Museum Macan Tampilkan The Lost Jungle untuk Ruang Seni Anak Kenali Alam

Museum Macan Tampilkan The Lost Jungle untuk Ruang Seni Anak Kenali Alam
info gambar utama

Museum Macan pada akhir tahun ini mengumumkan sebuah karya terbaru untuk ruang seni anak yang melahirkan proses pembelajaran interaktif dan menyenangkan.

Bekerjasama dengan Komisi UOB, Museum Macan kali ini memilih kelompok kolektif perupa asal Bandung, Tromarama dengan proyeknya bernama The Lost Jungle.

Di Museum Macan, nantinya anak-anak dan keluarga akan bisa menikmati pengalaman hibrida dari instalasi fisik dan daring yang dirancang secara eksklusif. Khususnya anak-anak bisa membayangkan kondisi terkini dari hutan.

Di dalam The Lost Jungle atau Hutan yang Hilang, anak-anak dan keluarga akan mendapatkan pengalaman berupa simulasi digital secara langsung dari hutan yang merespons pada keadaan cuaca terkini di Jakarta.

Ekosistem digital dan pergerakan dari makhluk yang menghuni hutan virtual yang berada di museum akan diaktivasi melalui data cuaca yang didapatkan secara real time, seperti formasi awan, intensitas hujan, dan kecepatan angin.

Melalui karya Tromarama ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran akan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Terutama kepada anak-anak yang selama pandemi juga tidak bisa mengeksplorasi alam karena alasan kesehatan.

“Kita hidup di era human-centric di mana apa yang kita lakukan memiliki dampak yang merusak ekosistem alam dan lingkungan hidup. Penting bagi kita untuk menjadi lebih sadar dan paham akan konsekuensi dari tindakan kita terhadap masa depan bumi ini," ucap Aaron Seeto, Direktur Museum Macan dalam jumpa pers virtual The Lost Jungle, Rabu (1/12/2021).

Museum Macan: Salah Satu Tempat Terbaik Versi Time Magazine

Menurut Aaron, masa pandemi telah mengubah pendekatan ruang seni anak agar terhubung dengan teknologi. Karena itu melalui karya The Lost Jungle, diharapkan bisa membuat anak-anak dan keluarga membayangkan pengaruh mereka terhadap lingkungan.

Diharapkan dengan adanya kesadaran ini akan menciptakan refleksi akan kekayaan alam Indonesia baik flora dan fauna. Serta ancaman yang dihadirkan oleh kegiatan manusia terhadap lingkungan ekologis, yang dapat mengakibatkan kepunahan hewan dan tumbuhan.

lebih lanjut mengenai hewan langka atau hewan yang telah punah. Melalui situs ini, mereka dapat menciptakan makhluk imajiner versi mereka sendiri dengan menggunakan bentuk, tekstur, dan warna yang terinspirasi dari hewan-hewan tersebut.

Makhluk imajiner yang mereka buat akan menghuni instalasi digital Tromarama: The Lost Jungle di museum. Museum Macan membayangkan adanya hubungan antara manusia dan alam yang dimediasi oleh teknologi digital.

"Ini adalah sebuah proyek spesial di mana anak-anak dapat belajar untuk dapat membangun hubungan yang mendalam dengan alam. Seiring dengan kesadaran yang meningkat akan keberlangsungan dan masa depan bumi," ucap Fenessa Adikoesoemo, Ketua Yayasan Museum Macan.

Riset mendalam Tromarama untuk The Lost Jungle

40oC Fable (Dok: Rizky Kusumo)
info gambar

Ada dua karya yang akan ditampilkan oleh Tromarama dalam The Lost Jungle. Karya pertama adalah sajian pengalaman berupa simulasi digital secara langsung dari hutan yang merespons pada keadaan cuaca terkini di Jakarta.

Karya kedua adalah 40oC Fable (2021) yakni sajian video tiga kanal yang merespons pergerakan pengunjung melalui sebuah sensor gerak. Sensor ini akan menangkap gerakan pengunjung di depan layar kemudian menunjukkan bahwa kegiatan manusia membawa dampak terhadap lingkungan.

Untuk membuat proyek The Lost Jungle, Tromarama ternyata melakukan riset yang mendalam. Salah satu anggota Tromarama, Ruddy Hatumena mengatakan mereka sampai melakukan riset ke LIPI di Cibinong, Jawa Barat.

"Untuk riset sempat berkunjung ke LIPI di Cibinong di laboratorium fauna. Dalam bentuk spesimen, kami memilih 21 foto fauna, dari serangga, mamalia, burung, yang sebagian besar terancam punah," tutur Ruddy.

Melalui data tersebut, mereka mengolahnya menjadi kolase makhluk imajiner untuk The Lost Jungle. Makhluk-makhluk imajiner ini akan digabungkan nantinya oleh para pengunjung menjadi karya interaktif.

Saatnya Eksplorasi Museum. Inilah 10 Museum Terbaik di Indonesia Pilihanmu

Tromarama melakukan persiapan sejak Juli 2020 dan selama 1,5 tahun mereka terus mempersiapkan dan mengembangkan konsep The Lost Jungle. Apalagi dengan kondisi pandemi yang membuat prosesnya sedikit terlambat.

"Banyak akses yang jadi tidak bisa maksimal, tetapi proyek ini cukup menantang buat kami," sambungnya.

Anak-anak dan keluarga dapat mengakses sebuah katalog digital berjudul The Lost Jungle: Fauna Archive, melalui tautan khusus, www.museummacan.org/cas/the-lost-jungle untuk mempelajari mengenai hewan langka atau hewan yang telah punah.

Melalui situs ini, mereka dapat menciptakan makhluk imajiner versi mereka sendiri dengan menggunakan bentuk, tekstur, dan warna yang terinspirasi dari hewan-hewan tersebut.

Selain melalui aplikasi, para pengunjung juga bisa melihat karya ini secara offline dalam ruang fisik dengan tampilan hutan virtual. Akan ada tiga monitor yang nantinya terhubung dengan sensor untuk karya kedua.

Sementara itu akan disediakan empat tablet di ruang pamer sehingga memudahkan para pengunjung untuk membuat karya imajinernya sendiri. Pameran ruang seni anak The Lost Jungle akan dibuka pada 4 Desember 2021 dan berlangsung hingga 15 Mei 2022.

Kembali ke Museum Macan

Selama hampir dua tahun pandemi Covid-19, Museum Macan perlu mengubah strategi agar tetap bisa berkarya. Pembatasan masyarakat untuk berkumpul membuat karya dari para seniman tidak bisa disaksikan secara langsung.

Karena itu, selama dua tahun Museum Macan memutuskan untuk beralih ke acara online. Hal ini untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin menikmati karya dari para seniman.

Tentunya ini menjadi tantangan sendiri, karena selama ini Museum Macan belum pernah melakukan pameran secara online. Tetapi dengan kondisi seperti ini ternyata memberi peluang besar terhadap pengalaman baru.

"Dengan program daring ini kami malah berhasil menjangkau orang-orang yang tidak hanya di Jakarta tetapi di luar Jawa. Beragam audiensi yang ada, bagus juga untuk memperkenalkan program-program seni yang dilakukan," papar Nin Djani, Kurator Edukasi dan Program Publik Museum Macan saat ditemui wartawan GNFI di Museum Macan, Rabu (1/12/2021).

Djani menyebut selama berdiri sejak 2017, Museum Macan malah mendapat audiensi lebih banyak selama masa pandemi. Salah satunya karena inovasi mereka untuk menjalankan program secara online.

Beberapa program seperti pameran, school visit hingga dongeng begitu menarik bagi pengunjung. Bagi Djani pandemi ini memang membuat Museum Macan harus berinovasi agar tidak kehilangan eksistensi.

Menapaki Riwayat Pembangunan Museum Papua di Jerman

Program dongeng menjadi salah satu andalan Museum Macan selama pandemi. Pasalnya banyak pengunjung yang merespon positif kegiatan tersebut.

Djani sendiri menyebut bahwa program dongeng akan terus dilanjutkan, karena ini menjadi upaya mereka agar bisa memberikan ruang kepada anak-anak.

"Selama ini program Museum Macan banyak untuk orang dewasa. Tetapi untuk yang anak-anak, seperti dongeng bagus untuk dikembangkan apalagi penting juga. Kita nyari cara walau online, masih bisa aktif lagi," ujarnya.

Museum Macan sendiri telah buka untuk umum sejak bulan November ini. Tetapi untuk kunjungan ke dalam museum dibatasi hanya 50 persen selama level 2.

Tetapi setelah dibuka, ternyata kunjungan ke Museum Macan tetap banyak, menurut catatan untuk weekdays saja sekitar 60 sampai 70 orang, sedangkan weekend bisa mencapai 200 sampai 300 orang. Tentunya tidak semua bisa langsung masuk karena adanya protokol kesehatan yang diterapkan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini