Singkap Jejak Orang China Timor, Titisan Pemburu Wewangian Surgawi

Singkap Jejak Orang China Timor, Titisan Pemburu Wewangian Surgawi
info gambar utama

Pulau Timor pernah tersohor dengan julukan Bumi Cendana. Tempat ini memiliki kondisi geografis yang beraneka ragam dari tanah kering stepa dan sabana sampai tanah subur di pegunungan itu berukuran kurang lebih 32.000 km2.

Pulau ini memiliki masyarakat dengan budaya tradisi Eropa yang cukup kuat yaitu Portugis dan Belanda. Sekilas tidak ada pengaruh Arab, India, atau China di pulau ini. Padahal tempat ini telah masuk dalam jaringan perdagangan China dan India sejak abad ke 14.

Sebagai pengekspor kayu cendana aromatik, budak, madu, dan lilin yang lalu dijajah oleh Belanda dan Portugal pada pertengahan tahun 1600 an. Nama Bumi Cendana memang memiliki kisah yang dimulai dari rempah wangi asal tanah Timor ini.

Dipaparkan oleh Agni Malagina dalam artikel berjudul Singkap Jejak Orang-orang Cina di Pulau Timor, rempah wangi ini disebut sebagai “rempah raja”. Rempah wangi yang menjadi buruan para pedagang rempah Arab, India, dan China.

“Selama berabad-abad pada masa jalur rempah jalur perdagangan rempah wangi cendana “disembunyikan” oleh para pelaut China yang memasok beraneka kebutuhan,” tulisnya.

Alowisya Iki Asy menceritakan bahwa kakeknya datang untuk berdagang cendana. Lalu dia menikah dengan Bei Bui Rai putri Raja Maudeumu dari Weluli, sebuah desa adat di Kaki Gunung Lakaan, Kabupaten Belu, kemudian keturunan keluarga Lai (Lay) menyebar sampai Kupang dan Dili.

Sejarah Hari Ini (24 Januari 2001) - Tahun Baru Imlek Jadi Libur Nasional

Iki mengaku bahwa kakeknya berasal dari China, tetapi mereka tidak bisa menggunakan bahasa Tionghoa. Orang-orang tua dalam keluarganya telah lama meninggalkan banyak adat China. Namun beberapa tradisi masih dikenal seperti membakar hio dan membersihkan makam.

Daripada tradisi China, dia dan keluarganya lebih dekat pada adat tradisi Timor. Misalnya saja mereka memiliki rumah adat tempat menyimpan harta keluarga dan melakukan aneka upacara adat.

Di tempat inilah, pemuka adat biasa menyembuhkan segala macam penyakit dengan pengobatan tradisional. Separah apapun masyarakat mengalami penyakit pasti akan dibawa ke tempat ini dan mengalami proses penyembuhan di dalam rumah adat.

Ingatan Iki tentang asal usul leluhurnya tidak banyak. Pasalnya cerita yang dirinya dengar sangat terbatas. Silsilah kelurganya pun masih dalam pendataan dan penyusunan. Akan tetapi dia menjadi salah satu generasi muda Timor yang menyadari adanya proses akulturasi budaya dalam keluarga.

“Sekaligus sedikit dari banyak induvidu-induvidu kaum “mestizo China” di Pulau Timor yang terkenal sebagai pusat rempah wangi sebelum masa kolonial,” tulis Agni

Berburu rempah wangi dari Timor

Diaspora orang China di Timor menyebar di berbagai kota-kota pesisir, mereka tinggal baik di Timor Barat maupun di Timor Leste. Mereka menyebut dirinya sebagai China Timor yang menandakan warisan keturunan mereka dari masa ke masa.

Dinukil dari National Geographic, profesor sejarah dari National University of Singapore, Douglas Kammen dalam bukunya yang berjudul Cina Timor: Baba, Hakka and Cantonese in the Making of Timor menyatakan kedatangan orang China ke Timor dapat ditelusuri dari perdagangan kayu cendana di masa lalu.

“Pulau Timor dikenal sebagai salah satu sumber terbaik kayu cendana sejak abad ke 13 atau 14, pedagang dari Sulawesi, Jawa, maupun Malaka sempat memperdagangkan kayu cendana dari Pulau Timor, salah satunya kepada China,” jelasnya.

Pernyataan ini ternyata sejalan dengan jurnal ilimiah yang ditulis Roderich Ptak tahun 1983 yang menyatakan Timor pertama kali disebut tahun 1250 dalam tulisan Chu-Pan Chih (Zhu Fan Zhi), dengan nama Ti-Wu dan Ti-Men.

Di Timor, orang China membeli cendana lalu ditukar dengan porselen, perak, kain sutra. Cendana ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan dupa untuk kepentingan ibadah. Selain itu cendana berfungsi menjadi minyak untuk pengobatan.

Yusheng: Kuliner khas Imlek dengan Ritual Menikmati yang Unik

Tetapi baru ratusan tahun setelahnya, keberadaan orang China yang menetap di Timor terekam. Bedasarkan catatan sejarah, penduduk China yang mulai menetap di Pulau Timor bermula pada abad ke – 18.

Menurut catatan Kammen, setidaknya sudah ada empat puluh laki-laki China yang menetap di Kupang saat itu. Sebagian dari mereka menikah dengan orang setempat, sebagian hanya berdagang dan berharap untuk pulang ke tempat asal mereka.

Ternyata permukiman China di Timor tidak hanya terbatas di Kupang. Beberapa tempat di kota-kota pesisir seperti Lifau, Atambua, Batugede, Maubara, Liquica, Manatuto, dan Dili menjadi tempat persebaran etnis China di Timor Indonesia ini.

Sementara itu di kota, para orang Tionghoa ini mencoba berhubungan baik dengan penguasa untuk mempermudah perdagangan mereka. Hal yang menarik, pemerintah Timor Portugis juga sering meminta pinjaman uang kepada orang China untuk membayar aparatur pemerintah.

Beberapa dari mereka juga mencoba peruntungannya di pedalaman, salah satunya menjadi pelopor sektor pertanian kopi. Kegiatan mereka di pedalaman bertujuan untuk menghindari kendali portugis. Mereka juga mencari akal untuk menghindari pajak.

Tetapi pada awal abad ke 19 jumlah orang China di Pulau Timor masih sangat sedikit. Dalam catatan Kammen, diperkirakan jumlahnya hanya 300 orang di wilayah Timor Belanda dan 100 orang di Timor Portugis, yang separuhnya tinggal di Dili.

“Sebagian adalah penduduk penutur bahasa Hokkian, (sementara) ada juga penutur bahasa Hakka,” kata Kammen.

Titisan pemburu wewangian surga

Vikus Pareira (70) adalah seorang bangsawan Timor yang berdarah China. Kendati keturunan China, dia tampak berkulit gelap dan berambut keriting. Matanya pun belok. Dirinya berasal dari keluarga berfam Pareira, ayahnya merupakan seorang fektor.

Fektor merupakan gelar administratif semacam camat atau lurah yang diangkat Belanda. Mereka yang diangkat sebagai fektor biasanya merupakan raja atau keluarganya. Tugasnya, memimpin beberapa desa di Timor.

“Kami ini orang China Timor, beginilah kami, ada yang putih ada yang hitam. Dulu nenek moyang kami dipanggil Sina Mutin Malaka, orang China dari Malaka,” terangnya yang dipaparkan National Geographic.

Vikus memiliki seorang keponakan bernama Valens Pareira yang berperawakan tinggi dengan kulit putih mewakili leluhur mereka yang berasal dari China. Tetapi keduanya sama-sama memiliki mata yang lebar.

Valens menyatakan bahwa mereka lebih ingin dikenal sebagai China Timor daripada Tionghoa. Pasalnya Tionghoa merupakan istilah orang China di Jawa yang keturunan Hokkian. Sedangkan mereka adalah keturunan Kongfus yang merupakan pedagang dari Macau.

Menurutnya sebutan Tionghoa baru masuk ke Timor setelah dibawa orang-orang Jawa. Itu pun lebih sering digunakan dalam acara pemerintah. Selain itu sebagai keturunan bangsawan, mereka tidak pernah ada masalah dengan penggunaan kata China.

Kota-kota Populer untuk Berlibur saat Imlek

Masyarakat China Timor Sebagian besar telah berkeyakinan Katolik dan Kristen, mereka menyebutnya ‘serani tua’ dan ‘serani muda’. Sebagian kecil saja dari mereka yang menganut Islam dan keyakinan lainnya.

Semarak tahun baru Imlek juga dirayakan oleh keturunan China di Timor. Menjelang tahun baru biasanya para perempuan akan memasak makanan dan kue-kue. Laki-laki membersihkan rumah dan mengeluarkan barang pusaka peninggalan nenek moyang.

Namun China Timor tidak mengadakan Cap Go Meh atau hari kelima belas Imlek. Kebanyakan dari mereka cukup menggunakan momen tahun baru Imlek sebagai ajang berkumpul bersama keluarga. Selain itu tak banyak bangunan klenteng layaknya di Jawa.

Hanya ada dua buah rumah ibadah yang tertinggal: Klenteng Kemakmuran dengan arsitektur Eropa yang berdiri pada 1936 di Dili, Timor Leste dan Rumah Abu Keluarga Lay yang dibangun sejak 1865 di Kupang, Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini