Aneka Potongan Iklan Jadul di Indonesia, Menggelitik dan Penuh Nostalgia

Aneka Potongan Iklan Jadul di Indonesia, Menggelitik dan Penuh Nostalgia
info gambar utama

Media cetak, entah itu koran (surat kabar), majalah, atau tabloid, menjadi sarana untuk menyampaikan berita dari jurnalis ke para pembaca. Selain menjadi penyampai berita, media cetak juga digunakan untuk menyiarkan iklan atau promosi baik barang atau jasa. Dengan memamerkan iklan suatu produk inilah pengusaha media cetak dapat meraup keuntungan.

Sebelum internet booming di Indonesia, beriklan di media cetak menjadi hal yang biasa bagi kebanyakan orang. Kawan GNFI yang pernah merasakan era tersebut mungkin tidak asing dengan iklan-iklan yang mewarnai tiap lembar media cetak, ada yang asyik, unik, keren, atau malahan menggelitik syaraf tawa kita.

Khusus untuk iklan era 60-an ke bawah, karena Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) baru diterapkan tahun 70-an awal jadi kosakata yang dipakai saat itu masih memakai bahasa Indonesia terkesan kaku sehingga membuat kalimat promosi iklan terlihat lucu bila dibaca sekarang. Sementara itu, untuk iklan tahun 70 sampai 90-an lebih bernuansa nostalgia karena beberapa merek yang muncul pada saat itu masih beredar di Indonesia hingga abad ke-21.

GNFI telah merangkum beberapa iklan menarik dari beberapa sumber. Tak hanya asal menguraikan, tetapi kami juga mensisipkan beberapa fakta atau secuil sejarah dari produk yang diiklankan tersebut, berikut uraiannya:

Limun dari Hong Kong Janjikan Kuat Bak Petinju

Iklan minuman Sarsaparilla.
info gambar

Limun sarsaparilla adalah minuman ringan, aslinya terbuat dari tumbuhan Smilax ornata, tetapi dapat pula menggunakan perisa buatan. Di kalangan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, minuman ini dikenal dengan sebutan Saparella.

Pada masa kolonialisme Belanda, Watson's Sarsaparilla merupakan salah satu yang dikenal di publik. Minuman tersebut diproduksi AS Watson & Co Ltd yang didirikan di Hong Kong pada 19 Januari 1886.

Seperti yang terlihat di atas, AS Watson & Co Ltd mencoba menggoda pembeli dengan menjanjikan minuman Watson's Sarsaparilla bisa menguatkan badan bak petinju juara. Lalu sesuai dengan kalimat di bawah gambar, iklan tersebut dipromosikan oleh majalah Sinpo yang terbit pada 1928.

Cebok dengan Botol Cebok

Botol cebok.
info gambar

Pada zaman modern seperti sekarang ini, membersihkan diri seusai buang hajat alias cebok atau istinja, kita biasanya akan menggunakan bantuan bidet, jet shower, atau dengan gayung plastik yang sudah diisi dengan air. Namun, bagaimana orang Indonesia zaman dulu membersihkan diri seusai buang hajat ya? Padahal 'kan bidet dan jet shower belum tercipta dan gayung mungkin sudah ada tetapi belum populer pemakaiannya, benar begitu bukan?

Mungkin banyak metodenya, tergantung kelas sosialnya dalam masyarakat berhubung saat itu belum semua orang memiliki toilet atau kamar kecil. Misalnya orang menengah ke bawah yang tinggal di pedesaan atau perkampungan akan cebok dengan air kali atau dengan basuhan daun. Lantas bagaimana orang-orang yang strata sosialnya lebih tinggi? Cebok dengan Botol Cebok sepertinya adalah jawabannya.

''Botol Cebok adalah pengganti dari tisu toilet barat di kerajaan pulau tropis (Hindia Belanda/Indonesia), kecuali di hotel-hotel berorientasi Barat,'' begitulah yang tertulis di artikel surat kabar Leeuwarder Courant terbitan 1978 yang menceritakan kembali pemakaian Botol Cebok. Ya, Botol Cebok adalah nama produk yang fungsinya sudah pasti digunakan bila kita sedang cebok. Tidak jelas perusahaan apa yang memproduksi benda ini, tetapi Botol Cebok sudah ada di pasaran pada masa kolonialisme Belanda di mana Indonesia masih bernama Hindia Belanda.

Bila kita melihat iklannya, mungkin kita akan sedikit tersenyum atau bahkan tertawa karena banyaknya peringatan dengan kalimat blak-blakan yang terpampang, seperti "jangan memasukkan botol ke lubang pantat" dan "air cebok bukan untuk diminum". Biasanya di bagian bawah potongan iklannya juga terdapat kalimat imbauan berbahasa Belanda yaitu "na gebruik vingers aan de muur afvegen!" yang artinya "lap jari ke dinding setelah pemakaian!"

Seniman Belanda totok (keturunan Belanda asli kelahiran Hindia Belanda) yang lahir di Surabaya pada 16 Mei 1943, Wieteke van Dort atau biasa dikenal dengan nama panggungnya, Tante Lien, menyinggung pemakaian Botol Cebok ini lewat lagu jenakanya yang berjudul Meis Suleika.

Lewat lagu yang terdapat dalam album Weerzien met Indie yang rilis pada 1978 itu, Van Dort mengisahkan perempuan bernama Suleika yang merupakan penyanyi keturunan Indo-Belanda dan sedang melakukan tur di sejumlah kota di Eropa. Di dalam liriknya diceritakan Suleika selalu membawa Botol Cebok kemana-mana, berikut penggalan liriknya:

Meis Soeleika, echte diva
Weet je wat iemand haar zei?
“U hebt een geheim, hoe raar dat ook mag klinken”
“Op uw aller kleinste kamertje staan flessen op een rij”
“Gaat u daar nou ’s avonds stilletjes uit drinken?”
Meis Soeleika hoorde het aan en zei :“Je bent een tolol jij,”
“Jij moet voortaan beter op jouw woorden passen”
“Weet je, ik doe nooit iets zonder botol tjebok aan mijn zij,”
“Die flessen zijn voor na het plassen, om te wassen”

Want je bent en je blijft een Indo, Indo
Praten met geluiden, sret-srot-sret
Boleh tawar, botol tjebok
Je blijft Indo, IndoMet een goeling in je bed, tjempret

Terjemahan:

Nona Suleika adalah seorang diva
Tahukah kamu seseorang berkata kepadanya?
“Kamu merahasiakan sesuatu, ada suara aneh”
“Banyak botol berjejer di kamar kecilmu”
“Apakah kamu akan meminumnya pada malam hari?”
Nona Suleika mendengar itu dan berkata: “Kamu tolol ya,”
“Untuk sekarang kamu harus menjaga mulutmu baik-baik”
“Tahu enggak, saya tidak pernah melakukannya tanpa botol cebok di samping saya,”
“Botol-botol itu digunakan sehabis pipis, untuk membasuh (cebok)”

Karena itulah kamu dan kamu akan menjadi Indo, Indo
Bicara dengan suara, sret-srot-sret
Boleh tawar (menawar), botol cebok
Kamu masihlah Indo, Indo, dengan guling di atas tempat tidurmu, cempret

Benyamin Bintangi Iklan Kamera Jepang

Kamera analog Modern 280S Benyamin.
info gambar

Seniman Betawi, Benyamin Sueb, mengalami masa ketenarannya pada tahun 70-an. Saat itu Bang Ben – panggilan akrab Benyamin – membintangi bahkan menyutradarai sejumlah film nasional.

Selain menjadi bintang film, Benyamin juga nampang di iklan beberapa produk ternama. Salah satunya seperti yang terlihat di atas di mana Bang Ben sedang menjadi endorser kamera analog produksi Jepang, Modern 280S.

Iklan tersebut juga menyebutkan harga kamera di mana dibanderol Rp 16.500 (sekitar Rp 600 ribu pada 2020), yang tentunya mahal pada zamannya tetapi terlihat murah jika ditakar dengan ukuran harga sekarang.

Kamera Modern 280S memang sudah ketinggalan zaman berhubung sudah jarang atau bahkan tidak ada lagi orang yang memakai kamera rol film. Namun, menurut penelusuran GNFI, kini kamera Modern 280S masih dijajakan untuk para kolektor benda antik lewat market place di mana harganya bisa menembus ratusan ribu atau bahkan hampir jutaan rupiah.

Berburu Jodoh via Surat Kabar

Cari jodoh.
info gambar

Sebelum ada aplikasi kencan seperti Tinder, orang-orang pada zaman dulu sering kali mempromosikan dirinya demi mendapatkan jodoh lewat kolom surat kabar. Salah satu buktinya bisa dilihat di potongan iklan biro jodoh di atas dari surat kabar Memorandum.

Dari surat kabar yang beredar di kota Surabaya pada 80-90-an itu, para pencari jodoh wajib mengirimkan biodata dan fotokopi Kartu Tanda Pengenal (KTP) ke pihak redaksi. Kelak jika lolos verifikasi, kalimat promosi dan status dari sang pencari jodoh akan dipamerkan di kolom Biro Jodoh.

Selain biodata, sang pencari jodoh juga menampilkan nomor kontak yang bisa dihubungi. Namun untuk kita yang tinggal di zaman sekarang melihat iklan Biro Jodoh dari Memorandum pasti akan kebingungan karena narahubungnya kebanyakan sama. Ya, bisa jadi nomor kontak tersebut adalah dari nomor tim redaksi Biro Jodoh yang berperan sebagai mak comblang, dan juga jangan lupa pada masa itu tidak semua orang memiliki nomor telepon rumah.

Kira-kira orang tua Kawan GNFI ada yang berjodoh lewat surat kabar ini enggak ya?

Demam PlayStation

PlayStation di Indonesia.
info gambar

Perusahaan konsol video gim asal Jepang, Sony PlayStation atau biasa disebut PlayStation (PS) saja, meluncurkan PlayStation 1 atau PSX pada 3 Desember 1994. Hanya saja di Indonesia, PS generasi pertama ini baru mulai mewabah pada awal tahun 2000-an.

Hal itu bisa dilihat di iklan promosi PSX di atas yang diedarkan menjelang tahun baru 2000. Saat itu PSX yang dijual gerai supermarket skala internasional Carrefour yang terletak di komplek pertokoan Duta Merlin, Harmoni, Jakarta, dibanderol dengan harga spesial yakni Rp 1.048.000 (sekitar Rp 3,8 juta pada 2020).

Jelas pada saat itu harga tersebut mahal, alhasil biasanya hanya keluarga menengah ke atas yang memiliki konsol satu ini. Namun, orang Indonesia dengan otak bisnis memiliki ide dari situ dengan membeli sejumlah unit PSX di mana kemudian terciptalah fenomena rental PS.

Hasilnya mereka yang tidak memiliki PS tetap bisa menjajal kemampuan bermain video gim dengan cara menyewa. Pada pertengahan tahun 2000-an, para pengusaha rental PS memasang tarif biaya sewa sekitar Rp 1.500-2.000 per jamnya.

Baca Juga:


Referensi: Bloomberg.com | Discogs.com | Twitter.com | Algemeen Dagblad | Leeuwarder Courant

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini