan pada GNFI bahwa Indonesia masih memiliki peluang untuk mengirimkan astronot ke luar angkasa. Salah satu caranya adalah dengan menjalankan misi bersama dengan International Space Station (ISS).

ISS merupakan stasiun luar angkasa terbesar yang dapat ditinggal manusia di orbit rendah bumi. Stasiun yang merupakan hasil kerjasama lima agensi luar angkasa dari seluruh dunia ini telah berulang kali digunakan untuk berbagai misi penelitian di luar angkasa.

(Foto: Google Street View)
info gambar

Di stasiun ini para peneliti bisa melakukan eksperimen dan studi yang tidak bisa dilakukan dari bumi, contohnya seperti memantau bagaimana tubuh manusia bereaksi terhadap gravitasi mikro, memecahkan misteri tentang sistem kekebalan tubuh di luar angkasa, mempelajari perilaku badai dari angkasa untuk memberi pengetahuan pada para penduduk dan pemerintah jika ada badai yang mendekat, atau memantau jumlah limbah laut yang meningkat pesat.

Lalu bagaimana Indonesia bisa mengirimkan astronotnya ke stasiun tersebut? Bila agensi dalam negeri memang belum mendapatkan mandat untuk mengirimkan anak bangsa ke angkasa, maka setidaknya kita yang berada di bumi bisa melakukan afirmasi dahulu dengan bantuan Google Street View.

Bulan Juli yang lalu, Google Street View melansir foto-foto interior ISS untuk publik. Layaknya fitur Street View di jalanan, para pengguna fitur ini diajak untuk melihat-lihat bagaimana keadaan sekitar di stasiun luar angkasa yang memiliki luas layaknya lapangan bola tersebut. Dalam foto-foto tersebut tampak detail ruangan-ruangan yang digunakan oleh para astronot menjalankan misinya seperti laboratorium dan bahkan tempat makan.

(Foto: Google Street View)
info gambar

Thomas Pasquet seorang astronot yang sedang dalam misi di ISS mengungkapkan bahwa dirinya dan tim merasakan perspektif yang berbeda ketika melihat bumi dari luar angkasa. Dan dirinya berharap foto-foto Street View yang diambil olehnya dan tim diharapkan bisa mengubah pandangan masyarakat di bumi tentang dunia.

Melakukan afirmasi cita-cita mengirimkan astronot sekilas mungkin adalah hal yang remeh. Namun menurut Firly Savitri yang sempat ditemui oleh GNFI pada bulan Maret lalu mengungkapkan bahwa ketertarikan anak-anak pada sains salah satunya berawal dari kecintaannya pada astronomi dan hal-hal berbau antariksa.

Anak-anak tentu saja merupakan perwujudan dari generasi penerus bangsa ini. Tanpa adanya anak yang mencintai astronomi, Indonesia tidak akan lagi memiliki sosok-sosok seperti Pratiwi Sudarmono, Taufik Akbar maupun ilmuwan lain astronomi seperti Prof. Mezak Arnold Ratag ataupun Dr. Johny Setiawan yang menemukan berbagai planet dan fenomena luar angkasa.

Memang ISS bukan milik Indonesia, begitu juga Google Street View. Namun siapa yang bisa menduga, suatu ketika ada anak bangsa Indonesia yang jatuh cinta pada luar angkasa berkat foto-foto kontribusi Google ini pada masyarakat. Toh boleh saja kita berharap.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini