Siap Hadapi New Normal Economy, Neraca Dagang Indonesia Terus Surplus

Siap Hadapi New Normal Economy, Neraca Dagang Indonesia Terus Surplus
info gambar utama

Selama bulan April, boleh dibilang adalah bulan dengan masa periode Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang paling ketat. Tidak hanya kawasan DKI dan beberapa daerah di Jawa Barat, beberapa kota besar juga menerapkan PSBB demi mencegah penyebaran virus secara meluas.

Meski begitu, rupanya selama kuartal I (Q1) 2020 neraca dagang Indonesia tercatat terus meningkat. Secara keseluruhan, neraca dagang Indonesia pada periode tersebut masih mengalami surplus sebesar 2,25 miliar dolar AS.

Bahkan nilai surplus tersebut jauh lebih baik dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Pada periode itu justru neraca dagang Indonesia defisit 2,3 miliar dolar AS. Padahal kala itu kondisi negeri ini tidak dihadang oleh permasalahan yang berarti seperti pandemi Covid-19.

Secara kumulatif, nilai ekspor mencapai 53,95 miliar dolar AS meningkat 0,44 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Sementara untuk nilai impor mencapai 51,71 miliar dolar AS.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, pada jumpa pers virtual kepada media pada Jumat (15/5/2020).

Salah satu yang mendukung meningkatnya surplus neraca dagang dalam kurun itu adalah turunnya nilai impor Indonesia yang mencapai 51,71 dolar AS (7,78 persen), jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan beberapa negara besar, neraca dagang Indonesia terlihat masih positif. Seperti dengan AS surplus mencapai 3,6 miliar dolar AS, India surplus 2,3 miliar dolar AS, dan Belanda 757 juta dolar AS.

Adapun defisit dengan beberapa negara, seperti dengan Australia defisit 754 juta dolar AS, dengan Thailand defisit 1,2 miliar dolar AS, dan terbesar defisit dengan China sebesar 4,48 miliar dolar AS.

Defisit Tipis pada Neraca Dagang April 2020

Neraca Dagang Indonesia April 2020 Defisit Kecil
info gambar

Meski secara kumulatif selama Q1 2020 neraca dagang Indonesia terlihat masih surplus, namun untuk neraca dagang pada bulan April 2020 sendiri tercatat justru defisit tipis.

Selama April 2020, ekspor Indonesia senilai 12,19 miliar dolar AS. Turun 13,33 persen dibandingkan Maret 2020 atau turun 7,02 persen ketimbang April 2019.

Sedangkan impor Indonesia senilai 12,54 miliar dolar AS. Turun 6,10 persen ketimbang Maret 2020 atau turun 18,58 persen dibanding April 2019.

Total defisit pada April 2020 sebenarnya hanya sebesar 350 juta dolar AS. Masih jauh lebih kecil dibandingkan April 2019 yang menembus angka 2,3 miliar dolar AS.

Performa neraca dagang pada April 2020 memang sedikit mengecewakan dibandingkan dengan performa Februari dan Maret 2020. Itu bisa dimaklumi, mengingat bulan April 2020 adalah bulan pemberlakuan PSBB dilakukan nyaris serempak di berbagai daerah di Indonesia.

Pada Februari 2020 neraca dagang surplus sebesar 2,34 miliar dolar AS. Kala itu nilai impor menurun cukup tajam sampai 18,69 persen dengan nilai 11,6 miliar dolar AS.

Sedangkan pada Maret 2020 neraca dagang surplus 740 juta dolar AS. Meski tipis, namun nilai tersebut melebihi consensus dan ekspektasi pasar yang hanya dikisaran 544 juta dolar AS.

Nilai ekspor Indonesia kala itu turun tipis 0,2 persen dengan nilai 14,09 miliar dolar AS. Sedangkan impor juga mengalami penyusutan 0,75 persen dengan nilai 13,35 miliar dolar AS.

New Normal Neraca Dagang

New Normal Economy
info gambar

Sebenarnya semua negara tujuan ekspor menerapkan kebijakan soal pembatasan mobilitas sosial. Awalnya, kondisi ini sempat membuat eksportir Indonesia khawatir jika kegiatan ekspor mereka akan terganggu. Namun ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti.

Mengutip Investor Daily, boleh jadi produk-produk ekspor Indonesia memiliki tingkat daya saing yang baik dan sangat dibutuhkan oleh negara importir.

Selain itu, penurunan impor migas juga menjadi salah satu yang patut disyukuri. Pasalnya, sektor ini kerap membuat fluktuasi pada nilai tukar rupiah.

Impor migas selama bulan April tercatat hanya sebesar 0,85 miliar dolar AS. Merosot tajam hingga 47 persen dibandingkan Maret 2020, dan anjlok lebih dalam lagi sampai 62 persen dibandingkan April 2019.

Hikmahnya, penurunan impor migas sedikitnya tidak mengancam derasnya capital outflow di pasar. Biasanya defisit transaksi berjalan diakibatkan derasnya impor migas yang kerap menghantui perekonomian nasional.

Selepas pandemi ini, Indonesia bukan tidak mungkin akan menghadapi new normal economy. Terutama terkait neraca dagang dan kerjasama ekspor impor antar-negara.

Sebelumnya, tepatnya pada 5 Agustus 2019 lalu, Kementerian Perdagangan menargetkan Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Indonesia dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa atau European Free Trade Association-Comprehensive Economic Partnership Agreement (EFTA-CEPA), akan terwujud pada 2020.

Tidak hanya dengan Eropa, target perdagangan bebas juga akan dilakukan dengan Australia.

Dengan Mozambik, saat ini juga sedang dalam proses finalisasi yang nantinya akan terwujud Prefential Trade Agreement (PTA). Kalau terwujud, maka ini akan menjadi perjanjian ekonomi pertama Indonesia dengan Afrika.

Selanjutnya, untuk negara-negara Asia, Indonesia juga akan melakukan persiapan untuk melakukan kesepakatan lanjutan dengan Jepang, Korea Selatan, Bangladesh, Iran, Turki, dan Pakistan. Khusus dengan Pakistan, fokus perundingannya adalah perdagangan barang atau Trade in Goods.

Beberapa perjanjian perdagangan bebas itu (Free Trade Agreement/FTA) akan menjadi peluang untuk memperbesar ekspor Indonesia. Memang nampaknya semua hal yang sudah direncanakan akan berubah total. Terhalang oleh peristiwa pandemi seperti sekarang.

Kondisi new normal nanti akan membuat tata ekonomi Indonesia, maupun dunia akan berubah total. Jadi, sudah waktunya Indonesia membangun dan menggenjot secara maksimal keunggulan-keunggulan yang dimiliki untuk cepat menyesuaikan dengan kondisi normal yang baru atau new normal.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini